"Maxime? Kamu mau mengajakku tidur di kamarmu? Terima kasih."
Maxime mendorong Arabel ke ranjang. Dia mengunci pintu kamar rapat-rapat.
"Kamu mau apa, Maxime? Kita sudah resmi suami istri, tapi tidak sekarang kamu melakukan itu padaku."
Maxime tidak menjawab. Dia terus mengikuti keinginannya yang tersulut nafsu. Akhirnya hari itu terjadi. Ini yang kedua kalinya mereka melakukan hubungan sepasang suami istri.
***
Keesokan pagi. Siska berteriak memanggil nama Maxime. Dia mencari-cari putranya yang sudah tidak ada di kamar.
"Maxime, di mana kamu Maxime?" teriak Siska.
Maxime keluar dari kamar pembantu. Siska mengerutkan dahinya. "Kenapa kamu keluar dari kamar pembantu?" tanya Siska.
Tidak lama kemudian Arabel juga keluar. Siska menghela napas dan melipat tangannya di dada. Dia sudah paham apa yang terjadi.
"Kurang ajar. Arabel, kemari kamu!" pinta Siska.
"Iya Mama, ada apa?"
"Jangan panggil saya Mama. Panggil Nyonya," tegas Siska.
"Baik Nyonya."
"Oke bagus. Sekarang, kamu bersihkan rumah ini, ya. Sampai bersih dan wangi. Kamu adalah wanita kotor dan rumah ini jorok karena kamu."
Arabel mengangguk mengiyakan. Siska puas, lalu pergi lagi dari hadapan Arabel.
Bukan nyonya, Arabel malah diperlakukan layaknya pembantu. Setelah tidur di kamar pembantu, sekarang dia mengerjakan semua pekerjaan pembantu rumah tangga. Hidup Arabel sangat penuh luka.
Maxime hanya datang kepadanya jika ada mau saja, lepas dari itu, Maxime tidak akan melirik Arabel dan terang-terangan menelepon wanita lain di depan Arabel.
Tidak tahu seperti apa pernikahan mereka, yang jelas Arabel hanya dikontrak selama sembilan bulan untuk menjadi bagian dari keluarga Frans. Lebih dari itu, dia harus siap diusir dari keluarga Frans dan menjadi wanita biasa. Di satu sisi, Arabel belum menceritakan nasibnya sekarang kepada keluarga di kampungnya. Arabel yakin untuk saat ini tidak ada yang peduli padanya dan mau menganggapnya. Maxime hanya menganggap Arabel istri saat ingin menyalurkan nafsu saja.
"Siapa cewek itu, Maxime?" tanya Arabel curiga.
"Dia adalah wanita yang saya cintai selama ini!" balas Maxime ketus.
Dengan terang-terangan Maxime memberitahu Arabel soal pasangannya. Arabel pun merasa tidak terima di saat dia masih menjadi istri Maxime, justru Maxime malah menjalin kasih dengan wanita lain.
"Aku masih isrti kamu, rasanya tidak pantas kamu berhubungan dengan wanita lain di saat kamu sudah punya istri!" sambung Arabel kembali. Air matanya tidak bisa dia tahan melihat sikap Maxime kepadanya.
Maxime menarik tangan Arabel kasar, "Jangan sampai Mama, Papa tahu tentang masalah ini. Kamu harus terima kalau aku punya wanita simpanan lain. Ingat! kamu hanya istri kontrak saya!" bisik Maxime dengan ancamannya.
Setelah kebahagian Arabel direnggut oleh Maxime, kini dia harus menerima pengkhianatan yang begitu sakit Arabel rasakan. Namun, dia harus menerima semuanya demi anak yang ada di dalam kandungannya.
Sembilan bulan kemudian. Arabel yang sedang mengerjakan pekerjaan rumah, tiba-tiba suara bel rumah berbunyi. Arabel pun segera bergegas membukanya.
"Sayang" Tamu laki-laki yang tiba-tiba datang langsung memeluk Arabel erat. Sontak saja kedatangannya membuat Arabel heran.
Tak lama keluarga Frans keluar dan melihat pelukan itu. Siska yang penuh dengan amarah langsung menghampiri Arabel diikuti oleh Maxime dan Frans.
"Apa-apaan ini! Keterlaluan kamu wanita miskin!" Tamparan keras kembali dilakukan Siska kepada Arabel.
"Setelah kamu menjebak anak saya untuk melakukan hubungan itu, sekarang kamu malah berselingkuh dengan pria lain, dan dengan terang-terangan di rumah saya! Apa maksud kamu? Kamu tidak hanya sekedar wanita kotor, tapi kamu wanita murah!" Hina Siska kembali dengan amarahnya.
Siska menyangka Arabel telah berselingkuh dengan pria lain, mengkhianati anaknya,.Maxime.
"Mah, ini tidak seperti yang Mama pikirkan. Aku tidak tahu siapa dia. Aku nggak ada hubungan apa-apa sama dia. Tolong kalian percaya," jelas Arabel.
"Halah! Wanita murah dan kotor sepertimu tidak layak untuk menjadi bagian dari keluarga Frans!" Siska mendorong Arabel hingga terjatuh.
Arabel pun mengerang kesakitan, "Tolong ... sakit...."
Bi Sumi, pembantu rumah tangga langsung menghampiri Arabel, "Nyonya, sepertinya Nona Arabel hendak melahirkan,"
"Kamu urus saja. Saya tidak peduli."
Pembantu rumah tangga Siska heran.
"Tapi kalau terjadi sesuatu kepada Nona Arabel, bagaimana Nyonya? Ini tentang nyawa ibu dan anaknya."
Siska tidak peduli. Dia menyerahkan tugas ini kepada pembantunya untuk mengurus Arabel.
"Akhirnya rencana saya berhasil untuk menuduh Arabel berselingkuh dengan pria lain. Saya lakukan itu karena untuk menutupi hubungan saya dengan wanita lain. Tidak ada alasan lagi untuk segera menceraikan Arabel dan menikah dengan Maura!" batin Maxime. Ternyata, Maxime di balik kerusuhan itu.
Bi Sumi kemudian memapah Arabel menuju garasi mobil. Pembantu meminta tolong kepada sopir, untuk menghantar Arabel ke rumah sakit.
Sesampainya di rumah sakit, sopir langsung memanggil petugas untuk membawa brankar. Arabel langsung dinaikkan ke atas brankar dan didorong menuju ke ruang persalinan.
"Keluarga pasien silahkan menunggu di luar. Biar kami yang menangani proses kelahirannya."
Pembantu dan sopir setia menunggu. Mereka duduk di kursi dan sangat khawatir. Di satu sisi, mereka masih tidak habis pikir dengan reaksi Siska. Harusnya seorang mama tidak tega melihat menantunya kesakitan hendak melahirkan. Bagaimanapun anak Arabel adalah cucu kandungnya.
Tangisan bayi memecah rasa khawatir pembantu dan sopir. Mereka lega mendengar suara itu. Bayi yang ditunggu-tunggu telah lahir ke dunia.
***
Malam harinya, kamar rawat Arabel kedatangan tamu. Ternyata itu adalah Siska dan Frans. Mereka datang dengan sikap yang sombong, bukan seperti menjenguk cucunya.
"Di mana lelaki selingkuhan kamu itu? Kenapa dia tidak menemani persalinan?" Sindir Siska dengan wajah angkuhnya.
"Yang aku tunggu adalah kedatangan suamiku, Maxime. Di mana dia? Kenapa dia tidak datang untuk menjenguk anaknya?' tanya Arabel dengan bingung.
"Untuk apa kamu cari anak saya? Wanita murah dan kotor sepertimu tidak pantas memanggil anak saya dengan sebutan suami. Apa jangan-jangan anak ini adalah hasil dari perselingkuhan kamu dengan pria tadi?" Siksa kembali menuduh, membuat Arabel geram. Namun, dia harus menahan semuanya.
"Tolong tanda tangani ini." Frans menyerahkan selembar kertas kepada Arabel.
Pembantu dan sopir diminta pulang oleh Siska, karena Arabel sudah ada yang menemani.
"Apa ini, Papa?" Arabel membaca surat itu dan syok melihat pernyataannya.
"Apa-apaan ini, Mama, Papa? Haruskah sekarang aku bercerai dengan Maxime?" tanya Arabel sambil menangis.
Siska mengatakan sudah tidak ada alasan untuk menahan, ini sudah sembilan bulan lamanya dan sesuai perjanjian awal, Arabel harus meninggalkan Maxime ketika anaknya lahir.
"Ingat janjimu. Kamu bukan bagian dari keluarga Frans lagi setelah anak ini lahir. Mengerti?"
"Kamu wanita kotor tidak pantas untuk saya! Kamu mengkhianati Maxime dengan berselingkuh dengan pria lain. Saya tidak sudi kamu menjadi menantu saya!" tambah Siska dengan hinaannya kepada Arabel.
Arabel menggeleng tidak rela. Dia masih membaca isi surat itu dan tambah terkejutnya dia, saat ada pernyataan bahwa anak yang dilahirkan Arabel akan menjadi hak milik keluarga Frans dan Arabel tidak berhak menentang.
"Sekarang anak ini jadi milik keluarga saya. Kamu bukan siapa-siapa lagi untuk keluarga kami," kata Siska.
Siska mengeluarkan uang dari dalam tas besarnya dan menyerahkan kepada Arabel.
"Ini uang 1 milyar, saya rasa cukup untuk menghidupimu. Jangan pernah kembali untuk menemui Maxime, apa lagi mengambil anak ini dari kami. Paham?"
Arabel tersenyum miring, dia membuang uang itu di hadapan Siska.
"Maaf Mama, aku tidak perlu uang ini. Aku menyayangi anakku, tidak peduli jika Maxime tak mau mengakui aku dan anaknya."
Siska balas tersenyum. Dia mengingatkan jika Arabel tidak boleh main-main dengannya.
"Ambil uang ini atau nyawamu akan terancam? Lihat anakmu, dia tidak akan bisa bertemu denganmu lagi selamanya."
Arabel menangis. Dia dilema oleh keadaan yang membingungkan. Jika dia mati, maka anaknya tidak bisa lagi mendapat kasih sayangnya. Keputusan Arabel bulat, dia melepaskan anaknya dan berjanji akan datang kembali untuk merebut hak anaknya lagi.***Di lain tempat, Maxime masih asyik bermesraan dengan wanita muda. Rambutnya panjang, kulitnya putih. Secara keseluruhan, wanita itu lebih seksi dari Arabel."Kapan kamu mau nikahi aku, Sayang?" tanya wanita tersebut."Gimana kalau bulan depan? Aku diskusikan dulu kepada mama dan papaku," balas Maxime."Aku tunggu ya Sayang, aku sudah tidak sabar menjadi bagian dari keluargamu."Wanita itu bergelayut manja di pelukan Maxime. Siapa sangka jika dia adalah Laura, adiknya Arabel.***Satu bulan berlalu dan selama ini Arabel masih memantau keluarga Maxime dalam diam dan dari kejauhan. Dia menyewa rumah di dekat kompleks perumahan keluarga Frans, tetapi tidak ada satu orang yang tahu menahu bahwa Arabel ada di sana. Selama ini juga dia melihat perk
“Saya tidak akan melupakan perjanjian itu, Nyonya Siska. Yang saya inginkan hanyalah bertemu dengan anak saya dan melindunginya dari ular berbisa.” Sebagai tanggapan, Arabel melontarkan sindiran kepada Maura. Dia memusatkan pandangannya pada Maura, membuatnya goyah.Apa yang diucapkan Arabel membuat keluarga Frans bingung."Tolong ijinkan aku tinggal di sini beberapa hari agar keinginanku bertemu anakku bisa terwujud! Aku bersumpah, setelah itu, aku akan pergi," Arabel memohon pada keluarga Maxime."Jangan biarkan dia tinggal di sini, sayang. Aku tidak ingin dia merusak kebahagiaan kita sebagai pengantin baru." Menanggapi hal tersebut, Maura tampak ketakutan karena Arabel akan tetap berada di kediaman Maxime."Maura, kamu harus yakin saya tidak akan mengganggu rumah tangga kamu. Yang saya inginkan hanyalah berada di dekat anak saya. Karena Prince adalah putraku, kamu tidak punya hak untuk mencegahku menemuinya." Menanggapi pernyataan Maura, Arabel membalas.Siska menghela nafas panjan
Nawang sangat terkejut melihat putri keduanya ada di tengah-tengah keluarga angkuh itu. Maura tidak ingin jika orang lain tahu Nawang adalah Ibu kandungnya, dia pun segera bergegas pergi untuk menghindar. "Tunggu, Maura!" Panggil Arabel. Maura pun menghentikan langkahnya. "Mau ke mana kamu? Kenapa kamu terlihat panik dan seperti menghindar? Kamu takut dengan siapa wanita yang ada dihadapan kamu?" timpal Arabel kembali. Maura memasang wajah kesal, ketika Arabel coba membongkar rahasianya. "Pak polisi, tolong bawa wanita ini. Dia bersalah! Tunggu apalagi? Cepat bawa!" pinta Maura kepada kawanan polisi. Maura tidak ingin semua orang curiga hingga dia kembali menghindar dan menjauh dari Nawang. Nawang pun semakin heran, mengapa Maura bersikap seperti tidak mengenalinya. "Tolong lepaskan anak saya, dia tidak bersalah. Nyonya yang terhormat, tolong jangan bawa anak saya, saya yakin ini hanya salah paham!" ucap Nawang memohon kepada Siska. Namun, Siska tetap kekeh untuk memb
Secangkir kopi hitam untuk Maxime yang dibawa Bi sumi pun sengaja di tumpahkan ke berkas warisan itu. "Aduh! Maaf, Non, Tuan Maxime saya tidak sengaja," ucap Bi Sumi usai menumpahkan minuman tersebut. "Gimana sih, Bi! Kalau jalan tuh liat-liat dong! Bibi tau nggak, itu berkas penting yang akan saya tandatangani. Jadi kotor kan sekarang!" gerutu Maura kesal. Rencana untuk mendapatkan warisan pun gagal kembali. Satu langkah untuk mendapatkan warisan itu akhirnya sirna. "Ada apa ini ribut-ribut?" sahut Frans dan Siska menghampiri Maura dan Maxime di kamar. "Papa! Liat nih ulah pembantu kita, dia numpahin minuman di surat warisan ini! Pah, aku mau Papa sama Mama pecat dia!" Maura mengadu. Mendengar ucapan Maura membuat Bi sumi tercengang. Dia tidak ingin keluar dari rumah keluarga Frans, karena Bi Sumi di beri amanat oleh Arabel untuk selalu menjaga Prince dari jahatnya Maura. "Tuan, Nyonya, ampuni saya. Saya minta maaf nggih, saya nggak sengaja numpahin kopi itu. Tolong jangan pec
Keesokan paginya, sebelum matahari terbit. Arabel terbangun lebih dulu dibandingkan Maxime yang masih tidur nyenyak. Wanita itu merasa ada yang aneh dari dirinya. Arabel perlahan mulai sadar saat selimut yang menutupi setengah tubuhnya terbuka. Dia melihat pakaian yang dikenakan sudah berantakan."Astaga! Apa yang terjadi padaku?" ucap Arabel keras. Hal itu membangunkan Maxime yang masih pulas."Maxime, apa yang terjadi? Kenapa...?"Maxime ikut terkejut. Lelaki itu sudah sedikit terbuka. Kancing kemejanya tidak terpasang lagi."Apa yang sudah kita lakukan, Arabel?" lanjut Maxime yang memutar pertanyaan Arabel.Seprei ranjang sudah berantakan, beberapa pakaian mereka tergeletak berserakan di sana. Ada noda darah di atas sprei berwarna putih dan membuat Arabel teriak."Maxime, ini tidak mungkin terjadi!" teriaknya.Maxime meletakkan tangannya di kepala dan terdiam tanpa kata. Pandangannya lurus ke depan, matanya seperti penuh penyesalan. Dia berpikir, mengapa melakukan semua ini kepada
Maxime terima beres. Dia hanya diam dan menunggu jawaban mama serta papanya."Besok kamu dan Maxime akan menikah. Kamu menginap malam ini di sini, karena besok adalah hari bahagia yang ditunggu-tunggu."Arabel melebarkan matanya. Dia senang mendengar jawaban Siska yang dari awal sangat diharapkannya."Apakah Nyonya serius? Tuan serius?" tanya Arabel.Siska tersenyum miring. Dia melipat tangannya di dada, kemudian melangkah ke arah jendela."Kamu akan menikah dengan putra saya, putra semata wayang keluarga Frans yang kaya raya. Tapi, ada syaratnya."Arabel mengerutkan keningnya. Senyumnya hilang."Syarat apa itu, Nyonya?" tanya Arabel dengan polos."Pernikahan kontrak. Ya, pernikahan itu hanya akan berjalan selama kurang lebih sembilan bulan, sampai anak itu lahir ke dunia. Setelah anak dalam kandunganmu lahir, maka status pernikahanmu dengan Maxime akan cerai. Kamu tidak perlu khawatir, karena semua urusannya akan ada di bawah naungan saya. Terima kasih.""Pernikahan itu sakral! Tidak