Anna terdiam, tidak mau bicara, hanya menatap datar kekosongan. Pagi itu, Elvano kembali membuat Anna agar bisa kembali seperti sedia kala.
"Anna, tolong bicara. Aku khawatir padamu," Elvano berusaha memberikan perhatian."Biarkan aku sendiri," ucap Anna tanpa menoleh.Cheryl masuk dengan hati-hati dan menghampiri keduanya."Anna, Elvano harus berbagi kasih sayang. Dia sudah mempunyai dua orang istri, dan kini giliranku yang harus mendapatkan kasih sayang, jangan kau ambil seorang diri dengan banyak drama," ucap Cheryl dengan rasa iri hati dan cemburu."Cheryl, Anna butuh perhatian lebih sekarang. Dia tengah merasakan sakit yang begitu dalam," Elvano mencoba memberikan penjelasan."Tapi aku juga istrimu. Aku juga berhak mendapatkan perhatian!" Protes Cheryl dengan tidak terima."Elvano, keluarlah dari sini! Urus saja ayam ternakmu yang lepas itu, agar tidak banyak berkokok di kamarku!" Anna menatap Cheryl dengan tatapanPagi itu, sinar mentari belum sepenuhnya menyapa perkampungan, ketika Cheryl melangkah mendekati pintu rumah Elvano dengan ekspresi wajah yang penuh kemarahan. Pintu terbuka, dan segera terdengar langkah kaki Cheryl yang meledak-ledak."Mas Elvano, apa maksudmu memberikan talak padaku begitu saja?" Cheryl memasuki rumah dengan keras."Cheryl, aku... " Elvano yang tengah berdiri di ruang tamu, penuh penyesalan terhadap situasinya."Jangan katakan apapun! Aku dirawat di rumah sakit seminggu karena syok, dan kau memberiku talak secara mendadak di depan makam yang masih basah, tanpa alasan yang jelas!" Cheryl memotong penuh emosi."Cheryl, aku minta maaf. Aku harus berbicara padamu," Elvano menggaruk kepalanya."Apa yang bisa kau katakan?! Kau telah merusak hidupku, Mas Elvano! Kau secara mendadak membuatku menjadi seorang janda, setelah beberapa minggu menikah!" Cheryl mengamuk."Anna, dia... " Elvano berusaha menjelaskan.
Tap, tap, tap."Maaf, saya butuh akses ke ruangan Pak Ivander segera," perintah Leona dengan angkuh.Resepsionis memandang sosok Leona dengan heran, seorang gadis remaja berpakaian putih abu yang hendak menemui pemilik perusahaan tersebut."Maaf, Adek ini siapa ya, dan ada keperluan apa dengan Tuan Ivander? Sudah ada janji sebelumnya?" Tanya Resepsionis tersebut dengan ramah."Saya Leona, dan saya tidak perlu harus ada janji untuk menemui Pak Ivander. Segera beri tahu dia bahwa saya ada di sini. Sebut saja nama saya, dia pasti akan mengenaliku," jawab Leona dengan tanpa sopan santun dan terlihat angkuh."Baiklah, saya akan beritahu Tuan Ivander," Resepsionis merasa heran dan segera mengambil gagang telpon.Resepsionis menghubungi Ivander."Tuan Ivander, ada seorang anak gadis bernama Leona di sini, yang mengatakan tidak butuh janji untuk menemui Anda. Dia ingin akses ke ruangan Anda," Ucap Resepsionis pada Ivander.Sementara di ruangan kerja Ivander, sosok Ivander tengah mengernyitkan
Samantha menyaksikan dengan seksama konstruksi gedung yang telah selesai, memperhatikan setiap detailnya.Pekerja proyek yang bernama Paulo, dengan sopan mendekati Samantha, mungkin ingin berbicara atau memberikan informasi terkait proyek."Permisi, Nyonya Samantha? Saya Paulo, bagian dari pekerja proyek ini. Ada sesuatu yang ingin saya diskusikan," ucap Paulo dengan sopan."Tentu, Paulo. Ada apa?" Tanya Samantha tersenyum."Saya telah mencurigai ada beberapa aspek konstruksi yang mungkin perlu lebih diperhatikan. Terutama terkait penggunaan material tertentu.""Oh, begitu ya. Apa yang membuatmu curiga?" Tanya Samantha seraya berjalan beriringan."Saya sempat melihat beberapa pengiriman material yang tampaknya tidak sesuai dengan spesifikasi yang telah ditentukan dalam proyek ini," jelas Paulo seraya menyerahkan sebuah berkas."Itu serius. Apa yang harus kita lakukan?" Tanya Samantha menerima berkas dan mencoba membaca hal yang dimaksud."Saya pikir kita sebaiknya melakukan pengecekan
Ivander tampak gembira memikirkan momen khusus dengan jas yang disukai Samantha. Dengan jas yang dipakainya, Ivander melangkah mantap menuju ke area basement, siap memulai hari kerjanya di kantor perusahaan Samantha.Ivander dan timnya bersiap-siap untuk menghampiri perusahaan Samantha, siap menjalani pertemuan dan rapat yang sudah dijadwalkan.Tok, tok, tok!"Selamat pagi, Tuan Ivander dan Tim! Selamat datang di perusahaan kami. Ruang meeting sudah disiapkan untuk pertemuan hari ini," ucap Staff dengan sangat ramah."Selamat pagi! Terima kasih banyak atas sambutannya. Kami sangat bersemangat untuk pertemuan ini," balas Ivander dengan tersenyum senang."Silakan masuk ke ruang meeting, semua sudah siap. Apakah ada yang bisa kami bantu sebelum memulai?" tanya Staff menawarkan bantuan."Terima kasih. Semuanya sudah baik. Kami siap untuk memulai pertemuan," balas Tim dengan ramah.Mereka pun masuk ke dalam ruang meeting, siap mengawali sesi yang telah direncanakan dengan baik. Bobby tak
Bobby dan Samantha berdiri di balkon ruangan kantor Samantha. Mereka saling pandang, sementara Samantha berupaya untuk menganalisis lebih mendalam, sementara Bobby merasa cemas namun berusaha menunjukkan ketegasannya."Apa yang ingin kau tanyakan, Samantha?" Tanya Bobby dengan segera."Tolong berikan jawaban yang sejujurnya atas pertanyaanku, apakah kau bersedia?" Samantha bertanya dengan ragu."Tentu, Samantha. Aku akan memberikan jawabannya dengan jujur," Bobby menghela nafas."Apakah kau mencintaiku, Bobby?" Tanya Samantha dengan bimbang."Eh, dari mana kau mendapatkan pertanyaan seperti itu?" Bobby terkejut bukan main, pasalnya ia belum mempersiapkan jika Samantha bertanya demikian.Tapi Bobby akhirnya berpikir, mungkin Ivander yang telah membeberkan rahasianya."Bobby, sebenarnya tidak perlu kau tahu, aku hanya ingin kau berbicara jujur," ucap Samantha.Bobby memandang Samantha dengan hati yang tidak tenang."Tapi apakah benar kau mencintai aku?" Tambah Samantha."Iya, aku mencin
Beberapa hari kemudian, Bobby dan Jessica berjumpa. Pertemuan mereka berlangsung di sebuah restoran bergaya mewah. Dengan penampilan bak sempurna masing-masing.Dengan penuh keanggunan, mereka memesan sejumlah hidangan yang tergolong mewah dan menguras kantong. Tapi mereka tidak mempermasalahkan, karena mereka punya tujuan yang sama. Yaitu, makan enak.Tanpa diduga, Bobby tersentuh oleh kenangan yang seakan-akan telah ia alami saat bersama Jessica. Dia merasa pernah mengenal Jessica sebelumnya."Jessica, ini kedua kalinya kita bertemu, tapi aku merasa seolah-olah kita pernah saling kenal saat dulu," ujar Bobby dengan heran menatap Jessica."Oh, iya? Di mana sebelumnya? Mungkin perasaan itu hanya kebetulan, Bobby," Jessica tersenyum seraya memakan dengan santai hidangannya."Tapi aku yakin aku pernah melihatmu di suatu tempat. Apakah kamu pernah tinggal di Finlandia Lapland?""Ya, aku memang pernah tinggal di sana waktu masih SD. Setelah itu, pindah ke Indonesia sejak SMP. Bahkan aku l
Samantha merasa hawa di ruang dapur Neneknya berubah begitu dingin, seperti udara di musim dingin yang membekukan. Neneknya tampaknya enggan berbicara dengannya, bahkan berpapasan pun seolah dihindari."Nenek, ada apa? Kenapa tiba-tiba seperti ini?" Samantha, bingung, akhirnya bertanya pada Neneknya.Neneknya hanya terdiam, sibuk dengan kegiatannya memasak di dapur."Nenek, tolong katakan padaku, kenapa? Sejak kemarin, Nenek tampak enggan berbicara denganku, bahkan seolah tengah menghindari kehadiranku," Samantha mencoba lagi.Neneknya akhirnya menghentikan aktivitasnya, menatap Samantha dengan tatapan serius. "Kamu bukan seperti cucuku yang ku kenal dulu, aku merasa bahwa aku tidak pernah punya cucunya yang pendendam," ujarnya dengan nada tegas."Kenapa Nenek berpikir seperti itu? Aku tidak mengerti kenapa Nenek berpikir seperti itu," Samantha bertanya dengan keterkejutan."Manusia tidak ada yang sempurna. Kamu terlalu sering menghindar dari masalah, bukan menyelesaikan. Kau perlu t
Ivander memasuki ruang konsultan pernikahan dengan wajah penuh kekhawatiran."Pak, saya benar-benar tidak tahu harus bagaimana. Samantha, Istri saya, ingin bercerai, dan saya merasa hancur," ungkap Ivander dengan penuh keluh kesah nan frustasi."Mari tenangkan diri, Tuan Ivander. Ceritakanlah secara jujur. Apa yang terjadi?" Konsultan bersikap ramah."Saya tidak bisa menutupi kesalahan saya. Saya berselingkuh, bahkan menikah siri tanpa persetujuan istri saya. Dia tahu semua ini dan pergi meninggalkan rumah hingga saat ini, saya benar-benar sangat menyesal dan ingin kembali lagi, saya mencintainya," Ivander menghela nafas berat."Kesalahan bisa menjadi langkah awal untuk memperbaiki hal-hal, menjadkan sebuah pelajaran baru. Apakah Anda telah mencoba meminta maaf dan memperbaiki kesalahan tersebut?" Konsultan mengangguk."Sudah, tapi dia bersikeras untuk bercerai. Bahkan setelah sidang pertama kemarin, dia masih bersikukuh. Dia tidak mau memberikan saya kesempatan lagi untuk hidupnya,"