“Serikat Zhang Ze sudah bergerak, salah satu tandanya adalah muncul badai di tengah Selat Jawa, raja siluman laut akan berkumpul menunggu energi dari bola cakra hitam yang dibawa Wusasena setelah pulang dari Tiongkok.”
“Bagaimana kau tahu?” Asoka meragukan kata-kata Gunawira.
“Kami keempat mustika terhubung satu sama lain, tidak bisa berbohong, atau membuat berita palsu. Dan karena itulah, Meng Khi menempatkan mustika emas agak jauh dari singgasananya agar aku, Gatra, dan Lana Ari penghuni mustika cokelat.”
“Jadi, selama ini, kalian bisa saling berbincang tanpa harus bertatap muka satu sama lain?”
“Benar, kami tidak harus bertemu untuk berbincang.” Gunawira mengepakkan sayapnya dan menukik naik ke atas, menghindari ombak besar yang menerjang dari sisi kanan. “Sama halnya saat Seno mewariskan mustika itu padamu, dia lebih dulu minta pendapat kami berempat. Hasilnya, tiga setuju kecuali Cakar
Asoka berteriak sangat keras seraya mengayunkan Pedang Kalacakra ke segala penjuru.“Teknik Ilusi Mayapada - Pedang Kawah Asap!”Dua petir turun dari angkasa, menyambar permukaan laut.Sempat terdengar auman merintih dari dasar laut, tapi Asoka tidak peduli. Dia terus mengayunkan pedang, terhitung belasan kali petir menyambar laut, mengaliri air dengan energi listrik.Gunawira akhirnya sadar, Asoka bukan bocah sableng biasa, dia cukup cerdik membaca situasi, lebih-lebih karena petir itu.“Air selamanya tidak bisa menyatu dengan listrik, dan dia menemukan celah kelemahan iblis-iblis lautan. Meski mereka terbuat dari abu dan api hitam, mereka juga iblis yang bisa merasakan rasa sakit. Petir itu cukup untuk mengulur waktu sampai dia berhasil mengumpulkan energi alam dalam jumlah cukup besar.”Penjelasan Gatra cukup gamblang, tentu Gunawira memanggut kagum karena selama ini dia hanya menganggap Asoka sebagai pemuda bodoh
Asoka membuka mata, bau bubuk kopi menuntunnya pada titik energi alam yang lebih besar lagi. Entah di mana letak pastinya, dia langsung menyuruh Gunawira bergerak.“Bawa aku ke Timur Laut, energi alam di sana terasa jauh lebih besar.”“Bagaimana kau bisa tahu?” Gunawira penasaran, apa hubungannya bubuk kopi dengan energi alam.“Bubuk kopi adalah hasil panen alami tanpa campur tangan bahan-bahan lain. Jenis kopi tertentu dapat mendeteksi energi alam karena dari masa dia ditanam sampai panen menjadi kopi kasar, mereka membutuhkan energi alam dalam jumlah tertentu.”Asoka menghela nafas pelan. “Dengan kata lain, kopi jenis tertentu tidak dapat dipisahkan dari energi alam seolah energi alam adalah pusat kehidupan keduanya setelah tanah.”“Hanya bermodalkan kopi jenis khusus untuk mendeteksi titik inti energi alam di Selat Jawa, kau sungguh cerdas!”“Tidak ada waktu lagi, cepat baw
Asoka merenungi kembali semua yang terjadi di dalam mimpi…terasabegitunyata, tangannya juga terluka dan terbungkus perban saat sadar tadi, namun sebelum dia sadar, Empu Ganda Wirakerti melepas balutan perban Asoka.“Bayu, untuk sementara waktu, berikan Pusaka Giok Api pada Ranu agar Geni bisa membantu Asoka menyeberangi Segitiga Iblis atau yang biasa disebut Segitiga Siluman.” Pangeran Kamandanu mendekati Bayu, lantas berbisik pelan.Bayu dan Ranu memiliki kedekatan satu sama lain, terlebih karena masa kecil mereka ditempatkan di satu kamar yang sama. Mereka seringkali berlatih bersama, tak jarang pula, menyelesaikan misi bersama untuk mendapat nilai yang berguna menunjang wibawa mereka di Pulau Api Selatan.Sebelum pergi, Asoka diminta tidur lebih dulu setelah meneguk ramuan milik Empu Ganda Wirakerti, sedangkan yang lainnya pamit pergi karena ada urusan yang harus diselesaikan pagi harinya.Kapal berjalan denga
Ancaman terus menerjang mereka, baik dari lautan, badai, hingga beberapa siluman hiu tulang yang tiba-tiba muncul dari dasar laut. Mereka terus mengguncang kapal, berharap kayu jati yang melapisi dek bawah kapal hancur.Lenong Panama tidak takut menghadapi para siluman, dia jauh lebih khawatir jika dek bawah kapal hancur, maka air laut akan masuk dan kapal akan tenggelam.Arus terus bergulir, beberapa membawa remukan batu laut yang bisa menetralkan semua energi dan kanuragan seorang pendekar.Geni yang kala itu dimintai tolong melindungi kapal dari serangan siluman hiu laut, malah mengaum keras. “Pangeran Kamandanu tidak memberiku perintah untuk membantu kalian, karena itu, kalian harus berjuang sendiri tanpa kekuatanku.”Geni merubah wujudnya jadi cahaya kekuningan, lantas kembali ke dalam Pusaka Giok Api.Tak berselang lama,muncul sesosok siluman gurita raksasa. Satu tentakelnya memiliki ukuran sama besar dengan kapal. Matanya m
“Hentikan kapalnya, Paman!” teriak Asokasangat keras, dia merasakan energi dahsyat dari bawah kapal. Jika kapal terus melaju, bisa jadi Topus menyerang dengan menusuk tentakelnya ke bagian bawah kapal, membelah kapal menjadi dua.Beberapa awak kapal memprotes keputusan Asoka karena lelaki itu bukan kapten sekaligus nahkoda kapal, tapi lancang berani memerintah.Anak buah LenongPanamayang memegangi tali jangkar langsung membentak Asokadengan kata-kata kasar.“Bocah, diam kau! Kau tidak tahu apapun mengenai Segitiga Siluman, jangan lancang menyuruh kami yang sudah puluhan tahun bekerja sebagai awak kapal!”“Paman, dia berkata benar, ada energi raksasa yang terasa dari bagian bawah kapal. Energi itu semakin besar setiap kali kapal melaju ke arah Utara … percaya pada kami!” Ranu menenangkan emosi para awak kapal.“Pergi ke dek belakang, temui kapten kami dan sampaikan maksud ucapanm
Ranu meloncat tinggi ke atas dan mengayunkan pedangnya tiga kali. Ayunan itu membentuk tiga buah garis tajam yang langsung mengenai gerombolan siluman ikan. Sayang, serangannya tidak mempan dan terpental ke atas saking kerasnya tulang siluman.“Sialan! Mereka bukan siluman biasa, aku harus menggunakan sedikit lebih banyak energi untuk menembus tulang-tulang keras itu!”Pijakan kaki Ranu berada di pegangan kapal. Ilmu meringankan tubuhnya masih dalam tahap pemulihan dan tidak bisa digunakan terus-menerus. Jika dipaksakan, Ranu bisa tumbang karena energinya terkuras habis untuk ilmu meringankan tubuh saja.Dengan sedikit tenaga yang tersisa, Ranu mencoba meniru jurus Asokayang dia tunjukkan sebelum berangkat mengarungi lautan pukul sembilan tadi.- Pedang Tanpo Wujud -Angin menyilang terbentuk dari gerakan pedang Ranu.Dalam sekejap, angin itu menghilang dan siluman ikan terus melaju ke arah kapal. “Rasakan seranganku!
Asoka harus bergerak cepat membantu rekannya. “Urus bagian pertahanan kapal, aku akan menyerang mereka sampai kau selesai membentuk perisai energi!”Ranu memegangi pedangnya dengan dua tangan. Pedang itu dia angkat tinggi-tinggi hingga memancarkan cahaya kekuningan, mengelilingi kapal seolah cahaya itu adalah perisai energi yang terbuat dari api kuning pertahanan.Lenong Panama loncat tinggi menggunakan ilmu meringankan tubuh, dia berdiri di sebuah ruangan kecil melingkar antara dua layar kapal, mengamati aliran air dan mencari tahu mana arus yang belum dicemari batu laut.Merasa kurang puas berdiri di samping layar, Lenong kembali loncat dan dia nekat jongkok di atas tiang penyanggah layar yang diameternya hanya tiga puluh centi. Hilang keseimbangan sedikit saja, Lenong bisa jatuh dan mengoyak kayu dek tengah kapal.“Cepat buka layar dan ambil alih kemudi!” teriak Lenong Panama dari atas tiang, masih berposisi sebagai pengamat cua
“Kita tidak bisa bergantung pada perisai ini, Ranu.” Asoka coba menerawang masa depan seperti yang dilakukan Lenong Panama karena dia tahu, Topus tidak akan diam begitu saja melihat kapal ini masih berlayar di atas kerajaannya.“Siluman Topus hanya menggunakan serangan fisik. Energi kita bisa terkuras kalau terus-terusan memasang perisai, sedangkan kita harus menyerang dan mengalahkan siluman itu.”Ranu menyetujui ucapan Asoka, mereka harus mengambil tindakan sebelum Topus meluncurkan serangan yang jauh lebih hebat. “Seharusnya begitu, tapi melepas perisai energi bukan pilihan terbaik. Kapal bisa karam tersapu tsunami raksasa, belum lagi gerombolan paus dan siluman hiu tulang yang terus-terusan mengobrak-abrik bagian samping kapal.”“Ini sangat rumit,” ujar Asokadengan wajah cemas.“Percakayan bagian pertahanan kapal padaku. Perisai energiku pasti dapat menahan serangan selanjutnya.”R