Setelah kedua penjaga di depan penjara itu terkena anak panah yang, Intan dan Abbad segera menuju Haris dan Haikal.Mereka dengan langkah cepat serta lebar tak terasa sudah berada di hadapannya.Lalu dengan buru-buru Intan dan Abad mencari kunci di saku celana yang terbuat dari daun milik dua penjaga yang sudah tergeletak di tanah. Mereka juga memasang waspada. Sesekali bola matanya melihat ke arah jalan yang menuju ke penjara."Haical, Haris. Kalian baik-baik saja kan?"tanya Intan seraya membuka gembok yang ternyata berada di atas batu besar."Hush... jangan keras-keras Intan,"ucap Abbad yang membuat Haris dan Haical itu tampak terkejut.Haris dan Haical saling berpandangan."Bro. Apa kamu dengar monyet itu berbicara?""I-iya Haical," Kemudian mereka kembali menghadap ke arah Abbad masih juga dengan tatapan bingung, selain bingung raut wajah mereka juga menahan sakit.Hati Intan begitu senang bisa bertemu dwngan Haris dan Haical, namun satu sisi, hatinya berdetak takut tiba-tiba ad
Terlihat Abbad berlari sesekali melompat dengan lihai."Bagaimana Abbad?""Intan. Di sana ada penjaga. Lalu apa rencana kita selanjutnya? Kita akan semakin aman jika segera keluar dari gua ini. Jika kita masih berada di sini, kita akan kesulitan bergerak,"Abbad berbicara menciba mencari solusi."Memang ada berapa penjaga di sana Abbad?""Di sana ada dua penjaga,""Dua? Kalau sedikit aku fikir bisa menanganinya Abbad. Mari kita lanjutkan ke hutan,"tutur Intan dengan yakin seraya melangkahkan kakinya. Dia berjalan tampak terlihat anggun dan menarik. Oleh sebab itu, bola mata Abbad terus saja menatap tubuh Intan yang sedang berjalan di depannya.Melihat hal itu, Haris dan Haical acuh. Mereka membiarkan Abbad yang masih diam saja di sana entah apa yang sedang difikirkan.Hanya saja hati Haical dan Haris yang tidak suka, mencemoh melihat kelakuan Abbad yang mendadak seperti patung."Ngapain itu siluman monyet jelek di sana bengong? Apa dia kagum sama boskyuu? Ahh, dasar siluman monyet je
Saat Abbad mengalihkan bola matanya ke arah Haris dan Haical karena mereka yang menyadarkannya dan meluruskannya."Hai monyet! Yang benar saja kau panggil kami Intan. Aku Haical. Dia Haris!"tuturnya.Haical berkata seraya menjulurkan jari telunjuknya, dia menyentuh kepala monyet dengan takut-takut, tentu saja dia takut dicakar.Setelah Abbad sadar siapa yang di sampingnya dia tampak terkejut dan bergumam di dalam hati,"Abbad. Tadi kamu bicara apa? Kamu panggil mereka Intan? Apa benar itu?"Bukannya Abbad berterimakasih kepada ke dua anak buahnya. Namun dia malah berkata ketus serta berjalan dengan menggoyang-goyangkan ekornya."Kalian lagi? Dengar baik-baik. Panggil aku Abbad. Enak saja kamu panggil aku monyet. Kalau kalian salah lagi. Aku kasih hukuman buat kalian. Dan satu lagi, kalian kalau punya telinga jangan dipasang saja, tapi juga dibersihkan!"seru Abbad dengan bola mata ke depan tanpa sedikitpun menatap dua anak buahnya.Dalam sekejap Abbad menghilang dari pandangan Haris dan
"Raja iblis?"ucap Intan seraya mengulang perkataan Abbad. Kedua alisnya kini tampak mengkerut. Lalu dia bertanya kepada Abbad lagi."Apa kamu tau di mana letak kerajaan iblis itu?""Intan. Aku rasa kamu jangan sampai singgah di sana. Di sana berkali-kali lipat lebih menakutkan dari tempat ini. Untuk bisa ke sana jika ingin kembali, kamu harus memiliki bekal,"tutur Abbad.Kemudian Abbad itu berjalan dan duduk, saat ini ia seolah gurunya Intan. Selain dia tau banyak tentang alam hutan ini, dia juga merupakan jin atau penghuni kerajaan emas. Tentu dia bukan orang sembarang.Abbad duduk berhadap-hadapan dengan Intan dan dua anak buahnya. Melihat hal ini Haris jadi merasa curiga. Dari cara dia berkata, dia seperti sejajar dengan Intan. Dia berwibawa. Bukan sok wibawa, jangan-jangan dia memang bukan monyet sembarangan? Tapi kenapa dia bisa jadi monyet? Dari ceritanya dia seperti berwawasan. Siapa dia sebenarnya?" Haris tidak habis fikir. Begitu juga dengan Haical. Dia juga merasa seperti
Di sini ke arah hutan kegelapan tidak terlalu jauh. Intan sendiri juga tidak terlalu faham, mungkin saja karena mereka melewati jalan lintas. Namun anehnya, setelah melewati sebuah jembatan, di sana secara otomatis malam tanpa ada siangnya. Hanya gelap dan suram, bahkan hawa merinding.Namun di tempat ini berbeda. Intan mampu melihat terangnya siang kembali. Di atas tangga dia mengamati keindahan yang sangat indah. Mungkin saja ini masih masuk wilayah kota gaib.Selain itu, udara sangat sejuk, apa mungkin karena Pohon-pohon di sini tampak terlihat segar dan terawat, bahkan tampak banyak buah beegelantungan, lebih-lebih, untuk bisa memetiknya sangat mudah,"Apa karena monyet-monyet di sini yang merawatnya?" Intan mencoba menebaknya keadaan yang begitu indah seperti berada di surga.Udara segar karena masih berdekatan dengan gunung membuat Intan memejamkan mata sejenak dan menghirup banyak-banyak udara. Dia makin tampak cantik. Haris sesekali mencuri pandang.Tak disangka sesampainya I
Mereka bertanya-tanya dan menunggu jawaban dari Abbad."Ah, maafkan aku. Lusa kemaren aku tidak menolong kalian menggunakan daun kumbara, saat di gua di penjara karena lupa. Penjaga yang keluar secara tiba-tiba membuatku tidak fokus. Lagian daun kumbara ini juga lama tidak aku gunakan,"tutur Addab.Mendengar jawab dari Addab mereka bertiga tampak mengerti.Sekarang ini Haris dan Haical tampak lebih menerima dan menghormati Addab. Karena hal tadi, dan karena Addab sudah menolong banyak hal termasuk obat-obatan dan makanan, membuat dua anak buah Intan itu lebih segan terhadap Addab.Mereka kini tampak berada di hutan kegelapan tepatnya di rumah Abbad, rumah kayu yang berada di atas pohon. "Lah, kenapa kamu bawa kita kemari. Apa tidak sebaiknya kita menolong para tahanan dan ibu di dalam gua?"tutur Intan yang hatinya tampak tidak enak.Bukankah orang yang selalu di tunggui atau disebut-sebut disuatu tempat akan membuat si orang tersebut seolah merasakan dan menjadi tidak tenang dan tamp
Intan, Haris, Haikal terkejut melihat Abbad." Oh ini sungguh keren, seumur hidup baru inilah aku melihatnya secara langsung," ucap Haikal, dia terkejut dan terpana. Bola matanya membulat tak berkedip. Intan pun tidak habis berpikir, dia tidak menyangka Abbad ternyata sehebat itu. Dia kira, prajurit itu hanya prajurit biasa seperti pada umumnya, namun ternyata dia salah."Bro! Apakah ini aku sedang mimpi!"ucap kembali Haical, kemudian tangannya merangkul Haris yang sudah seperti saudara kandung sendiri untuknya.Haris kemudian melepaskan. Betapa sebalnya dia terhadap kawannya itu yang kadang-kadang tidak menempatkan waktu. Apa dia kira saat ini hanya permainan? Seharusnya kan dia bersiap siaga sebagai anak buah yang harus melindungi Intan. Eeh, malah dia iseng, selain merangkul kemudian memeluk. Melihat hal itu, spontan bibir Haris maju."Hai BRO! Jangan ganggu fokusku! Kita itu sedang dalam bahaya. Please jangan main-main saat ini! Kalau tidak kita bisa salah mengambil langkah?"Sa
Addab barusan memukul wajah genderwo. Kemudian Genderwo itu tampak memukul balik. Bahkan dia meninju kepada Addab dua kali.Tatapan mereka sangat tajam. Intan saat ini semakin takut. Dalam hati,"Tuhan. Tolong selamatkan kami! Tuhan hanya kasihmu yang bisa menyelamatkan kami...! Jangan sampai kejahatan menguasai dunia ini...! Berilah kami keajaiban.Melihat bosnya, Haris berkata,"Bos. Apa bos baik-baik saja?"Setelah dilihat dari depan. Sebuah butir tetes air mata terjatuh. Melihat hal itu, Hafis bergumam,"Bis menangis. Harispun jadi sedih."Bos. Sepertinya kita harus melakukan sesuatu?""Apa Haris?""Bukannya bos memiliki kalung. Dan kita memilki cincin. Apa itu semua tidak berguna, aku yakin ini pasti berguna!"Kemudian Haical menyahut,"Bro. Waktu itu Kyai Hasanuddin mengatakan untuk mengaktifkan cincin ini, kita harus ke masjid jin muslim, kita harus bertobat, kita harus beritikaf minimal semalaman tanpa tidur. Kalau kaya gini berarti tidak bisa digunakan?"Haical berkata seraya me