Gejolak aneh yang perlahan mulai merayapi hatinya, rasa marah, sedih dan kecewa yang keluar dalam bentuk buliran bening tak mampu Ia bendung. Rasa sakit karena pengkhianatan Ivan kini terngiang kembali di benaknya. Ia segera kembali ke kamar tidurnya. Duduk meringkuk di lantai sambil menatap ke luar melalui jendela kaca berukuran besar yang tak tertutup tirai itu.Cahaya bulan masuk melalui jendela kamar itu dan menyinari dirinya yang duduk di dalam kegelapan karena lampu kamar yang sudah Ia padamkan."Ada apa dengan dirimu Aira? Lihatlah dirimu! Kau seperti orang bodoh yang menangisi hal yang bukan milikmu," umpat Aira pada dirinya sendiri.Ia terus memeluk lututnya erat-erat. Dadanya terasa sesak. Diperlakukan begitu baik oleh RK membuatnya jatuh dalam pesona pria penguasa Starlight Corpt itu. Kini Ia merasakan sakit karena kesalahannya sendiri."Sekarang udah tahu kan? Semua perlakuan baiknya untuk kamu hanya satu alasannya," Aira berusaha menahan laju airmata yang terus meluncur
Pria itu tersenyum bahagia, karena habis ini akan ada drama yang sangat menyenangkan untuk ditonton. "Putrimu sakit, karena di tabrak oleh tunangan gilamu itu, dengan mobilnya, disaksikan adik dan Ibumu." "Apa maksudmu?" tanya Ivan gelisah mendengar hal itu. "Maksudku, keluarga dan tunanganmu itu yang telah menyebabkan kematian putrimu. Mereka bersekongkol untuk menyingkirkan mantan istrimu dengan melakukan hal itu, agar kau marah dan semakin mempercepat lamaranmu untuk tunangan g*lamu itu." terang pria misterius itu panjang lebar. Ivan memicingkan mata menelisik kebenaran berita itu dari penuturnya yang notabene adalah orang asing baginya. "Aku sudah mengatakan yang sebenarnya, sekarang terserah padamu, mau percaya atau tidak!" Pria itu kemudian bangkit dan ingin meninggalkan Ivan yang terdiam di tempat, setelah menerima berita yang entah harus dipercaya atau tidak. Namun, "tunggu, aku belum berterima kasih untuk beritamu ini! Kau silahkan memesan minuman, aku akan membayar
Tubuh RK yang tinggi menjulang, di tambah dengan tenaga yang sudah pasti berkali-kali lipat dari dirinya membuat Aira kewalahan dan tidak mampu melepaskan diri."Tuan, tolong jangan seperti ini!" Ucap Aira dengan jantung yang berdebar tidak karuan, karena sentuhan RK."Aira ... Aku rindu," bisik RK dengan nafas yang semakin memburu. Hangat nafasnya yang Aira rasakan membuat tubuh Aira seperti dialiri strom bertegangan tinggi. Tidak dapat dipungkiri, dirinya pun merindukan RK, namun rasa takut dikhianati kembali menekan rasa itu, sehingga sejauh ini, Aira berusaha keras menjauh dari RK. Dan RK seperti suami yang sadar akan kesalahannya, hingga tidak berani mengusik Aira."Tuan, apa kau baik-baik saja? Tolong lepaskan aku!" ujar Aira yang di tanggapi dengan pelukan yang semakin di eratkan."Aku tidak baik-baik saja Aira, aku sudah berusaha tidak mengganggumu, akupun marah karena sikapmu yang menjauhiku, namun aku rindu!" Suara RK semakin serak, menahan gejolak yang begitu kuat didalam
"Kamu pantas Ai, kamu lebih dari pantas! Dan aku ... aku juga cinta sama kamu." gumam RK sembari membuka mata. RK terbangun saat Aira berusaha melepaskan diri dari pelukannya. Malam ini RK dan Aira tidur dengan perasaan bahagia yang membuncah di hati mereka masing-masing. Dan tidak sabar menanti hari esok agar bisa kembali bertemu. "Selamat Pagi Ai, tadi pagi sebelum berangkat, Tuan titip pesan di Ibu, katanya suruh kamu bersiap, jam 11 dia bakalan jemput kamu, untuk berbelanja perlengkapan sekolah Den Bri." Aira terdiam sejenak sambil membatin, "ternyata Dia gak asal ngomong, kirain udah lupa dia, dengan kata-katanya semalam." "Aii, kamu dengerin ibu gak?" tanya Bu'Retno karena melihat Aira melamun setelah mendengar perkataannya. "Dengar Bu, hehhe ...! tapi, apa gak papa Bu? Aira takut!"Bu'Retno tersenyum sambil menangkup wajah cantik Aira, menatapnya dalam-dalam. "Aii, kamu wanita pertama yang pernah diminta Tuan untuk menemaninya keluar, sebelum ini tidak pernah ada wanit
"Woii janda pirang, ngapain kamu disini? Segala ngegandeng tangan laki-laki lain, malu napa!" Ketus seorang wanita yang tiba-tiba saja muncul entah dari mana. Tangan Aira yang ditarik tiba-tiba membuatnya kehilangan keseimbangan, dan terpental hingga hampir terjatuh jikalau RK tidak segera meraih tangannya kembali. "Ai, kamu gak papa? Siapa mereka?" tanya RK geram. Namun, yang di tanya tidak mengeluarkan sepatah katapun, Ia hanya menatap penuh kebencian ke arah dua wanita yang berdiri tepat di hadapannya ini. "Gimana dia mau ngaku! Takut kali, rahasianya terbongkar," ejek salah satu dari kedua wanita itu. "Lagian pria seperti kamu, kok bisa-bisanya jalan di tempat ramai seperti ini sambil ngegandeng janda kek dia? Mending sama aku ajah!" Ucap wanita yang lebih muda. "Ayoo, kita pergi ajah! Pusing kepalaku lama-lama dengerin omong kosong dari dua wanita yang telah mengakibatkan aku kehilangan Putriku," ucap Aira lantang, menanggapi sindiran kedua wanita yang ternyata adalah Tantri
Aira yang terkejut mendengar bunyi pintu di kunci, segera berbalik dan mendapati dua sosok wanita yang sedang berdiri menatapnya sinis. "Ini dia, si janda yang gak tahu diri itu? Cantik juga! Tapi sayang, gak nyadar diri!" ujar dua wanita yang baru masuk dan sengaja mengunci pintu agar tidak ada lagi yang masuk ke sana. "Maaf, kalian siapa yah?" Aira mengeryit bingung, karena tidak mengenali siapa kedua sosok yang mengenakan hoodie, dan kepala yang sengaja di tutup tudung hoodie agar tidak mudah dikenali. "Gak perlu tahu siapa kita, intinya jauhi RK, kalau gak mau is dead!" ancam salah seorang dari mereka. "Tahan Dia!" titah wanita yang berdandan ala anak punk, dengan lipstik hitam menghiasi bibir tipis nya. Aira memicingkan mata, berusaha menelisik wajah kedua wanita itu. Hal yang dirinya sesali, dia tidak membawa handphone, karena di tinggalkan di tas selempang nya yang Ia letakkan di kursi tempat duduk mereka saat beranjak ke toilet. Wanita yang mengenakan masker hitam
"Akkhhh... Lepasin aku Mas, sakit!" Lirih Aira, karena sejak tadi Ivan suaminya, terus saja menghujaninya dengan tindakan kekerasan."Dasar istri tidak berguna, Kayla sakit Karena kamu jadi ibu, gak becus ngurusin anak. Jadi kamu pikirkan ajah sendiri, ngapain nanya ke aku, aku udah cukup pusing tahu!" ujar Ivan sembari mendengus kesal."Tapi aku mau minta ke siapa lagi, Mas? Kamu papanya, kamu juga bertanggung jawab dalam hal ini." Seloroh Aira. "Lagian kok kamu seperti ini Mas, kamu berubah, aku... Akhh!" Aira ditampar hingga terjerembab di lantai. "Ssshh... Sakit Mas, aku gak minta apapun. Aku cuma minta, tolong bayarin biaya operasi Kayla, supaya Dokter bisa ambil tindakan operasinya segera. Kasihan Kayla, Mas! dia nahan sakit karena gak mau kita kepikiran." Lirih Aira, dengan suara parau, sambil memegang pipinya yang memerah karena bekas tamparan Ivan."Arrghhh ... bisa diam gak sih? Kalau gak bisa diam mending kamu keluar deh! Aku pusing ini." Tandas Ivan yang kemudian mengalih
Tangannya terangkat dan perlahan mengelus perut yang sudah tidak ada isinya itu. Hatinya bagaikan teriris-iris. Luka yang semula menganga, kini semakin menganga."Aku memang adalah ibu yang tidak becus!" air matanya perlahan mulai menetes dan membasahi wajah pucatnya.Bagaimana tidak, ia bahkan tidak mengetahui kalau dirinya tengah mengandung. Dia tidak menyadarinya karena beberapa waktu belakangan ini, dirinya sibuk mengurusi Kayla."Suster, berapa usianya?""Janin ibu berusia 6 Minggu!" Aira yang mendengarnya hanya tertunduk sedih. Namun, ia segera teringat akan kondisi Kayla saat ini."Suster, sudah berapa lama aku berada disini?""Ibu sudah terbaring seharian dan sekarang sudah masuk hari baru!"terang suster itu.Aira yang mendengarnya, tersentak dan kaget. Ia ingin segera turun dari tempat tidur, dan menuju ruang ICU untuk menjenguk purti kecilnya, harapan satu-satunya untuk tetap bertahan hidup."Sus, tolong cabut infusnya. Aku baik-baik saja!"ujar Aira."Baiklah, tapi Ibu harus