Senang hati Suro Joyo karena sudah berada di Perguruan Tepaswaja. Susah payah dia datang dari jarak yang sangat jauh, kini telah sampai tanah tujuan. Jauh-jauh dia datang ke pulau ini, sekarang sudah sampai tempat Lakseta menggembleng murid-muridnya.Selama perjalanan memasuki areal Perguruan Tepaswaja, Suro Joyo belum mengemukakan maksud kedatangannya ke Perguruan Tepaswaja. Umpama Suro Joyo tanpa mengatakannya pun, Lakseta tentu sudah tahu. Dulu keinginannya ini sudah pernah disampaikan kepada Lakseta.Sementara waktu cerita beralih ke Pulau Sapit Yuyu. Sebuah pulau berbentuk setengah lingkaran yang bentuknya mirip penjepit yang dimiliki ketam atau udang. Di pulau tersebut dihuni Ponggewiso dan kekasihnya yang bernama Lasih Manari, serta ratusan anak buahnya. Anak buah Ponggewiso adalah orang-orang yang berlatar belakang buruk. Ada yang pernah jadi pencuri, ada yang pernah jadi perampok, ada nada pula pelarian dari sebuah wilayah kerajaan karena pernah melakukan suatu kejahatan.Di
“Aku mesti ke Pelabuhan Atri,” gumam Kowara. “Tak ada gunanya singgah di Pulau Sapit Yuyu. Tak ada gunanya ketemu Ponggewiso dan Lasih Manari.”Sebenarnya Ponggewiso dan Lasih Manari pendekar yang mempunyai ilmu silat tinggi dan mampu menggunakan berbagai macam senjata. Kowara bisa belajar banyak ilmu kepada sepasang pendekar hebat itu. Namun Kowara menyadari bahwa mereka sepasang pendekar yang suka merompak kapal dagang yang lewat di Selat Utara.Kowara mendengar kabar dari teman-teman bahwa Ponggewiso, Lasih Manari, dan anak buah mereka suka merampok kapal dagang di tengah laut. Banyak pedagang atau pun masyarakat pada umumnya yang menjadi korban perbuatan jahat Ponggewiso dan anak buahnya. Perilaku mereka yang mencelakakan banyak orang itu yang kurang disukai Kowara.“Kalau aku terlihat akrab dengan Ponggewiso dan Lasih Manari, diriku bisa rugi,” kata Kowara pada diri sendiri. “Aku bisa dijauhi teman-teman, di antaranya sesama pedagang. Aku juga bisa dijauhi teman-teman lain yang p
Tiga orang yang mengenakan pakaian serba hitam tidak menghiraukan teriakan Kowara. Mereka tidak mengindahkan ancaman yang dilontarkan Kowara. Yang ada di benak mereka adalah lari dan terus lari. Ruanya mereka menyadari bahwa Kowara bukan pendekar sembarangan. Dengan kelihaiaannya, ketika dilempari senjata beracun, bisa membalikkan senjata tersebut, sehingga menewaskan satu dari orang yang berniat jahat pada Kowara. Dari gerakan Kowara tadi bisa diketahui bahwa kemampuan Kowara tidak diragukan lagi. Kowara bisa membunuh lawan dengan senjata yang dilemparkan lawan tersebut. Kalau tiga orang itu tidak lari, bisa mati di tangan Kowara. “Gila…, mereka bisa lari sekencang ini,” gumam Kowara. “Aku akan berlari lebih kencang lagi supaya bisa mengejar mereka. Aku mesti tahu siapa mereka dan apa yang menyebabkan mereka ingin membunuhku.” Kowara merasa gusar. Dia merasa penasaran. Apa mereka ingin membunuhku atas keinginan sendiri ataukah disuruh orang lain? Begitu pertanyaan berkecamuk dalam
Beberapa saat Suro Joyo masih termenung. Dia merasa senang atas semangat yang ditunjukkan masyarakat. Para penduduk setempat terlihat punya tekad kuat untuk ikut terlibat. Mereka berani maju untuk bertempur melawan para bajak laut yang telah menculik para gadis. Suro Joyo sebagai seorang laki-laki menyadari bahwa para penduduk merasa diinjak-injak harga dirinya. Mereka merasa disepelekan oleh gerombolan perompak. Para perompak itu seolah-olah merasa tidak ada yang bisa menandingi. Para bajak laut seolah-olah merendahkan kemampuan para penduduk yang dekat dengan pelabuhan itu. Namun di sisi lain, Suro Joyo juga bertanya-tanya dalam hati. Apakah para penduduk yang berada di Desa Glagah itu mempunyai ilmu silat untuk menghadapi para bajak laut? Apakah mereka kemampuan yang bisa diandalkan ketika bertempur melawan gerombolan bajak laut yang ganas dan tidak mengenal belas kasihan? Sebelum Puguh sebagai kepala desa menggerakkan warganya untuk menggempur gerombolan bajak laut, Suro Joyo in
Lakseta memandangi Suro Joyo disertai perasaan heran. Dalam pemikiran Lakseta, berenang adalah cara satu-satunya untuk mengejar para penculik. Tidak ada cara lain. Mungkin ada cara lain, tetapi tidak masuk akal. Terbang! Itu cara mengejar penculik selain berenang menuju kapal para penculik. Namun tidak mungkin dilakukan karena Suro Joyo tidak bisa terbang.“Bertindak?” tanya Lakseta tak bisa menutupi keheranannya. “Apa yang akan kamu lakukan kalau tidak berenang?”“Iya. Kalau kamu berenang untuk menuju kapal layar mereka, maka kamu bisa dicincang habis sama mereka! Ingat, mereka itu kalau sudah berhadapan dengan orang yang memusuhinya, bisa berubah seperti binatang. Ganas dan tak berperikemanusiaan.”Lakseta mengangguk-angguk tanda setuju atas pernyataan Suro Joyo. Lakseta membenarkan perkataan Suro Joyo. Lakseta mengakui bahwa yang dikatakan Suro Joyo tidak salah sama sekali. Namun dia penasaran tentang apa yang akan dilakukan Suro Joyo untuk mengejar para penculik selain dengan bere
Beberapa saat Suro Joyo masih asyik dengan diri sendiri. Dia diam-diam terpesona pada kecantikan Layung. Pertanyaan dari Lakseta seolah-olah tidak didengarnya. Ya…, seolah-olah, artinya sebenarnya dirinya tidak mendengar, tetapi pertanyaan dari Lakseta sepertinya tidak didengar. Sebenarnya Suro Joyo mendengar, tetapi tidak menangkap makna pertanyaan Lakseta karena benaknya mash asyik memikirkan kecantikan Layung yang benar-benar memukau!Pantas para para bajak laut itu menculik Layung. Wajahnya memang sangat cantik! Begitu kata-kata yang memenuhi pikiran Suro Joyo. Ponggewiso dan siapa saja pasti akan tertarik untuk menjadikan Layung sebagai istri. Mungkin kalau Ponggewiso melihat Layung, maka bisa saja Ponggewiso membuang Lasih Manari dan menggantinya dengan Layung.Lakseta dan Layung saling pandang karena Suro Joyo yang belum menjawab pertanyaan Lakseta. Baik Lakseta maupun Layung tidak ingin bertanya lagi pada Suro Joyo. Takut nanti Suro Joyo menjadi kaget.“Eh, tadi kamu tanya apa
“Semoga cara ini bisa menyelesaikan kesalahpahaman di antara mereka,” kata Lakseta lirih, lebih tertuju pada diri sendiri. “Jangan sampai satu di antara mereka celaka karena bertarung secara sia-sia. Tidak ada gunanya bertarung disebabkan persoalan yang tidak jelas.”Dhuar!Dhuaaar...!Terdengar dua kali ledakan yang sangat keras. Ledakan itu mememakkan telinga orang yang dekat dengan sumber ledakan. Suro Joyo dan Kowara yang paling pekak telinga karena bunyi ledakan yang di luar dugaan.Seiring suara ledakan, terlihat asap gelap memenuhi pantai. Kegelapan asap makin memburamkan pandangan karena pasir pantai juga beterbangan di udara. Pasir pantai yang membumbung tinggi ke segala penjuru itu membuat mata Kowara kemasukan beberapa butir pasir. Secara naluri, Kowara menceburkan diri ke laut untuk merendam matanya.Dengan cara alami, butir-butir pasir yang masuk ke dalam dua kelopak, keluar dari mata. Kowara bisa membuka mata setelah merendam kedua mata dalam air laut. Pelan-pelan dia m
“Baiklah, kami siap melaksanakan tugas ini,” kata Nurweni dengan nada tegas. “Apa Lasih Manari akan kamu barkan hidup?”“Iya,” jawab Kowara. “Sayang sekali kalau gadis secantik dia dibunuh. Tugas utama kalian membunuh Ponggewiso. Kalian dua orang hebat, pasti tidak ada masalah untuk melaksanakan tugas ini.”“Kelihatannya kamu naksir Lasih Manari ya?” goda Rupini. “Kamu tidak menyesal kalau sudah tahu siapa dia sebenarnya?”Kowara tersenyum. Senyum kecut. Senyum getir. “Memangnya kamu tahu siapa dia sebenarnya?”“Sedikit tahu. Tapi yang sedikit ini mungkin lebih banyak dari yang kamu tahu.”“Ah, masa? Apa kamu pernah bersahabat dengan Lasih Manari?”“Bersahabat? Tidak! Kalau sekedar berteman…, iya. Kami –aku dan Nurweni— pernah berteman cukup akrab dengan Lasih Manari.”Kowara memandangi Rupini dan Nurweni dengan pandangan sungguh-sungguh. Dia seperti ingin tahu isi hati Sepasang Naga dari Utara.“Kalian pernah berteman dengan Lasih Manari, tetapi kalian siap membunuh Lasih Manari kala