"Pergi kamuu!!!! Dasar wanita pembawa sial. Jika saja Langit tidak bersamamu, mungkin putraku tidak akan celaka seperti ini," raung Yuke di depan ruangan UGD tempat dimana Langit mendapatkan perawatan. Kala itu saat Langit mengejar Senja, tanpa melihat kanan kiri Langit langsung menyebrang jalanan. Saat berada di tengah-tengah, sebuah mobil melaju yang membuat kecelakaan tidak bisa dihindarkan. Brak.. "Mas Langiiittt!!!!!" teriak Senja dengan histeris. Senja berbalik dan berlari menghampiri Langit yang sudah terkapar di aspal dengan darah yang mengucur dari kepalanya. "Mas, bertahanlah. Ambulance segera datang." Senja tidak bisa mengendalikan emosinya. Dia berteriak meminta orang-orang memanggil ambulance untuk kekasihnya. "Se_nja." Senja menatap Langit. Matanya memerah seolah menahan kesakitan yang tiada tara. Senja menggenggam tangan Langit dengan erat. "Bertahanlah, Mas. Maafkan aku. Maafkan akuuu!!! Aku menyesal, Mas!!!" raung Senja yang menata
Yuke terdiam menatap tubuh anaknya yang dipenuhi dengan alat penunjang kehidupannya. Hatinya remuk tak terbentuk. Mungkin ini semua tidak akan pernah terjadi jika bukan karena sumpah serapah yang sempat ia katakan pada putranya. Hanya bisa menyesal karena waktu tidak akan pernah terulang lagi. Memory seketika memenuhi otaknya saat ia meninggalkan Langit sendirian karena ia sibuk mencari uang. Dan saat sudah dewasa, ia hanya sibuk dengan sahabat sosialitanya sampai ia melupakan putranya. Benar kata Langit jika ia terlaku sibuk memikirkan perasaan sahabatnya dari pada anaknya. Dan sekarang lihatlah, satu orang pun sahabatnya tidak menampakkan batang hidungnya untuk sekedar menanyakan kondisi sang putra. Ia sadar jika ia sangat berdosa pada sang putra. Ia terlalu egois sampai kebahagiaan sang putra ia patahkan demi ambisinya. "Lang, bangun, Nak!! Mama janji akan merestui hubunganmu bersama Senja. Mama janji akan menerima Senja sebagai calon menantu mama," ucapnya seraya tersenyum
Ketika mereka hendak pergi ke rumah sakit, sebuah mobil tiba-tiba berhenti yang otomatis menghalangi jalan mereka. Senja sempat penasaran siapa pemilik mobil yang berani menghadang jalan mereka. Hingga saatnya sang pemilik mobil keluar yang ternyata, "Mas Han..." Membuat Senja reflek memundurkan langkahnya. Ia menggeleng pelan seolah merutuki apa yang terjadi saat ini. Baru saja ia akan pergi untuk bertemu dengan Langit, sekarang Han tiba-tiba datang menemuinya. Entah apa yang diinginkan pria itu saat ini. Sedangkan Yuke diam-diam memerhatikan sikap Senja yang berubah aneh. Pria itu perlahan mendekat, membuat Senja dan Yuke menatap penuh selidik ke arah Han. "Kamu kenal dia?" tanya Yuke seraya menoleh ke arah Senja yang nampak bingung itu. Senja mengangguk. Belum juga Senja menjawab, Han sudah lebih dulu menyapanya. "Hai, Senja," katanya dengan senyum lebar di bibirnya. Tampak sumringah dan bahagia. Seolah tidak ada dosa sebelumnya. Senja ha
Setiap hari Senja tiada henti untuk menjaga kekasih hatinya. Sedetikpun ia tidak pernah beranjak dari sisi pria itu. Kadang, ada rasa jenuh ketika melihat Langit yang hanya diam tak bergerak seperti biasanya. Rasa rindunya semakin menggunung. "Mas, sudah hampir empat minggu kamu tidak menyapaku. Tidak melihat senyummu dan merasakan bagaimana sikap manjamu kepadaku. Apa kamu tidak merindukan aku, Mas? Hey, bangunlah. Aku ingin menikah denganmu jika kamu mau membuka matamu." Ada nada getir disana saat Senja mengatakan itu. Bagaimana tidak. Sudah jelas jika Mama Langit menginginkan perpisahan antara keduanya setelah Langit sadar. Tapi sekarang bisa-bisanya Senja mengatakan ingin menikah. Apakah itu akan menjadi kenyataan? Sama halnya ia bunuh diri. Senja tidak tau. Ia hanya berharap akan ada keajaiban yang bisa membuat tali yang sudah terajut akan terus tergenggam tanpa terpisahkan. Tangannya mengusap lembut tangan Langit dan sesekali dikecupnya dengan perasaan yang e
"Aku mohon pertimbangkan aku, Nja. Aku sudah berubah!! Aku bukan Han yang dulu lagi. Percayalah sama aku," ucapnya seraya mencoba meraih tangan Senja, tapi Senja langsung menolaknya dengan menarik tangannya dan menyembunyikannya di bawah meja. Saat itu ternyata Han yang menarik tangannya saat hendak pulang. Pria itu memaksanya ikut bersama untuk membicarakan sesuatu yang penting menurut. Tapi Senja sempat menolaknya karena ia tahu maksud dan tujuan Han seperti apa. Ketika Senja menolaknya, Han mencoba membuat keributan yang membuat ia malu karena menjadi pusat perhatian. Sampai akhirnya ia ikut dengan pria itu dengan syarat Han tidak akan mengganggunya lagi setelah ia memberikan jawaban. Senja hanya diam saja seraya menatapnya dengan tatapan dingin. "Sebelumnya aku turut prihatin dengan apa yang dialami Langit. Aku dengar ia koma. Apakah itu benar?" "Jika kamu sudah mendengarnya, kenapa kamu bertanya lagi? Apa kamu belum puas?" tanya Senja dengan nada sewot
Tubuh Senja bergetar tak karuan. Pikiran buruk seketika menggelayut otaknya saat mendengar suara Yuke menahan tangis di seberang sana. "Apakah Langit tidak tertolong?" Pikirannya kacau. Setelah mengambil Tas dan ponselnya, Senja langsung berlari keluar. Untung, pas dia sampai di tepi jalan, tetangga kontrakan Senja menyapanya. Senja tak membuang kesempatan, ia meminta tetangganya yang seorang wanita itu untuk mengantarnya ke rumah sakit dimana Langit di rawat. "Bisakah lebih cepat, Mbak?" Wanita itu mengangguk. "Baik, mbak Senja." Motor itupun melesat bagai angin. Senja memegang jaket wanita itu dengan erat. Setelah berkendara selama dua puluh menit, akhirnya mereka telah sampai di rumah sakit. Setelah memberikan ongkos, Senja langsung berlari masuk ke dalam. Walau sempat wanita itu menolak pemberian Senja. Tapi Senja tetap memaksanya untuk menerima. Hati Senja tak karuan saat berada di lift yang membawanya ke lantai empat. Seraya lift itu tak bergerak sam
"Mas.." Membuat Langit menoleh ke sumber suara. "Senja.." Senja mendekat ke arah Langit. Berdiri disampingnya seraya mengusap punggungnya agar emosi di dadanya perlahan menghilang. "Tidak baik berbicara seperti itu pada ibu, Mas." "Tapi_" "Ssstt, sudah diamlah. Ibu Yuke sudah meminta maaf, jadi maafkan ibu Yuke, Mas." pinta Senja dengan senyum manis di bibirnya. Seolah sihir yang membuat Langit terdiam. Emosi yang sempat menguasai, perlahan memudar. "Tapi dia yang berusaha memisahkan kita, Nja. Aku tidak bisa memaafkan begitu saja." "Tapi ibu Yuke juga yabg memintaku untuk menjagamu selama kamu koma, Mas." Langit terkejut. "Benarkah?" Senja menganggukkan kepalanya. Langit menoleh ke arah sang mama yang masih terisak seraya duduk di sofa. Tapi entah kenapa masih ada rasa tak rela saat harus memaafkan sang mama begitu saja setelah apa yang telah mamanya itu perbuat. Sebuah usapan lembut menyapa pipinya, membuat Langit menoleh
"Heem, enak sekali kuenya, Mel. Terima kasih," ucapnya seraya mengunyah kue di dalam mulutnya. Ya, Senja dengan cepat melahap gue yang disodorkan Melly untuk Langit. Tentu saja ia tidak akan membiarkan itu terjadi. Langit kekasihnya, hanya kekasihnya. Ia tidak akan membiarkan wanita lain mendekatinya. Sedangkan Melly merengut tidak terima ketika kue yang seharusnya untuk Langit malah dilahap oleh Senja. "Hey, lancang sekali kamu, Nja. Ini bukan untukmu, tapi untuk Langit," geram Melly dengan tatapan tak menyenangkan. Ingin rasanya ia melempar sekotak kue ini pada Senja agar tau rasa. "Oh, ya? Oops, sorry. Aku tidak mau, Melly. Maafkan aku ya?" ucapnya seraya dengan tatapan polos tapi menyebalkan. Membuat Melly muak. Langit menahan tawanya melihat perlakuan Senja yang begitu menggemaskan dimatanya. Langit tahu jika Senja saat ini sedang menahan cemburu kepada Melly. Terbukti wajahnya berubah menyebalkan seperti itu. "Kenapa wanita sepertimu tidak punya m