Baru saja membaca dua buku, ponselnya berdering berkali-kali. Ingin mengabaikannya, tapi cukup mengganggu konsentrasi Rima. "Tina," gumamnya, ketika melihat siapa yang meneleponnya. Dengan santai Rima menerima panggilan dari Tina, tapi dia merasakan sesuatu sedang terjadi di sana. Rima yakin, Tina sedang tidak baik-baik saja. Telepon yang tidak memperdengarkan suara Tina, malah suara beberapa lelaki yang sedang berdiskusi. Sesekali ada suara yang bertanya pada Tina, apa dia yang melakukan hal itu. Rima mengerti arah tujuan dari pembicaraan itu, saat ini dia harus cepat menyelamatkan TIna, jika tidak dia akan disiksa atau malah berujung kemat*an. Rima menutup buku yang sedang dibacanya, mengambil laptop dan mencari keberadaan Tina dari pesan yang di kirim Tina sebelumnya. Setelah menemukan lokasinya, Rima segera mengganti pakaian, lalu keluar dengan tergesa-gesa. Tentu saja, hal ini menarik perhatian Satria yang masih berada di halaman rumah Rima. "Ada apa?" tanya Satria cemas. Rim
Akhirnya, Rima dan Satria sampai pada tujuannya. Meskipun tadi sempat tersesat, karena kurang akuratnya titik map yang dikirim oleh Tina, mungkin saat mengirimnya dia sedang berada di dalam mobil. Insting Rima cukup kuat, saat mereka tadi salah jalan,"Biar aku yang menyelamatkan gadis itu," ujar Satria yang mencegah Rima turun."Tidak. Wajahnya saja, kamu tidak tahu!" ejek Rima dan ditanggapi dengan senyuman oleh Satria, karena ucapan Rima benar adanya.Saat Rima turun, dia menyiapkan ponselnya untuk merekam dan posisi ponsel itu ada di tas yang sudah di desain dengan sangat baik untuk pengintaian."Kamu seperti detektif profesional," sanjung Satria gemas, melihat Rima mulai mengendap-endap.Mendengar pujian dari Satria, Rima hanya melirik dan kembali menelusuri gedung yang tidak terpakai. Benar dugaan Rima, ada dua mobil yang terparkir di sana dan Rima tahu milik siapa itu."Dugaanku benar," ucap Rima lirih.Satria hanya mengangguk dan memperhatikan sekitar, walau bagaimana pun ini
Rima dan Satria mendadak menjadi kikuk, setelah keduanya dikejutkan dengan suara yang menggelegar."Siapa yang membantumu!" tanya seseorang yang belum pernah Rima temui.Sepertinya, kasus Sherly banyak melibatkan orang-orang penting. Terbukti, satu-persatu mereka menunjukkan diri tanpa diminta.Rima hanya bisa menggeram, saat rambut Tina ditarik ke belakang oleh lelaki yang berpenampilan sangan eksentrik. Rima melangkahkan kaki kanannya dan langsung ditahan oleh Satria."Sabar dulu, jangan gegabah, atau anak itu dalam bahaya!" Satria memperingati Rima.Rima kembali mundur, saat seseorang tidak sengaja melihat ke arah mereka. Bodyguard itu mendekat, tapi terhenti oleh suara sirine yang terdengar dari kejauhan. Mereka saling pandang, lalu dengan cepat pergi meninggalkan Tina, hanya menyisakan dua orang. Lelaki berpenamapilan eksentri dan satu orang bodyguard yang terlihat sangat sangar.Sirine semakin terdengar mendekat, membuat dua orang penjah*t tersebut ketar-ketir. Pasalnya, Dito me
Rima segera turun dari mobil dan berlari menuju tina yang berguling di aspal. tubuh setengah polosnya kembali terlihat, karena kain yang menutupi tubuhnya tersangkut pada jok mobil. "Kamu kenapa?" selidik Rima. Tina diam, menahan sakit pada siku tangannya yang terbentur aspal. Juga tubuhnya masih terasa perih akibat penyiksaan tadi. Dengan pelan, Tina memberi kode pada Rima, dengan lirikan matanya. Rima yang masih belum paham hanya bisa bertanya ada apa dan kenapa, membuat Tina pasrah. Namun, seketika wajah Tina berubah saat Satria mendekatinya. Lelaki yang sempat menjadi pujaan hati Rima, memeluk Tina dan meraba bra milik remaja itu, tapi terhenti saat mata Tina memberi kode. "Apa-apan kamu!" Rima terlihat sangat kesal pada Satria membuat dirinya mendorong lelaki yang jongkok di sampingnya. "Hmm, maaf!" ujar Satria lirih. Rima hanya tidak menyangka, jika Satria melakukan hal tidak senonoh di depannya. Mungkin hanya tergoda oleh tubuh sintal Tina. "Dia tu, harusnya kamu lindungi
Mata Rima melirik ke arah jalan, di mana para penjahat itu sedang duduk manis di dalam mobil. Mereka sepertinya sedang mendiskusikan sesuatu dan tidak lama kemudian, mobil melaju dengan sangat cepat, meninggalkan rumah sederhana yang menjadi tempat Rima, Satria dan Tina. Rima menarik napas dalam dan menghempaskannya dengan bertenaga."Maaf!" ujar Rima dengan senyum manis ke arah Satria, yang masih memegangi pipinya."Sakit!" balas Satria dengan wajah cemberutnya, karena taqhu itu hanya untuk berpura-pura, tapi sakitnya nyata.Jika Rima tidak menikah, mungkin Satria dan Rima menjadi pasangan yang sangat serasi. Tina pun merasa seperti itu."Om dan tante saling kenal?" tanya Tina."Kenal semenjak Sherly menjadi pesakitan," ujar Rima lirih.Rima tidak melihat Satria yang melambaikan tangan pada Tina, menandakan mereka sudah lama kenal. Meski masih remaja, Tina tahu artinya. "Kalian seperti kekasih yang lama tidak jumpa, dan terhalang oleh pernikahan tante Rima," tebak Tina, dan sukses m
Setelah tidak ada yang membantah, Rima meminta Satria untuk membawa Tina berobat dan menjaganya beberapa hari ke depan."Jangan mengatakan apa pun perihal aku padanya, bisa-bisa semuanya hancur!" bisik Rima pada Tina sebelum dirinya pergi.Tina mengangguk patuh dan memberikan pelukan pada Rima, berharap Rima akan baik-baik saja melawan keluarga Dito yang sangat kaya raya dan sulit terjankau oleh tangan hukum."Aku pergi dulu, ojek sudah menunggu," ujar Rima yang sudah memesan ojke sebelum mengatakan hal-hal tadi, karena dia tahu bagaimana Satria."Kenapa sih, kamu seperti ini?" tanya Satria."Apa perlu kita bahas sekarang?" tanya Rima dengan nada rendah, tapi terdengar menyakitkan bagi Satria.Rima melangkah pergi, dengan ojek yang sudah menunggunya. Setelah memastikan semua aman, Rima meminta tukang ojek mengantarnya pada alamat yang dia tuju, atau tidak sesuaai dengan apa yang tertera di aplikasi."Om, meski tante Rima ceroboh, tapi dia bisa seperti iblis yang menakutkan disaat terd
"Om, kenapa tidak menggunakan lelaki aneh itu untuk menarik perhatian Dito?" ujar Tina, setela keluar dari bayangan kelam beberapa bulan lalu."Itu yang sedang aku pikirkan, dan bagai mana caranya agar Dito menjauh dari para bodyguardnya!" jawab Satria dengan tatapan lurus ke depan."Umpankan saja aku! Karena orang aneh itu sangat ingin memilikiku mesksi aku sudah dilecehkan oleh banyak lelaki!" Tina berucap lirih."Nanti, om pikirkan cara yang lainnya, kamu pikirkan saja tentang dirimu sendiri!" balas Satria cepat.Satria tidak ingin melibatkan Tina dalam hal ini, biarlah dia membantu Rima dari belakang tanpa wanita yang dicintanya tahu."Kita sudah sampai!" Satria memarkirkan mobilnya pada sebuah rumah yang cukup besar. "Ayo turun," ajak Satria kemudian.Satria dan Tina masuk ke dalam rumah, dan ternyata sudah ada yang menungu mereka. Dengan tenang Satria menitipkan Tina pada temannya untuk diobati dan di jaga. Lalu, Satria pergi, meski sempat ditahan oleh Tina karena tidak percaya
"Wow, motornya bagus sekali!" puji Satria pada Dito yang duduk santai di atas motornya."Iya, dong!" jawabnya pongah. "Ini keluaran terbaru," lanjutnya dengan menepuk body motor.Satria melihat sekitar, memastikan tidak ada yang mengikutinya. Kemudian, dia kembali memuji motor milik Dito yang terlihat sangat mengkilap dan bersih. Meski pujian sederhana, sudah membuat yang dipuji terbang, karena bangga."Kalau boleh tahu, beli di mana?" tanya Satria. "Siapa tahu, dapat recomendasi harga bisa kurang," imbuhnya."Tenang, Om. Kalau om mau beli, saya yang kasih diskon sepuluh persen!" Dito berkata dengan pongah, sambil menepuk dadanya.Satria berlagak sangat senang, dan antusias untuk membeli. Meminta Dito untuk memberikan alamatnya, agar dia bisa segera meluncur. Dito yang terus dipuja-puji, tentunya tidak membiarkan Satria pergi sendiri. Dengan suka rela dia mengantarkan lelaki yang tadi dia ikuti."Dit, haus nih, mampir mini market, ya," Satria mencoba mencari alasan.Dito pun menghenti