"Oh my God! Bagaimana bisa aku lupa kalo aku sedang berdua bersamanya?" gumam batin natasha.Darren menunduk. Tegakkan salivanya mengalir dengan paksa ketika melihat gembulan dua bukit kembar milik natasha yang terlihat begitu jelas. Alih-alih tak mau hasrat birahinya memuncak, Darren berpaling menatap wajah cantik yang di miliki kekasih enam bulannya itu."Tenang natasha tenang! Kamu tak boleh grogi. Semakin kamu grogi, dia akan menertawakanmu habis-habisan. Dan, takutnya dalam kontrak itu juga tertulis di larang menggoda! Ahhh, bisa-bisa aku akan ganti rugi lagi," gerutu batin natasha menerka-nerka. Bulu mata natasha tak berhenti mengerjap. Senyumnya mengembang dan mencoba menghilangkan rasa malu yang sempat tertahan."Apa kamu berusaha menggodaku?" Pertanyaan Darren seketika membuat senyum manisnya memudar. "Tidak. Siapa yang menggodamu. Hanya saja, aku lupa kalo kita tinggal bersama," kata natasha mengerucutkan bibir mungilnya. Dengan cepat, ia mencoba menegakkan tubuhnya. Beru
"Ada apa dengannya? Kenapa hari ini, dia memperlakukanku layaknya seorang ratu? Lantas, Kenapa tiba-tiba dia memanggilku 'Amora'?" batin natasha bertanya.Sejenak, bibirnya merapat. Jemari tangannya perlahan memegang kening yang mendapat kecupan hangat dari atasannya tersebut. Kecupan itu terasa masih membekas hingga membuat ritme degupan jantungnya kian tak beraturan. Berbalik meraih guling sembari tersenyum meluapkan rasa bahagia yang tak tertahankan.Seketika, senyum Natasha memudar. Bibirnya merapat saat merasakan perasaan aneh dalam dirinya. Perasaan yang seharusnya tak boleh terjadi dalam isi kontrak yang telah ia tandatangani bersama Darren."Fix, aku benar-benar jatuh cinta padanya. Bahkan, rasa ini begitu besar melebihi diriku sendiri. Akan tetapi, bagaimana konsekuensinya jika dia tau dengan apa yang aku rasakan? Bisa-bisa, aku akan hidup di kelilingi dengan hutang. Huft!" kata Natasha menghela nafas panjang."Andai saja kontrak itu tak ada, sudah pasti aku akan mengungkapk
Sepuluh kali lipat? Natasha seakan tak mampu menegak salivanya sendiri."Saya membeli jam tangan itu dengan harga awal dua juta. Jika sepuluh kali lipat berarti menjadi dua puluh juta. Itu kalo kakak mau, sih!" cakap lelaki itu tersenyum tipis."Dua puluh juta? Huft, uangku saja tinggal lima juta. Lalu, darimana aku mendapatkan sisanya lagi?" batin natasha bertanya. Bibirnya merapat. Lentik indah bulu matanya tak berhenti mengerjap sembari berpikir sejenak."Haruskah aku meminjam uang padanya lagi?" Natasha yang teringat mempunyai boss yang sangat mungkin membantunya untuk mendapatkan jam tangan itu kembali."Bagaimana, Kak? Kalo iya kakak bisa transfer sekarang dan kalo kakak berubah pikiran juga tak mengapa."Natasha mendongak. Dengan santai, ia menyetujui harga yang mereka lontarkan kepadanya."Iya. Tapi, saya hubungi tunangan saya dulu, ya. Kebetulan, uang saya tak cukup!" acap natasha.Selesai mandi, Darren mengerling saat membuka benda layar pipih yang merupakan benda penting d
Darren menyeringai. Ia tak menyangka jika Natasha sangat memperjuangkan benda yang telah ia berikan."Setelah apa yang kamu lakukan dengan apa yang pernah aku berikan padamu, aku semakin yakin untuk membawamu ke tahap yang lebih serius!" kata batin Darren senang."Apa ada cerita di balik jam tangan itu?" tanya Darren mencoba ingin tau jawaban yang akan di berikan oleh natasha."Iya. Dulu, waktu kecil aku di beri jam tangan ini oleh pangeran kecilku," ucap natasha."Pangeran kecil?""Heem. Dia itu my first love. Dan semoga saja sebelum aku menikah nanti, kami sudah di pertemukan kembali," harap Natasha tersenyum tipis."Jika kamu bertemu dengannya, apa yang akan kamu lakukan?" "Yang pasti aku akan memeluknya dengan erat. Meskipun, dia sedang bersama kekasih atau istrinya, aku tak peduli," kata natasha yang seketika membuat tubuh Darren meremang menahan rasa bahagia yang tiada tara."Jangan seperti itu! Tak baik memeluk lelaki yang sudah mempunyai istri ataupun kekasih," ucap darren se
Udara pagi terasa menyejukkan. Kabut tebal mulai memudar saat sang surya menampakkan cahayanya. Agatha menggeliat. Dua bola matanya terbelalak saat melihat dirinya terbaring bersama Devan. Lelaki yang pernah menolongnya dan di jadikannya sebagai paman pelindungnya.GlekTenggorokannya tercekat. Menatap tajam ke arah lelaki yang seharusnya menjadi partner dalam menjalankan misinya."Oh my God! Apa yang aku lakukan bersamanya?" tanya Agatha memukul keningnya. Pengaruh minuman alkohol yang berlebihan membuat kepalanya terasa sangat berat.FlashbackAgatha duduk di pangkuan Devan. Meluapkan masalah yang datang sembari meminum minuman keras yang tersaji di depan mereka."Paman, aku lihat-lihat paman itu ganteng juga. Malah lebih tampan dari kak Darren," ucap Agatha melingkarkan kedua tangannya tepat di leher Devan.Devan menyeringai. Jemari tangannya dengan lembut membelai rambut panjang terurai yang di miliki Agatha. Terlihat begitu cantik dan imut. "Bukankah aku sudah bilang padamu, kal
"Jangan-jangan, wanita itu ...," gegas Darren berlari mengikuti staff keamanan yang menuju tempat kejadian. Sejenak, Darren bernafas lega melihat korban tenggelam itu bukanlah natasha. "Syukurlah, bukan dia," gumam batin Darren menghela nafas panjang. Sesaat, pandangan matanya beralih ke arah beberapa orang yang berada di ujung kolam renang satunya. Sosok wanita mengenakan kimono putih berkaca mata hitam yang sangat mirip dengan Natasha."Mas Darren!" Suara natasha seketika membuat Darren menoleh. Sudut bibirnya mengembang dan berlari memeluk erat tubuh langsing yang di miliki tunangannya tersebut.Lentik indah bulu mata natasha tak berhenti mengerjap. Bibirnya merapat mengimbangi rasa tak karuan yang datang menghampiri. Pelukan erat yang sungguh terasa sangat berbeda dari biasanya."Mas, kenapa ...," ucap natasha terhenti."Aku takut kehilanganmu!" kata Darren yang membuat natasha tercekat seketika. Perkataan sekaligus pernyataan yang telah melanggar kontrak mereka berdua.Darren
Natasha mendongak menatap ke arah mall yang berdiri kokoh di hadapannya. Sebuah perusahaan yang mungkin bisa menerimanya untuk bekerja."Semoga saja aku mendapatkan pekerjaan di sini. Entah itu menjadi apa, aku akan menerimanya. Meskipun gajinya sedikit sekalipun, tak apa. Yang penting aku mempunyai pemasukan untuk makan sehari-hari. Sungguh, rasanya sangat lelah tubuhku ini, hampir satu minggu mencari pekerjaan, tak ada satupun perusahaan yang mau menerimaku. Apalagi, uangku sudah menipis," gumam batin natasha seraya mengerucutkan bibirnya.HuftHelaan nafas mulai keluar dari hidung dan mulutnya. Sudut bibirnya mengembang dan mulai melangkah memasuki mall tersebut."Semangat natasha semangat! Kamu pasti di terima!" ucap Natasha mengepalkan tangannya untuk menyemangati dirinya sendiri.Sesaat, langkah kakinya terhenti ketika melihat lelaki yang begitu tak asing baginya. "Bukankah itu om Angga?" Natasha berjalan mendekat. Memastikan orang berseragam serba hitam itu pamannya atau bukan
Satu bulan kemudianKring ... Kring ...Dengan mata yang masih terpejam, Natasha meraih jam weker yang masih berbunyi tepat di sampingnya. Sejenak, dua bola matanya menyipit melihat arah jarum jam yang menunjukkan pukul 06.30 WIB. Waktu dimana ia harus pergi bekerja satu jam lagi."Hah! Rasanya lelah sekali!" Dua bola matanya mengerjap sembari menghela nafas panjang. Seakan mengumpulkan tenaga yang telah hilang akibat mimpi yang datang. "Huft! Rasanya tulangku remuk semua. Ternyata begini rasanya menjadi seorang security. Aku kira hanya duduk manis sambil melihat orang-orang belanja. Ternyata tidak!" gumam Natasha seraya merapatkan bibirnya."Tapi, seru juga sih! Setiap kali ada pencuri, tangan dan kakiku seakan tak mau diam untuk menghajarnya. Seperti yang ada di film-film," ucap natasha tersenyum senang. Ia mulai berbalik meraih guling, mendekap dan menatap ke arah boneka kecil yang terpajang di atas meja. Sebuah boneka yang telah menjadi saksi bisu perjuangan hidupnya. Sesaat, ia