Sesuai dengan keinginan Jimmy, Aku segera meninggalkan rumah Siti dan langsung menuju ke lokasi yang telah Jimmy katakan.Tidak butuh waktu lama untuk bisa segera sampai, karena lokasi tempatnya tidak terlalu jauh dari rumah Siti. "Maaf Mbak, Meja atas nama Jimmy?"tanyaku pada seorang pelayan restoran yang ditugaskan untuk menyambut kedatangan para pengunjung.Pelayan tersebut tidak langsung menjawab, namun melihat pada ponselnya."Atas nama Jimmy meja nomor tujuh." Jawabnya sambil tersenyum padaku."Terimakasih,"aku melihat ke sekeliling dan mendapati meja nomor tujuh yang ternyata telah ada seseorang yang menempati meja tersebut. Karena orang itu duduk menghadap ke arah berlawanan denganku, jadi aku tak bisa melihat siapa sosok wanita itu."Bukankah seharusnya, Jimmy?" ucapku sambil terus berjalan mendekati meja tersebut."Kau?" aku sungguh terkejut saat mendapati Mulan yang menduduki kursi meja pesanan Jimmy."Rose, apa yang kau lakukan disini?""Seharusnya, aku yang bertanya! Ap
Bab 164Siti terus saja menarik tubuhku agar keluar dari restoran. Sebenarnya kesal dengan sikap Siti, namun aku tak ingin membuat keributan baru, lagipula aku yakin. Siti pasti memiliki sesuatu hal yang penting yang ingin disampaikan padaku."Masuk!" perintahnya tanpa memperdulikan ekspresi wajahku.aku meneliti mobil yang berada di hadapanku. Saat ingin kembali memprotes, mobil terbuka dari dalam dan Siti sekuat tenaga mendorong tubuhku agar masuk ke dalam."Kalian sedang mencoba untuk mempermainkan diriku?' tanyaku pada Abian yang telah duduk manis, bersiap untuk menyetir mobil.Tak ada Jawaban sampai mobil terus berjalan menjauhi Siti yang terlihat masih tertinggal di depan Restoran. Aku hanya dapat menghela nafas berat, membayangkan kembali wajah Mulan tanpa dosa itu terlihat begitu santai saat berhadapan langsung denganku."Apa yang dikatakan Jimmy?" setelah sekian lama, baru terdengar ucapan Abian."Hanya ingin bertemu.""Apakah kau tidak curiga sama sekali?""Sedikit, tapi aku
"Tidak Nanny, aku tidak mungkin cemburu pada gadis itu. Lagipula, aku bukan siapa-siapa bagi Abian."Nanny hanya mengulas Senyuman, lalu kembali mengajakku ke lantai atas."Tidak, aku akan menunggu Abian di ruang tamu saja," tolakku berusaha untuk bersikap tenang. Walaupun sebenarnya aku sedikit penasaran, apa hubungannya gadis cantik itu dengan Abian.Hampir setengah jam lamanya aku menunggu Abian di sofa, dengan perasaan bercampur aduk antara penasaran dan ingin segera pulang. Sikap Abian yang kembali dingin membuatku merasa kecil hati."Aku pikir kau sudah pulang." Aku mendongak menatap wajah tampan Abian. Pria itu terlihat semakin berkharisma sekali dengan baju santai dan celana jeans sebatas lutut yang ia kenakan. Aku sedikit kecewa dengan ucapan Abian yang menyatakan bahwa dirinya berpikir aku telah pulang. Mungkin, seharusnya aku melakukan hal itu setengah jam yang lalu."Siapa dia sayang?" Pandanganku teralihkan pada gadis yang saat ini sedang bergelayut manja pada lengan kok
"Pacarku?""Bukankah gadis yang dibelakangmu itu, pacarmu?" aku mengikuti arah pandang Akbar, wanita cantik itu terlihat tersenyum manis padaku. "Mawar datang bersamaku, jadi dia adalah tanggung jawabku." Abian sama sekali tidak terpengaruh dengan ucapan Akbar soal wanita yang dipanggil Tari oleh Nanny."Apa kau lupa, jika Mawar adalah istriku? Logikanya, yang lebih bertanggung jawab adalah diriku, bukan kau, Abian!" Akbar kembali menarik tubuhku agar masuk ke dalam mobil."Lepaskan tanganmu dari Mawar!"tubuhku hampir jatuh saat Abian menarik tubuh Akbar agar menjauh dariku, tapi untungnya aku bergerak cepat dan bisa menyeimbangkan tubuhku.Aku melihat Akbar jatuh tersungkur, pria itu menatap nyalang pada Abian.Karena tak ingin menambah suasana semakin tegang, saat ada sebuah Taxi lewat, segera aku menghentikan Taxi tersebut dan langsung masuk ke dalam Taxi tersebut tanpa mengatakan sepatah katapun."Jalan Pak!" ucapku pada sang Sopir taksi.aku memejamkan kedua mataku, berharap ag
Waktu berlalu begitu saja, aku berusaha untuk menutup diri saat bulan kedua sidang perceraianku dengan Akbar. Tidak banyak aktivitas yang aku lakukan, paling banyak aku datang ke Restoran untuk melihat kemajuan Restoran. Keputusan Sidang perceraianku dengan Akbar juga telah menemukan titik akhir. Yaitu kami telah resmi bercerai. Aku tahu itu semua dari pengacara yang telah disewa oleh Papa."Mawar?"Kepalaku mendongak menatap wajah orang yang telah memanggil namaku. Ternyata Mama yang telah masuk ke dalam kamarku.Aku mengubah posisi tidurku, dengan duduk bersandar pada kepala Ranjang."Apa kau sakit? Kau tidak ikut sarapan ataupun pergi ke Restoran." Mama mendudukkan tubuhnya dipinggir kasur, dekat dengan diriku."Abian sudah pulang dari Jakarta. Jadi, aku meminta Izin untuk tidak datang ke Restoran.""Sikapmu berubah semenjak pertemuan kita di Mall. Apa kau cemburu dengan wanita yang datang bersama dengan Abian?"aku menggeleng, sambil tersenyum menatap wajah ayu Mama."Lantas, ken
"Aku harap kau bisa datang langsung ke acara pernikahanku." Kedua sudut bibir Abian tertarik ke atas membentuk sebuah senyuman manis yang justru membuat hatiku terasa tercubit sakit."Tentu aku datang. Jadi, hanya itu yang ingin kau bicarakan?"Abian menggeleng, lalu menyodorkan sebuah map coklat diatas meja tepat di hadapanku."Apa ini?""Bukalah, kau akan mengerti."Jantungku berdetak lebih cepat dari biasanya. Tebakanku isi Map coklat itu adalah beberapa sampel kartu Undangan. Pasti Abian ingin diriku untuk memilih.Saat aku keluarkan isinya, sebuah foto bayi lucu terlihat begitu menggemaskan tercetak jelas pada Foto yang saat ini aku pegang."Itu adalah Foto Jimmy, Jemmy dan adiknya yang katanya telah…""Lalu, kenapa kau memberikan ini padaku?"Abian menarik nafas dalam-dalam lalu menghembuskan secara perlahan-lahan."Apa kau tak mengetahui kabar Mulan?""Untuk apa aku mengetahui kabar wanita itu. Dia merupakan sumber energi negatif yang harus aku hilangkan.""Doamu terkabul!"Alis
Perlahan Abian melepaskan pelukannya dan memutar tubuhku agar berhadapan dengannya. Pria itu nampak begitu serius menatap wajahku dengan sorot mata yang tak dapat aku artikan."Aku akan menikah Mawar, apa kau mendengarnya?" sederet kalimat itu kembali mencuat keluar dari mulut Abian, menyisakan sedikit rasa perih di hatiku. Aku belum dapat mengetahui isi hatiku sebenarnya, namun akhir-akhir ini memang wajah Abian selalu berada dalam pikiranku."Mawar," sekali lagi. Pria itu terlihat begitu putus asa dengan kediamanku. "Abian, aku tahu selama beberapa tahun terakhir kau mencintaiku. Tapi, ini salah. Kau akan menikahi gadis itu. Jadi, tak lantas jika kau mengatakan bahwa kau mencintaiku." Jawabku tanpa berani memandang wajah Abian. Kepalaku tertunduk sambil sesekali mengusap keringat di keningku.Tangan Abian meraih tanganku, menggenggamnya begitu erat."Kaulah segalanya Mawar, orang yang akan aku nikahi adalah dirimu."Kepalaku mendongak menatap wajah Abian. "Apa maksudmu?""Orang yan
"Lagi pula, istrimu itu Mulan bukan Mawar! Pikiranmu Mulan, tapi mulutmu menyebut nama Mawar. Akbar, cobalah untuk mengerti dan pahami hal-hal yang akhir-akhir ini terjadi."Akbar menghempaskan tubuhnya pada Sofa empuk dan menyandarkan tubuhnya. Pikirannya benar-benar kacau. Mendapatkan kabar bahwa Ia telah resmi bercerai dalam kondisi kehilangan Mulan, membuat otaknya terasa begitu berat untuk berpikir."Kenapa tidak bertanya pada ayahmu?" Sania menatap wajah Akbar dan berusaha untuk meyakinkan anak semata wayangnya itu untuk dapat melihat sebuah kenyataan bahwa Ayahnya selama ini telah mempermainkan kehidupannya secara tidak langsung."Apa hubungannya dengan Ayah?" Akbar menegakkan tubuhnya dan menatap wajah Ibunya itu.Sania memutar bola matanya, malas untuk berdebat tentang persoalan yang sebenarnya sepele tapi begitu memuakkan untuk dibahas."Ibu, tolong katakan yang sebenarnya terjadi. Aku benar-benar tak paham atas semua yang terjadi.""Apa ingatanmu sudah tidak bekerja dengan b