Chenny mengakuinya tanpa keraguan sedikit pun. Aluna mengepalkan kedua tangannya, amarahnya terus meluap hingga ke ubun-ubun. Benar saja, ternyata Chenny yang melakukannya.“Ini dendam antara kamu dan aku. Kenapa kamu harus libatkan mereka? Kamu tahu betul betapa baiknya mereka sama kamu.”Mulai dari mensponsori Chenny, lalu membawa Chenny tinggal di rumah mereka, Irwan dan Helena selalu memperlakukan Chenny seperti anak mereka sendiri. Saat itu, jika Aluna memiliki sesuatu, Chenny harus memilikinya juga, tanpa terkecuali. Aluna sungguh tidak mengerti mengapa Chenny bisa melakukan hal seperti itu.Chenny tampak tenang. Dia tertawa pelan, lalu mendongak dan menatap Aluna, “Mereka orang tuamu, bukan orang tuaku.”Satu kalimat yang diucapkan dengan begitu santai, tapi berhasil membuat mata Aluna seketika terbelalak lebar. Pendidikan yang dia terima sejak kecil mengajarkan Aluna tahu apa artinya membalas kebaikan orang lain. Dia tidak mengerti, meskipun orang tuanya bukan orang tua Chenny
“Kamu tunggu dia di depan gerbang kampus saja. Sebentar lagi dia ke sana.” Sorot mata Chenny acuh tak acuh, dia pun berkata pada adiknya, “Julie, ayo kita pulang.”Julie mendorong kursi roda Chenny. Aluna mendengar suara Julie yang bicara sambil berjalan menjauh, “Beberapa hari ini aku benar-benar hampir mati karena pengap. Kita ajak Kak Jason makan di Dunia Rasa, yuk. Makanan di sana enak-enak. Kak Chenny belum pernah pergi ke sana, kan?”Aluna membuang muka dan mengerutkan bibirnya. Kakak-adik itu menyukai pria yang sama, sungguh hal yang menarik sekali. Semoga saja mereka selalu saling menyayangi seperti yang mereka tunjukkan pada orang lain.Aluna membuang jauh-jauh pikiran yang mengganggu di kepalanya. Kemudian, dia pergi ke kampus tempat orang tuanya mengajar.Sementara itu, Julie dan Chenny belum pergi jauh, Julie sudah menyerahkan kursi roda ke pengurus Chenny dan berkata dengan cemberut, “Kak, Aluna sudah celakai aku sampai begitu. Kamu masih saja suruh Kak Jason bantu dia. K
Aluna berdiri di depan gerbang dengan putus asa. Dengan secercah harapan terakhir, dia mengeluarkan ponselnya dan menelepon Jason. Masih ada sedikit waktu, dia tidak boleh panik. Hanya satu kata dari Jason, orang tuanya masih bisa tetap tinggal di sini. Namun ... Jason tidak mengangkat telepon.Aluna mau tidak mau harus telepon Nicky. Nicky segera mengangkat telepon, tapi dia berkata dengan suara yang sangat pelan, “Bu Chenny jatuh. Sekarang Pak Jason sedang jaga dia di rumah sakit. Ada apa, Bu Aluna?”Chenny jatuh? Aluna menggenggam ponselnya erat-erat. Rasa sakit menyebar ke seluruh tubuhnya, membuatnya ingin menangis.Aluna tahu, Chenny sengaja. Chenny pasti sengaja. Sesaat kemudian, entah siapa yang menabraknya, ponsel Aluna jatuh ke tanah. Aluna mengambil ponselnya dan menemukan layar ponselnya pecah. Untung saja masih bisa digunakan.Dia mencari nomor Lili dari daftar kontak dan meneleponnya. Sekarang hanya Lili yang bisa membantunya. Untung saja, Lili segera mengangkat telepon.
“Suruh Jason ikut kamu ke sana lagi saja.” Ekspresi Chenny menjadi lebih datar, tapi dia tetap bersikap tenang. Itu justru membuat Aluna terlihat seperti orang gila yang menyedihkan.“Chenny, kamu akan kena karmanya.” Bibir Aluna bergetar. Hatinya seperti dicabik-cabik setiap kali dia memikirkan orang tuanya harus menderita di tempat itu.Sorot mata Chenny tenang seperti air tak beriak. Atau boleh dibilang dia merasa sangat bahagia di dalam hatinya, tapi dia pura-pura tenang. Karena dengan begitu, dia bisa membuat Aluna semakin emosi.“Aluna, aku akan bantu kamu bujuk Jason untuk ke sana lagi. Bagaimanapun juga, kamu benar. Mereka sudah sponsori aku, aku hutang budi pada mereka.”Hutang budi, dua kata yang sangat ironis ketika terlontar dari mulut Chenny. Mata Chenny memerah. Pada detik berikutnya, dia mengangkat tangan dan menampar Chenny.Plak!Suara tamparan itu begitu jernih di kamar yang sunyi. Tamparan ini terlambat tiga tahun. Tiga tahun yang lalu, Aluna seharusnya sudah memberi
Kota Yorda.Kilat petir menyambar dan suara guntur bergemuruh memenuhi langit. Hujan turun dengan begitu deras hingga membuat percikan darah yang menggenang di jalanan tampak seperti tengah menari-nari. Suara teriakan histeris di tengah hujan juga memenuhi tempat tersebut.Dengan tangan sedikit gemetar, Aluna menggenggam ponselnya. Tetesan air yang begitu deras membasahi tubuhnya hingga membuat sekujur tubuhnya terasa ngilu. Kepalanya terasa semakin ringan dan jejak darah membuat pandangannya semakin buram.Tidak jauh dari sana terdengar suara ledakan dan teriakan histeris yang begitu menyeramkan. Sambil menggenggam ponselnya, dia teringat dengan foto yang dia lihat setengah jam yang lalu. Sudut bibirnya membentuk seulas senyum putus asa.Hari ini adalah hari ulang tahun pernikahannya dengan Jason. Meski hubungan pernikahannya hanya sebatas status saja, dua tahun sebelumnya lelaki itu pasti akan pulang setiap ulang tahun pernikahan mereka. Aluna ingin memanfaatkan kesempatan kali ini u
Mobil kembali dihidupkan dan suara manis Tina bersenandung berkata, “Ok, apakah kamu sudah tersadar? Tenang saja, aku akan mencarikan pengacara terhebat di kota ini untuk mengurus perceraianmu. Setelah itu aku carikan kakak tampan untuk kamu bersenang-senang.”Aluna meminta Tina mengantarnya kembali ke Britan Residence. Vila yang ada di perumahan tersebut merupakan rumah pernikahan Aluna dan Jason. Tiga tahun yang lalu, mereka berdua sudah tinggal di sana semenjak menikah. Namun, Jason sering sekali tidak kembali ke rumah mereka.Semua perabotan dan rancangan rumah ini dipilih dan dibeli sendiri oleh Aluna. Dulu dia juga membayangkan bahwa dirinya dan Jason akan tinggal di sana selamanya. Meski keinginannya untuk menikah dengan Jason terkabul, Aluna tidak berhasil meluluhkan hati lelaki itu selama tiga tahun ini.Dia membuka pintu sambil memikirkan kembali kejadian yang lalu. Begitu pintu terbuka, sebuah suara manja yang cukup familiar terdengar di telinganya.“Kak Jason, pengering ram
Penderitaannya selama tiga tahun ini berubah menjadi amarah yang begitu besar. Emosi tersebut merusak semua akal sehat Aluna. Dengan emosi yang membuncah dia berteriak histeris. Jarinya tampak memutih karena mencengkeram pintu dengan kuat.Kamar dan aroma yang paling dia sukai justru membuatnya jijik dan mual. Sedangkan Julie hanya memasang wajah kasihan sambil berkata, “Nggak tahu apa yang terjadi dengan Kak Aluna di luar sana. Kenapa dia bisa terluka begitu parah?”Tatapannya jatuh ke tangan Jason dan dia membekap mulutnya sambil berkata, “Kak Jason, sebaiknya cepat buang benda itu.”Benda itu terkena darah Aluna, sungguh sangat menjijikkan sekali.Jason melirik tangannya yang tengah menggenggam perban. Keningnya berkerut seketika. Kenapa dia tidak langsung membuang benda kotor ini? Namun justru memegangnya di tangan dengan perasaan gusar yang tidak dia sadari.Setelah itu dia membuang perban tersebut ke tempat sampah dan mencuci tangannya.Setelah itu dia keluar, terlihat sosok Juli
Jason secara otomatis melepaskan Julie dan menangkap Aluna. Tangannya mengenai tubuh perempuan itu yang terasa sangat panas. Ternyata Aluna demam.Lelaki itu membopong tubuh Aluna dan berjalan masuk ke kamarnya dengan cepat. Dengan raut dingin dia menghubungi dokter keluarga untuk datang.Di koridor hanya tersisa Julie yang hanya mengenakan handuk putih. Dia menggigit bibirnya tidak rela, kemudian bergegas mengganti pakaian dan masuk ke kamar.“Kak Jason.”Jason menyapu pandangannya ke arah meja rias, kemudian menatap Julie dengan datar sambil bertanya, “Kamu menyentuh barang-barangnya?”Meski dia dan Aluna tidak ada perasaan seperti suami istri selayaknya dan tidak tidur satu kamar dengan perempuan itu, dia mengetahui sifat Aluna dengan jelas. Perempuan itu tidak akan sembarangan menata barang-barangnya.Aluna menunduk sambil menggigit bibir dan meremas roknya. Dengan mata memerah dia menjawab, “Kak, aku nggak sengaja menyentuh barang-barang milik Kak Aluna. Kamu tahu kalau keadaan ke