Share

9. Kecurigaan

"Dia terlihat nggak semangat jelas lagi banyak pikiran tapi dia nggak mau bilang apapun ke mami tapi dia sempat bilang ..?" jeda maminya menatap Dean dalam.

"Pas mami tanya kemarin apa alasan kamu nggak balik ke rumah ini jemput dia, dia bilang itu tanya aja ke kamu, dia takut salah ngomong. Maksudnya apa Mas? Emang kamu kemana sampai ngga pulang ke rumah mami bahkan kamu nggak jemput istri kamu.  Kamu tahu dia dapat pertanyaan dari saudara - saudara kamu mereka mengira kalian bertengkar dan Linar terlihat bingung menjawabnya,"

Dean menghembuskan napasnya kasar, rasa bersalah menyeruak di dadanya untuk istrinya.

"Mas?" Panggil maminya menuntut.

"Aku lagi ada urusan Mi dan nggak sempat ngasih kabar, dan kami sempat salah paham." dustanya sembari menandaskan makanannya dan bangkit menjauh.

Tak lama Dean mendatangi kamar mereka untuk mencari Linar yang ternyata tengah berendam di bath up, Dean merengut tak biasanya istrinya itu meninggalkannya sekalipun Linar sudah selesai makan ia selalu menemani Dean sebelum naik ke lantai atas bersama.

Dean menerobos pintu kamar mandi

"Kenapa kamu ngga nemenin aku makan malam, Lin?"

Linar hanya diam masih memejamkan matanya sembari membaluri kulit tangannya dengan air sabun sepenuhnya mengabaikan Dean.

"Kenapa, apa kamu masih merajuk setelah pergi dengan lelaki lain dan nggak pulang semalaman, hah?!"

Kali ini suara Dean sangat keras, seolah bisa meretakkan semua marmer yang melapisi dinding kamar mandi.

"Aku lelah masih ingin berendam," jawab Linar singkat tanpa menatapnya. Ia memainkan busa-busa sabun yang memenuhi bak dengan tak acuh.

"Jadi sekarang kamu mau bertindak seenaknya?" tanyanya sinis. 

Linar  tidak menanggapi.  Kali ini ia memaksa dirinya untuk melawan dengan caranya agar Dean sadar jika ia tengah marah.

"Dan dari tadi di rumah tapi jam segini kamu baru mandi, Udah cukup berendamnya!" perintah Dean dingin.

Linar bungkam tak mau jujur karena sejak tadi ia hanya ingin menangis sesekali intropeksi diri yang berujung bertanya tanya dan menyalahi keadaan.

Dean menarik tangannya. Akhirnya dengan terpaksa Linar keluar dari bath up dan menuju pancuran untuk membilas tubuh. Setelah itu, ia meraih jubah mandi dan mengenakannya oleh

Tanpa menoleh pada Dean, Linar keluar dari kamar mandi dan menuju lemari pakaian. Walau tidak melihat, ia bisa merasakan tatapan Dean mengikuti semua gerakannya. Linar meraih gaun tidur berbahan tipis tanpa lengan dengan celananya yang pendek setengah paha.

Tanpa merasa sungkan, Linar menarik tali jubah mandinya hingga lepas. turun dan teronggok di lantai mengelilingi kakinya.

Dean tertegun menyaksikan jubah mandi putih milik istrinya  yang jatuh dengan sangat mulus. Gaun itu bergerak dengan lambat sebelum menelanjangi tubuh Linar  dan berakhir dengan teronggok di lantai. Kekesalan seketika melambung menyadari penampilan Linar yang polos.

Sesuatu dalam dirinya menggeliat, menginginkan apa yang ada di hadapannya dengan gairah yang tersulut.

Linar berdiri memunggungi Dean, mencari-cari sesuatu di dalam lemari, tanpa sadar ketelanjangannya memancing gairah Dean, sepanjang hari berjibaku dengan urusan pekerjaan dengan ketakutan rumah tangganya membuat ia butuh pelampiasan emosi.

Linar mengernyit ketika menyadari kebungkaman Dean. Tidak biasanya pria itu mengalah jika mereka sedang berdebat.

Linar menoleh, dan terkesiap kaget mendapati wajah Dean yang hanya berjarak beberapa senti dari wajahnya. Entah sejak kapan suaminya  itu berdiri di belakangnya. Dia bahkan tak mendengar langkah Dean saat berjalan mendekat.

"Mas Dean?! Ya ampun kaget aku."

"Aku menginginkanmu," bisik Dean setelah memeluknya dari belakang.

"Mas, aa-aku-" Linar terdiam ketika tangan

Dean menggerakkan kepalanya sehingga lehernya terekspos dan pria itu dengan leluasa menempelkan bibir disana tanpa melewatkan kesempatan yang ada.

Secara naluriah mata Linar terpejam, merasakan bibir Dean menempel di lehernya. Dia bahkan bisa merasakan seringai jahat dan kilat nakal dari kecupan-kecupan yang diberikan Dean di sepanjang leher dan pundaknya.

Mata Linar melebar, dia terkejut saat tiba-tiba Dean membalikkan tubuhnya untuk menghadap pria itu. Menempelkan bibir mereka dan mengunci Linar dengan ciuman yang lembut dan penuh gairah.

Mulutnya terbuka ketika lidah Dean bergerak menelusuri seluruh mulutnya. Membiarkan dirinya hanyut oleh gairah pria itu.

Tangan Dean bergerak meraba apapun yang digapainya membuat tubuh Linar meremang familiar.  Mengangkat wanita itu dan melingkarkan kedua kaki Linar  di pinggangnya. Membawanya ke atas kasur tanpa melepas pagutan mereka.

"Layani aku Lin! Kali ini aku nggak akan membiarkanmu tidur sampai pagi."

    ***

"Mas," panggil Linar di balik selimut, punggung polosnya masih menempel di dada Dean.

Wajah pria itu tenggelam di antara helaian rambutnya yang terurai. Keduanya menghadap jendela, memandang sinar mentari yang mulai menyusup melalui gorden kamar. Dean benar-benar tidak membiarkannya kembali tidur sampai pagi ia jadi merasa seperti seperti di Balas dendam.

"Hmmm." Dean hanya menjawab dengan gumaman dengan suara lelaki khas bangun tidur.

Linar bergerak tak nyaman di ujung fase tidurnya, ia jelas masih mengantuk dan kamar yang masih temaram mendukungnya melanjutkan tidur namun beban tubuh yang mendekapnya dari belakang tak beri ruang untuknya terlebih ada lubang besar di hatinya diakibatkan suami yang tengah memeluknya.

Ia bergerak demi melepas namun ia malah semakin di tarik kebelakang, ah ia baru menyadari kebiasaan suaminya. Linar membuka kelopak matanya mengamati sekitar dan menemukan jam digital menunjukkan pukul 05:10. Ah 15 menit lagi jam normalnya bangun.

Linar bergerak terlentang memandangi langit - langit kamarnya, rasa rindu menyelip di dada dulu keadaan begini lumrah terjadi karena Dean selalu butuh guling hidup di sela tidurnya yaitu dirinya, istrinya  tapi kini jadi hambar.

Linar memutuskan melepas diri lebih kuat tak pedulikan gumaman Dean yang terganggu, ia menandaskan segelas air putih dan beranjak menuju kamar mandi untuk ambil air wudhu lalu menunaikan shalat tepat di samping ranjang.

"Rasanya, kamu lama banget berdoanya," ucap Dean membuat Linar agak tersentak menoleh.

"Masa sih? Oh 15 menit iya ya?" saut Linar datar.

Linar meletakkan alat sholat di tempatnya, membuka tirai berikut jendela besar agar sinar matahari pagi menyinari lalu ia berjalan ke arah nakas samping ranjang melepas gawai dari chargernya dan berbalik ke pintu luar dalam diam.

"Apa?" tanya Linar menoleh

Dan Dean menatap dalam istrinya dalam diam, mencoba membaca atau menelaah ucapannya.

"Mau kemana?" bukan itu maksudnya.

"Ke bawah, bantu mbok nyiapin sarapan. Kenapa?"

"Ini masih terlalu pagi untuk buat sarapan Lin," seru Dean lembut.

Linar terlihat berpikir lalu mengangguk kecil.

"Kalau gitu aku mau olahraga kecil di halaman belakang terus menyirami tanaman Mami, apapun biar nggak ngantuk lagi," jawab Linar lekas melanjutkan perjalanannya.

Linar menoleh dengan tatapan lelah, seolah tahu perbincangan pagi mereka akan melelahkan atau ia memang sudah lelah.

"Aku tahu kamu masih marah  tapi apa kamu akan tetap cuekin aku bahkan di depan mami hah?" cecar Dean.

Linar menggeleng pelan, "Nggak, kamu tenang aja aku akan tetap ngelayanin makan dan kebutuhan kamu kok, baik di sini atau di rumah kita. Aku masih sadar diri aku masih istri kamu untuk sekarang"

Dean melotot tepat pada Linar. 

"Maksud kamu?"

Linar mengangkat bahunya setengah hati. Cengkraman di ulu hati mulai terasa lagi bersamaan dengan ingatan kelam yang membuatnya kalut.

"Udah berapa lama kalian selingkuh di belakang aku Mas?" tanya Linar lelah

***

Dera melotot kesal tak terima, ia merogoh tas tangannya berjalan mendekat  dan mengeluarkan dua testpack dengan dua garis merah di acungkan tepat di wajah Dean.

"Hadiah Special buat kamu dari aku," senyum masam Dera melebar mengabaikan wajah Dean yang terkejut  pasif.

Dean berkedip menajamkan pandangannya, Dean meraih dua testpack dari tangan Dera yang ikhlas melepaskan, dua garis merah!

"Kamu serius hamil anakku, Ra?" Ada nada tak percaya dan terkejut di nada kalimat Dean.

Dera merengut masam, pengalaman lah yang membuat ia Mudah tersindir tentang hal ini.

"Iya, aku lagi hamil dan aku yakin kamu ayahnya jadi kapan kamu mau mastiin dengan ikut   memeriksa kandungan aku?" tantang Dera.

Dean mundur selangkah tiga detik berikutnya seulas senyum terbit di kedua ujung bibirnya.

"Secepatnya Ra, aku perlu tahu usia kandungannya dan kesehatannya kan?"

"Bagus, lebih cepat lebih baik secepat kamu talak istri kamu itu!" tukas Dera sinis.

Dean termenung lalu ia mengangguk pelan  "Tentang itu biar jadi urusan aku dan kamu harus tahu aku yang nggak mau menceraikan dia," ungkap Dean.

Dera yang berang langsung mengambil bingkai foto yang tergeletak di meja kerja lalu melemparnya marah ke dinding disusul suara pecahan kaca.

"Dera!" bentak Dean yang tak menyangka aksi protes Dera.

"Kamu lihat, hubungan kalian sama kayak bingkai foto kalian itu pecah! Dan nggak akan utuh lagi terlebih kamu udah punya aku yang lagi ngandung anak kamu dan dari kamu berdua nggak ada yang sudi dimadu Dean!"

"Ra," panggil Dean lemah.

"Aku nggak sudi dimadu walaupun harus, aku mau waktu dan perhatian kamu harus lebih banyak buat aku! Dan Linar sebaiknya nggak banyak nuntut dan menjengkelkan karena dia harus sadar diri kalau posisi aku yang hamil anak kamu lebih tinggi dari dia!" pungkas Dera mengancam lalu berbalik cepat keluar pintu.

Bab terkait

Bab terbaru

DMCA.com Protection Status