Prangg!Sebuah vas bunga yang ada di ujung kamar tidur Nara dan Dimas pun seketika pecah berkeping-keping, tepat setelah tak sengaja tersenggol oleh seseorang yang baru saja masuk ke dalam kamar itu dan baru saja mengangkat sebuah telepon dari salah satu kerabat dekatnya.Dengan seluruh tubuh yang membeku terkejut, ia pun menatap nanar pada semua pecahan keramik yang ada di sekitar kedua kakinya. Hingga akhirnya, perlahan-lahan air matanya pun luruh begitu saja."Ada apa ini? Kenapa vas bunganya bisa pecah?" tanya Dimas yang baru saja keluar dari kamar mandi dengan sedikit terburu-buru.Pria itu keluar memang hanya seorang diri saja. Dimas menyuruh Nara menunggu di dalam kamar mandi sesaat, sampai akhirnya nanti ia kembali setelah memastikan asal mula bunyi menggelegar yang sempat mengejutkan dirinya tersebut."Ma–maaf, Tuan! Maaf! Saya benar-benar tidak sengaja memecahkannya, tadi ... Tadi saya sangat syok, karena baru saja mendapatkan kabar duka dari kampung, Tuan," ucap Suti dengan
"Nara? Apa kamu sudah siap, Sayang?" tanya Dimas setelah keluar dari kamar mandi dengan sebuah handuk yang melilit pinggangnya, dan melihat ke arah sang istri yang pagi ini sudah mandi terlebih dahulu.Dengan senyum yang kini sudah mulai terlihat lebih sumringah, Nara pun mengangguk mengiyakan. Kedua netra beningnya yang tadinya sempat terpaku menatap ketampanan sang suami yang terlihat semakin hari semakin menggoda itu, kini beralih menatap sekilas ke arah tas dan juga pakaian yang baru saja disiapkannya tadi.Akhir-akhir ini, Dimas memang sangat memberikan perhatian penuh pada Nara. Kondisi Nara yang tadinya sempat sakit pun, kini sudah menjadi semakin membaik berkat segala perhatian dari pria itu. Dimas memang selalu saja mempunyai berbagai macam cara, hingga akhirnya membuat segala kesedihan dan juga pikiran buruk yang tersimpan di dalam benak Nara menghilang. Walau kenyataannya ia tak bisa mengajak istrinya hanya untuk sekedar pergi keluar berjalan-jalan singkat karena takut tida
Brakk!"Tidak mungkin!"Peluh keringat mulai membasahi wajah tampan seorang Dimas Aditya, seiring dengan ruam kemerahan yang mulai terlihat jelas di punggung tangannya."Mas! Sudah, Mas! Tolong jangan sakiti dirimu sendiri!" ucap Nara yang kini sudah berdiri tepat di belakang suaminya.Tanpa basa-basi, Nara pun langsung menarik salah satu pergelangan tangan suaminya. Nara tak mau kembali melihat tangan Dimas memar, karena pria itu kembali memukuli sebuah meja yang tak bersalah di hadapannya. Hingga ia langsung menahannya, dan menggenggamnya dengan erat supaya tangan suaminya itu tak ke mana-mana lagi."Aku benar-benar merasa gagal, Sayang! Aku gagal!" teriak Dimas frustasi dengan kedua netra yang menatap hancur ke arah manik mata hitam yang ada di hadapannya.Saat ini, Dimas dan Nara memang sudah kembali ke rumahnya. Mereka berdua termasuk beruntung, karena bisa melewati berbagai serbuan para wartawan yang ternyata sudah menunggu kemunculan mereka berdua di depan kantor polisi. Akan
"Tinggalkan suamimu, dan kembalilah padaku!"Brakk!"Sial! Sampai kapan pun aku tidak akan pernah melakukan hal yang sangat bodoh seperti itu, Mas!"Seringai lebar di wajah Evan semakin mengembang, tepat di saat Nara menunjukkan jelas amarahnya. Perempuan itu bahkan sampai berani melempar satu kotak tisu yang ada di depan ke arah dirinya, di mana untungnya hasil dari setengah kesadarannya berhasil menangkap kotak tisu tersebut dengan tepat sebelum mengenai dirinya."Sudah! Sepertinya tidak ada gunanya aku berbicara padamu! Aku tidak peduli lagi apakah kau akan membantuku atau tidak, karena aku yakin biar bagaimanapun caranya nanti kebenaran akan tetap terungkap!" ujar Nara dengan napas yang menggebu, seraya kembali meraih tas kecilnya, dan hendak berbalik keluar dari tempat yang penuh akan maksiat ini.Melihat hal itu, tentu dengan cepat Evan pun langsung melemparkan sebatang rokok yang ada di genggamannya. Ia segera berdiri dan menginjaknya, dan berlari hendak mencegah kepergian mant
Kringgg!Sebuah dering telepon berbunyi, di mana detik itu juga langsung membuat Nara menahan napasnya. Bunyi dering telepon itu benar-benar mengalihkan fokus Evan, sehingga dengan tanpa adanya aba-aba pria tersebut langsung meraih sebuah ponsel yang ternyata ia baru sadari sudah ada di dalam genggaman tangan Nara lebih dulu."Sial! Jadi dari tadi kamu merekam suaraku?!" hentak Evan dengan kencang, tepat setelah ia mengabaikan panggilan seseorang yang menghubungi mantan istrinya itu.Dengan rasa panik yang tak dapat dielakkan lagi, Nara pun kini berupaya mati-matian menghindar dari Evan. Pria itu benar-benar sudah sangat kalap, setelah memergoki dirinya yang sudah merekam semua percakapan pria itu tadi. Sehingga kini, akhirnya Nara terjatuh tepat di sela-sela dua buah meja kecil yang ada di sampingnya.Brakk!Pupus sudah harapan Nara untuk membuktikan semuanya, karena kini ponselnya telah dibanting dengan sangat kencang hingga terlihat goresan besar di layarnya."Awhh!"Nara meringis,
"Kamu benar-benar pintar, Sayang!" puji Dimas setelah ia mengetahui persis apa benda yang kini telah berada di tangan istrinya itu.Tanpa menunggu lama, Nara pun langsung menunjukkan hasil rekaman yang telah berhasil didapatkannya pada Dimas. Walau tadi ponselnya sempat hancur tak terselamatkan di saat ia menghubungi salah satu nomor bodyguard yang menjaganya, akan tetapi untung saja salah satu tangannya yang lain berhasil merekam semua apa yang telah dibicarakan Evan kepadanya lewat sebuah alat rekam kecil yang memang sudah sengaja dibelinya sebelum menemui Evan."Bagus! Ini benar-benar senjata akan menjadi senjata terkuat kita untuk menghadapi pria licik itu, Sayang! Aku yakin dengan adanya bukti ini, pasti sebentar lagi dia akan segera mendekam di balik jeruji besi!"Cupp!Dimas mengecup pipi istrinya itu, sebagai tanda apresiasinya ia atas ide cemerlang yang telah dilakukan oleh istrinya itu. Walau tadi ia sempat kecewa, karena Nara sudah membahayakan dirinya sendiri. Akan tetapi
"Nara aku ....""Yes? What do you want? Just tell me," balas Nara dengan suara manjanya, dan semakin mengarahkan jari-jemari lentiknya ke arah sesuatu yang membuat senyumnya tak kunjung memudar.Dimas benar-benar sudah tak tahan lagi. Ia sungguh tak bisa dipancing dengan cara ini secara terus-menerus, apa lagi sang pelaku yang ada di hadapannya ini adalah Anara Wardana yang tak lain dan tak bukan istrinya sendiri.Entah kerasukan makhluk apa istrinya itu, sehingga kini Nara yang sekarang berada di depannya benar-benar terlihat tidak seperti Nara yang dulu yang pemalu. Nara yang saat ini, benar-benar terlihat begitu berani dan menantang.Tadi di sana, Nara tidak minum yang macam-macam bukan?Untuk yang satu ini juga sepertinya tidak, karena tadi Dimas memang sama sekali tak merasakan aroma yang terlalu menyengat dari tubuh istrinya tersebut selain dari bau asap rokok yang ditinggalkan oleh Evan si pria licik itu."Sudah cukup kau menggodaku, Sayang. Kini biar aku yang melakukannya seka
"Apa? Kenapa bisa jadi seperti ini? Halo! Halo, Mas!"Bella mendengkus, tepat di saat panggilan teleponnya tiba-tiba terputus begitu saja. Ia sangat heran pada suaminya, karena terus saja membuat ulah yang dapat menyusahkan dirinya.Brakkk!Bella melempar benda lain yang ada di atas meja kecilnya. Saat ini ia benar-benar kesal, sekaligus pusing memikirkan masalah Evan."Astaga, aku harus apa sekarang?" batin wanita itu sambil memijit pelan pelipisnya.Untuk saat ini, Bella benar-benar tak bisa berpikir dengan jernih. Ia terlalu kalut dengan ketakutannya. Ia takut dengan tertangkapnya Evan nanti, itu akan membuat nama baiknya kembali turun. Padahal baru saja dirinya merasakan kembali nikmatnya kehidupan mewah layaknya seorang superstar.Bagaimana nanti tanggapan perusahaan yang sudah mengontraknya menjadi model? Pasti mereka akan merasa terganggu dengan berita penangkapan suaminya."Hufftt! Apa yang harus aku lakukan? Ayolah berpikir, Bella!"Tak peduli dengan selimut yang digunakan un