"Bulan ini memang sudah terlambat satu Minggu, Bi. Apa mungkin?" Indah menggigit bibirnya."Cek saja supaya pasti, Neng." Bi Ijah dan Ibu saling melempar senyum.Sandy masuk ke kamar setelah menerima sebuah panggilan telepon. "Sayang, aku harus ke kantor, karena ada pertemuan dengan klien yang gak bisa ditunda." Wajah Sandy masih terlihat sangat cemas."Mas pergi saja. Aku gak apa-apa, Mas. Tapi nanti pulang kerja tolong beli alat tes kehamilan, ya!" pinta Indah.Sandy tercengang mendengar permintaan Indah. Apalagi ketika ia melihat Ibu Indah dan Bi Ijah malah berwajah ceria dan tersenyum penuh arti."Maksudnya Indah hamil, Bu, Bi?" tanya Sandy."Ada kemungkinan Nak, karena tanggal menstruasi Indah sudah terlewat." Ibu Indah memberi penjelasan."Ah, sungguh? Aku senang sekali kalau memang ini gejala kehamilan, Sayang." Sandy menggenggam erat tangan Indah."Belum pasti, kita harus memeriksanya dulu, Mas," ujar Indah."Iya, Sayang. Kalau begitu sekarang juga aku akan membeli alat tes k
"Bagaimana, Dok?" tanya Sandy."Ini sudah ada kantung kehamilan, tapi janin belum terlihat. Mungkin usia kehamilannya masih terlalu kecil saat ini. Nanti saya beri vitamin dan suplemen untuk Ibu. Kita akan periksa kembali bulan depan, ya." Dokter itu menulis resep untuk Indah."Jadi istri saya benar sedang hamil, Dok?" Sandy tidak sabar untuk mendengar pernyataan dokter itu."Iya, Pak. Tapi kita akan pastikan bulan depan, apakah janin itu berkembang dengan baik atau tidak. Kita berdoa saja, supaya Ibu sehat dan calon anak ini bertumbuh dengan baik." Dokter itu menyerahkan kertas resep pada Sandy."Wah, terimakasih banyak, Dokter."Indah dan Sandy meninggalkan ruangan itu dengan gembira. Sambil menunggu obat, Sandy langsung menghubungi mamanya."Halo, Ma, Indah hamil. Kami baru saja periksa di rumah sakit.""Wah, Mama mau punya cucu? Selamat ya, Sayang. Ingatkan Indah untuk menjaga kesehatan, supaya cucu mama itu tumbuh sehat dan kuat. Mama besok ke rumah kalian, ya." Sandy tersenyum
Setelah pulang dari rumah sakit, Aryo terpaksa membawa ibunya pulang ke rumahnya untuk sementara waktu. Aryo tidak sampai hati membiarkan ibunya tinggal sendirian di rumah selama kondisi tubuhnya belum pulih.Awalnya Tania tentu menolak keputusan Aryo itu. Tapi kali ini Aryo tidak peduli dengan kemarahan istrinya itu."Bu, diminum dulu obatnya!" kata Aryo setelah selesai menyuapi ibunya.Aryo mengambil plastik hitam berisi beberapa obat yang diresepkan oleh dokter sebelum ibu pulang dari rumah sakit. Aryo tertegun, besok obat itu sudah habis, itu artinya ibunya harus kembali memeriksakan diri ke dokter.Ibu Aryo menerima beberapa pil dari tangan Aryo dan menelannya. Setelah itu ia minum seteguk air dan kembali berbaring."Besok kita kontrol lagi ke dokter, Bu. Kata dokter Ibu harus terus minum obatnya. Ini obat Ibu sudah habis." Aryo menyelimuti ibunya."Uang dari mana, Nak? Ibu sudah lebih sehat sekarang. Kita gak perlu ke dokter lagi.""Ibu tenang saja, uangnya ada koq. Yang penting
Aryo dan ibunya tiba di rumah. Aryo mengangkat tubuh ringkih itu ke kasur."Aryo, tolong bawa Arinna dan Charles kemari!" pinta ibunya lagi.Permintaan ibunya yang sedang sakit itu membuat Aryo merasa gundah."Mana mungkin Indah mau datang kemari?" Aryo berbicara sendiri sambil mendaratkan pantatnya di sofa."Ada apa, Mas? Kalau aku gak salah dengar, kamu menyebut nama mantan istrimu?" Tania mengerutkan keningnya.Aryo awalnya enggan menjawab, tetapi ia melihat Tania sangat serius dan tidak berhenti mendesaknya."Ibu ingin bertemu dengan cucunya." Mata Tania berbinar. "Dengan Cahaya?""Bukan, ibu kangen sama Arinna dan Charles," jawab Aryo."Apa?! Pasti itu alasanmu saja, Mas! Kamu yang mau bertemu dengan Indah, kan? Ibu juga gak pernah menganggap Cahaya sebagai cucu kandungnya," cecar Tania."Kenapa menuduhku seperti itu? Aku sama sekali gak punya keinginan untuk bertemu dengan Indah. Kalau kamu gak percaya, tanyakan sendiri sama ibu.""Ah alasan saja! Kemarin kamu bilang membenci I
"Aku akan pikirkan, Mas. Sekarang pergi dari sini dan jangan membuat keributan! Atau aku akan memanggil petugas keamanan untuk mengusirmu!" seru Indah."Aku tunggu kamu dan anak-anak di rumahku, Indah. Sepuluh menit pun gak masalah, yang penting ibuku bisa berjumpa dengan cucunya. Aku takut, ini adalah keinginan terakhir ibu. Aku akan merasa sangat berdosa kalau gak bisa mewujudkannya." Mata Aryo mulai berkaca-kaca.Indah menghela nafas panjang, ia melihat punggung Aryo menjauh meninggalkan restoran itu.Indah kembali ke ruang kerjanya dan duduk di kursinya. Namun perkataan Aryo terus terngiang di benaknya. Walaupun Aryo dan mantan mertuanya itu telah bersikap buruk padanya, tetapi Indah merasa tidak sampai hati.Sandy baru saja tiba dari kantor dan masuk ke ruangan Indah. Ia melihat istrinya itu sedang termenung memikirkan sesuatu."Sayang, kenapa melamun? Kata karyawan tadi Aryo datang kemari? Mau apa dia? Apa dia mengganggu atau menyakiti kamu lagi?"Indah mengangkat wajahnya menat
"Sudah siap, Sayang?" tanya Sandy sambil memeluk Indah dari belakang."Iya, Mas. Aku sudah gak sabar melihat calon anak kita. Pasti dia sudah bertumbuh lebih besar." Indah mengusap perutnya yang masih rata.Pagi itu mereka akan memeriksa kembali kandungan Indah ke dokter. Indah sudah sangat menantikan momen berharga itu. Ia masih ingat benar, dulu saat mengandung Arinna dan Charles, Indah tidak bisa memeriksakan kehamilannya secara rutin. Indah hanya datang ke puskesmas saat awal kehamilan dan ketika usia kehamilannya sudah memasuki trimester ketiga."Ayo berangkat, Mas!" Indah mengambil tasnya dan sekali lagi menatap pantulan dirinya di cermin.Sandy sengaja meluangkan waktunya pagi itu untuk mengantar Indah ke dokter. Rencananya setelah periksa dan mengantar Indah kembali ke rumah, Sandy akan berangkat ke kantornya. Sandy menyetir mobilnya dengan hati-hati menuju rumah sakit itu.Indah mendaftar dan mengambil nomor antrian. Setelah itu ia dan Sandy duduk di kursi yang tersedia sambi
Pagi itu Indah bangun dan segera mandi. Sebenarnya semalam ia sama sekali tidak dapat tidur walau sesaat. Ia berbaring di tempat tidur dan berpura-pura menutup matanya ketika Sandy belum tidur. Namun setelah Indah mendengar dengkuran Sandy, ia membuka matanya dan berbalik badan. Ia menangis dalam diam sampai pagi menjelang.Sandy sudah berangkat untuk menjemput Ibu Indah di rumahnya. Ibu Indah akan menemani Arinna dan Charles di rumah selama Indah di rumah sakit."Indah.." Ibu Indah yang baru tiba masuk ke dalam kamar dan langsung memeluk Indah. Sandy sudah menceritakan semua yang terjadi pada Ibu Indah dan Bu Ratna.Indah memeluk ibunya dan tanpa ia sadari air matanya mengalir lagi."Ibu," bisik Indah."Sabar, Nak. Kamu harus kuat." Ibu Indah mengusap punggung Indah."Iya, Bu. Titip anak-anak selama Indah di rumah sakit, ya Bu. Besok pagi Indah sudah bisa pulang.""Iya, Nak. Jangan sedih terus! Ikhlaskan saja, Nak." Ibu Indah melepaskan pelukannya dan menghapus air mata putrinya.Ind
Aryo berhasil menemukan jejak Daisy, pacar pertama Sandy. Daisy baru beberapa bulan pulang dari Australia. Ia tinggal di Jakarta dan belum menikah.Dengan bantuan seorang mantan karyawan yang sakit hati pada Sandy, Aryo berhasil mengetahui beberapa hal penting mengenai Daisy. Aryo membulatkan tekad untuk menemui gadis yang hanya pernah dilihatnya melalui foto itu.Dengan uang seadanya, Aryo tiba di Jakarta. Sesampainya di terminal bus, ia singgah sebentar di SPBU untuk mandi dan sarapan di warung kecil.Ia tersenyum licik sambil menggenggam secarik kertas bertuliskan alamat rumah dan kantor Daisy. Dari nama komplek perumahannya saja, Aryo sudah bisa mengetahui bahwa Daisy memang berasal dari keluarga kaya dan berkelas.Aryo segera menuju ke rumah Daisy. Jika ia ingin menemui gadis itu di kantor, maka akan semakin sulit baginya. Daisy mungkin akan menolak bertemu dengan orang yang sama sekali tidak ia kenal sebelumnya.Tepat seperti dugaan Aryo, ia sampai di depan sebuah rumah yang bag