Share

Perintah Perang

Baru saja kapal Dewa Ruci memasuki orbit luar planet Kryo. Kilek langsung melepas sabuk pengaman yang ia kenakan dan berlari mencari kabin kamar mandi.

Jagau yang melihat tindakan rekannya itu hanya bisa menggelengkan kepala. “Sampai kapan dia akan seperti itu? Sudah berpuluh-puluh kali melakukan lompatan cahaya, masih saja muntah-muntah.”

Ronald yang duduk di sebelah Jagau-pun tertawa melihat keadaan Kilek. “Jika orang lain yang melihat Letnan Kilek seperti itu, mereka pasti menduga dia prajurit baru di kapal ini.”

Sementara itu di ruang kendali pusat, Laksamana Arthur White langsung menghubungi komandan di kapal Dewa Ruci.

Pria yang terlihat berusia sekitar empat puluh lima tahunan itu telah berdiri di depan meja komando sang kapten melalui proyeksi komunikasi.

Wajah pria itu terlihat kurang puas melihat kedatangan Dewa Ruci yang sedikit terlambat dari perkiraan mereka.

Kapten Andromeda Nanggala. Segera kirim pasukanmu untuk membantu pasukan darat bertempur melawan pendekar-pendekar bayaran yang disewa oleh bangsa Kryponian. Meski begitu, pasukanmu tidak diperkenankan untuk masuk menyerang kota.”

Kita diperintahkan untuk meminimalisir kerusakan, supaya bangsa lain di planet ini tidak turut bergabung dalam perlawanan.”

Setelah pasukan yang terdiri dari para pendekar berhasil dikalahkan. Kalian diperbolehkan untuk meninggalkan planet kryo. Apa kau mengerti?!”

Siap Laksamana. Tetapi kami butuh lebih banyak informasi mengenai para pendekar bayaran?” Dengan suara yang terdengar sangat tenang, Andromeda menerima perintah dari Laksamana Arthur White yang memimpin pasukan Union dalam penyerangan di planet Kryo.

Kami akan mengirim detailnya pada kalian segera setelah kapal Dewa Ruci memasuki atmosfir Kryo. Siapkan pasukanmu untuk melakukan pendaratan tempur sesegera mungkin.” Selesai Laksamana Arthur White berbicara, transmisi dari proyeksi langsung terputus.

Kapten. Detail informasi lawan baru saja masuk. Jumlah mereka lebih dua kali lipat dari pendekar yang ada di kapal kita. Jumlah mereka sedikitnya tujuh puluh orang dan dibantu oleh beberapa kompi pasukan infantri.

Sedangkan kita hanya memliliki tiga puluh orang pendekar dan satu kompi pasukan tempur.” Jenny Wong langsung melaporkan informasi yang dia dapatkan dari kapal induk Union.

Dari wajah dan nada suaranya, terdengar jelas jika Jenny tidak menyukai situasi kali ini.

Ditambah lagi ada satu orang penyihir yang mengendalikan tiga Golem, keberadaannya hingga saat ini belum diketahui.” Lanjut letnan Jenny memberikan laporan dari intel yang dia terima.

Mendengar penjelasan Let. Jenny. Kapten Andromeda mengangguk tanda mengerti. “Tidak perlu mengkhawatirkan pasukan infantri. Di sisi kita bukan hanya pasukan Dewa Ruci, tetapi juga pasukan yang dibawa oleh Laksamana Arthur White,” balas kapten yang bertubuh kekar itu.

Tidak lama setelahnya, semua awak Dewa Ruci mendapat perintah tempur dari kapten mereka melalui pengeras suara.

((Semua prajurit bersiap melakukan pendaratan. Seperti biasa, prajurit pendekar akan dibagi menjadi dua kelompok yang masing-masing akan dipimpin oleh Letnan Kilek dan Letnan Jagau. Kita hanya berfokus ke pertempuran darat. Untuk udara, serahkan semua pada angkatan udara Union.))

Setelah mendengar perintah dari pimpinan mereka. Seluruh prajurit dari kapal Dewa Ruci segera memasuki Pod pendaratan masing-masing.

Pod pendaratan adalah sejenis pesawat kecil pengangkut. Bentuknya sedikit lebih besar dan panjang dibandingkan bus dengan dua sayap yang mampu memuat tiga puluh orang prajurit sekaligus.

Mereka tidak ingin membawa kapal Halilintar turun lebih rendah, karena akan menjadi sasaran empuk jika berada terlalu dekat dengan daratan.

Dewa Ruci adalah kapal perang khusus yang didesain untuk pertempuran luar angkasa. Bertarung dalam area tempur yang lebih luas.

Karena itulah dalam perang besar kali ini, pasukan akan didaratkan dengan enam Pod sekaligus. Dua Pod untuk para pendekar dan empat Pod lainnya untuk infantri sebagai pasukan pendukung.

Letnan Jenny. Segera bawa Dewa Ruci memasuki atmosfer planet Kryo.”

Siap Kapten.” Tegas letnan Jenny sembari memberi mengangguk pada sang kapten yang tengah berdiri dengan tegap di anjungan.

Memasuki atmosfer, kapal Dewa Ruci seolah terbakar dan tergerus oleh api. Namun itu tidak menghalangi kapal untuk terus melaju turun memasuki medan perang, sesuai koordinat yang mereka terima sebelumnya.

Semua Pod pendarat harap bersiap. Kita sudah mencapai ketinggian lima puluh ribu kaki. Segera setelah mencapai dua puluh ribu kaki, meluncur ke titik-titik yang telah ditentukan.

Suara derak kokang senjata bergema di dalam pod sesaat setelah menerima informasi dari Letnan Jenny.

Para prajurit terlihat menggunakan senjata beraneka ragam. Bukan hanya itu, pasukan yang dipimpin oleh Kapten Andromeda Nanggala ternyata juga berasal dari berbagai ras.

Ada yang berasal dari bangsa Apes yang mirip kera, namun mampu berjalan dan berpikir layaknya manusia.

Ada juga yang terlihat bertelinga panjang dan lancip, ras ini disebut bangsa Elfest, atau bangsa Elf. Sangat ahli dalam menggunakan senjata jarak jauh. Beberapa bahkan ada yang menjadi pendekar dengan senjata khas berbentuk busur.

Bangsa Elf terkenal dengan penglihatan tajam seperti mata elang, meski mereka bukan seorang pendekar sekalipun. Satu orang dari ras terkenal itu berada di bawah komando Letnan Kilek.

Suara letnan Jenny kembali terdengar di seluruh kapal Dewa Ruci “Kita sudah berada di ketinggian dua puluh ribu kaki. Buka pintu kargo untuk menurunkan Pod pendarat, semua pasukan bersiap!”

Segera setelah perintah diberikan, enam pintu kargo di dua sisi kapal Dewa Ruci terbuka. Enam pod pendarat segera lepas landas dan terbang turun menuju ke permukaan.

Terlihat enam pod pendarat itu membagi dua pasukan ke arah yang berbeda. Lima belas pendekar yang dipimpin Kilek terbang dengan dua peleton pasukan pendukung. Begitu juga dengan dua peleton lain yang mengikuti Letnan Jagau.

Kapten. Dua pasukan sudah berpencar menuju dua kota yang pertahanannya dibantu oleh pendekar bayaran. Satu ke ibukota Krom dan satu lagi ke kota Pirim.” Jenny Wong kembali memberi laporan pada Sang Kapten.

Di kota mana penyihir yang mengendalikan Golem berada?” tanya Andromeda.

Di ibukota Krom, Kapten,” balas Letnan Jenny sembari memperhatikan layar yang menampilkan gambar dari kamera pod pendaratan.

Mendengar penjelasan anak buahnya, Andromeda segera berdiri dari kursi komando dan keluar dari anjungan.

Dia pergi menuju ruang pendaratan khusus, di sana sudah menanti satu mini pod seukuran mobil dengan dua sayap kecil.

Sebelum memasuki pod, Andromeda meraih sebuah pedang besar bermata dua di dinding ruangan. Ujung mata pedang itu berbentuk seperti huruf V.

Dia meletakkan senjata itu di samping tempat duduk di dalam pod. Saat ia menarik tuas di sebelah kanan, pod itu langsung terjun keluar dari kapal.

Apa kapten akan turut ke pertempuran kali ini Letnan?” Co-pilot bertanya dengan sangat antusias pada letnan Jenny.

Ya. Sudah pasti. Tiga golem itu tidak akan mudah ditangani oleh para pendekar. Setiap kali mereka berhasil dihancurkan, akan terus bangkit dan terbentuk kembali. Kecuali orang yang menciptakan dan mengendalikannya berhasil dilumpuhkan.”

Mendengar penjelasan Jenny, co-pilot itu mengangguk tanda mengerti. “Setahun sejak bergabung sebagai awak Dewa Ruci, ini pertama kalinya aku melihat golem,” ucapnya dengan ekspresi kekaguman.

Kekuatan mereka sangat menakutkan. Lihatlah rekaman yang dikirim dari kapal induk. Bahkan robot-robot perang pun tidak berdaya menghadapi makhluk itu.”

Jenny hanya tersenyum tipis mendengar Co-pilot yang bernama Mandala Ayu berbicara.

Tidak ada yang perlu dikhawatirkan. Kapten sudah berpengalaman menghadapi golem. Bahkan yang ukurannya jauh lebih besar dari yang kita lihat sekarang.”

Jenny Wong dan Mandala Ayu berdiskusi sembari terus mendengarkan informasi dari pasukan tempur yang tengah turun ke daratan.

Dari tim satu, pod pendarat yang mengarah ke kota Krom. Letnan Kilek mulai memberi komando pada pasukan yang dia pimpin. “Semua bersiap. Ingat, kita hanya perlu menghancurkan pasukan yang terdiri dari para pendekar, selebihnya serahkan pada pasukan utama Union.”

Buka palka belakang dan bersiap untuk terjun!” Dengan sangat tegas Kilek memberi perintah dan bersiap untuk terjun lebih dulu.

Berdiri membelakangi pintu palka. Kilek yang menggunakan seragam tempur Union khusus untuk pendekar, pakaian berwarna hitam dengan celana sedikit longgar.

Dia lalu mengangkat tangan kanan yang dikepalkan. “ Jalan pendekar adalah kematian!” ucap pria itu lantang dan langsung disambut oleh gemuruh semangat pasukannya.

Mati dalam kebanggaan...!!!”

Belum hiruk pikuk suara penyemangat berakhir, letnan Kilek tiba-tiba saja menjatuhkan tubuhnya keluar dari palka dengan kepala jatuh lebih dulu.

Tindakan berani Kilek dan pasukannya terlihat dari layar lebar di kapal induk Union, “Apa yang mereka lakukan?! Orang-orang gila ini terjun dari ketinggian satu kilometer tanpa parasut.” Wajah laksamana Arthur White menegang saat melihat Kilek dan anak buahnya terjun dari pod pendarat begitu saja.

Komandan perang itu tidak percaya dengan apa yang ia saksikan dari gambar yang ditampilkan monitor di hadapannya.

Sebaliknya pilot kapal induk Union tersenyum dengan tatapan kekaguman. ‘Pasti kelompok yang dipimpin oleh Letnan Kilek’, batin wanita itu tanpa mengalihkan pandangan dari monitor yang ada di anjungan. Dia seperti mengetahui banyak hal tentang kapal Dewa Ruci.

Para pendekar dari tim satu terus menukik turun dari ketinggian. Mereka membentangkan kedua lengan, ternyata pakaian yang mereka gunakan sejenis Jumpsuit yang biasa dipakai oleh penerjun militer.

Dengan menggunakan ilmu meringankan tubuh, mereka juga tidak akan cepat jatuh ke permukaan. Pastinya mereka juga harus menghindari tembakan dari serangan penjaga kota Krom. Seluruh pendekar meliuk-liuk di udara untuk menghindari serangan musuh.

Selain itu, meski mereka terdiri dari pasukan pendekar. Setiap orang juga dibekali dengan pistol untuk menghemat tenaga dalam. Kecuali Elf yang juga berfungsi sebagai Sniper dan Marksman. Mereka dipersenjatai dengan senjata laras panjang.

Elang Langit...!” Kilek memerintah Wynne yang merupakan seorang Elf. Wanita itu mengangguk tanda mengerti saat dia melihat arah telunjuk pria yang menjadi pemimpinnya.

Meraih senapan laras panjang di punggung, prajurit elf itu segera membidik ke arah satu sniper musuh yang tengah bersembunyi di balik gundukan batu. Ia membidik musuh dengan mata telanjang, tanpa menggunakan periskop.

Prajurit itu berkamuflase dengan sangat baik. Sedari tadi sangat merepotkan dan sudah membunuh beberapa pasukan aliansi.

Roh angin, hantarkan peluruku tepat ke arah musuh.” Prajurit elf itu bergumam, kemudian dengan tenang mengalirkan tenaga dalam.

Dar...

Peluru melesat dengan perhitungan yang sangat matang. Sesaat kemudian gumpalan debu dan darah terlihat berhamburan dari kepala sniper musuh. Tidak ada yang tersisa dari kepala prajurit itu. Langsung hancur berhamburan bersamaan dengan gumpalan debu.

Sedangkan Wynne sedikit terlontar kembali ke atas, disebabkan daya dorong balik senapan. Ia bersalto beberapa kali di udara sebelum melayang kembali dengan membentangkan kedua lengan.

Hahaha... seperti yang diharapkan dari sersan Wynne. Tembakan Sang Elang Langit belum pernah sekalipun meleset.” Setengah berteriak, seorang pendekar berbicara dengan penuh kekaguman.

Tentu saja bukan sembarang sniper yang bisa menembak dari udara, angin di atas bertiup sangat kencang. Hanya seorang Elfest yang bisa menembak seakurat itu dari ketinggian.

Tidak perlu berteriak, kau membuat telingaku sakit.”

Wynne terdengar sangat kesal, telinga kaum Elf juga lebih sensitif dibandingkan manusia. Mendengar melalui Headset akan membuat telinganya semakin tidak nyaman.

Kilek dan pasukannya terus menukik dan bermanuver turun dengan sangat cepat. Dari udara terlihat jelas kalau pasukan Union tengah kesulitan merangsek masuk ke dalam kota.

Pertahanan dan pasukan kota Krom cukup kuat dan tangguh. Apalagi dengan bantuan pendekar bayaran dan Penyihir golem yang selalu menghancurkan kendaraan tempur ringan yang digunakan oleh Union.

Mereka tidak dibekali oleh kendaraan berat, sesuai dengan strategi Laksamana Arthur White. Laksamana itu tidak ingin Planet Kryo bersatu untuk melawan balik Union jika kota Krom sampai luluh lantak.

Sekitar seratus meter dari permukaan, Kilek mulai menggunakan ilmu meringankan tubuh untuk mengontrol daya jatuh agar tubuh tidak membentur daratan secara langsung.

Yi...haaaa...!” Kilek bersorak kegirangan, momen seperti ini benar-benar sangat disukainya.

Para pendekar bayaran melihat sekumpulan prajurit turun dari langit tanpa parasut. Mereka langsung memahami situasi. “Jangan biarkan para pendekar itu mendarat seorang pun!” Perintah salah seorang yang terlihat sebagai pemimpin.

Pendekar-pendekar bayaran langsung memasang kuda-kuda dan menyiapkan serangan jarak jauh dengan ilmu kanuragan. Sedangkan pasukan infanteri dan mesin tempur melindungi mereka dari belakang.

Segera beberapa serangan energi jarak jauh dari teknik kanuragan para pendekar menuju Kilek dan anak buahnya.

Berpencar!”

Mendengar perintah Kilek, semua pendekar segera memutar badan dan bermanuver dengan sangat cepat untuk menghindari banyaknya serangan dari musuh yang sudah bersiap.

Beberapa ledakan terjadi saat teknik lawan hanya mengenai ruang kosong. Sementara itu Kilek yang berada paling depan dikejutkan oleh kemunculan Golem raksasa yang tiba-tiba mencuat keluar dari permukaan tanah.

Golem yang terbuat dari tanah keras itu langsung mengarahkan tinju ke arah pimpinan kelompok pendekar Dewa Ruci.

Sialan !” Rutuk Kilek sembari bermanuver dan berputar beberapa kali dengan jump suitnya. Nyaris saja dia terkena tinju telak dari golem raksasa. Monster batu tiba-tiba saja tumbuh dengan cepat di tempat yang akan menjadi area pendaratannya.

Namun ia berhasil mendarat dengan bergulingan di tanah setelah sebelumnya menjejakkan kaki di pundak makhluk yang terbentuk dari teknik sihir yang cukup langka.

Golem itu terbentuk dari tanah dan bebatuan, atau apa pun yang ada di sekitar teknik sihir si Pengendali. Di medan perang ini ada banyak rongsokan besi dan baja. Golem itu sepertinya akan lebih sulit dihadapi.

Sementara itu, Wynne kembali memuntahkan peluru dari moncong senjata, kali ini targetnya adalah lengan golem yang kembali mengincar Kilek.

Dar

Peluru melesat dengan gumpalan energi menyelubunginya, menandakan kalau sersan Wynne mengalirkan lebih banyak tenaga dalam pada senjatanya.

Kilek tidak bergeming, tegak dengan percaya diri walau tinju golem menyasar ke arah kepala. Ia tersenyum saat kepalan tinju raksasa berada dua meter di depan wajah.

Blaar

Pangkal lengan golem terputus dan hancur berderai terkena serangan dari atas. Gumpalan hidup itu terdorong dan jatuh terkena daya ledakan.

Hahaha, Elang Langit. Kau tidak pernah mengecewakan,” puji Kilek terlihat sangat tenang. Tapi ia tidak bisa bersantai terlalu lama.

Karena golem kembali berdiri dengan tubuh yang terlihat bergejolak. Detik kemudian, lengan golem sudah kembali seperti semula.

Sementara itu, tiga pesawat tempur musuh berusaha menembak Wynne dan pod pendarat infanteri. Namun meriam plasma dari kapal Dewa Ruci berhasil melindungi dan menembak jatuh ketiganya.

Yuhuu!” “

Terima kasih Letnan Jenn!”

Wynne kembali menukik turun lebih cepat dengan jumpsuit terkembang. Sesaat sebelum bergulingan di tanah, ia melempar senjatanya ke udara.

Tep...

Berdiri tegak, ia menangkap senjatanya. Lalu tanpa membidik ia menembak kepala golem, kepala itu hancur dan membuat golem tersungkur ke belakang.

Namun satu golem lain yang berada cukup jauh, melempar satu unit kendaraan lapis baja ke arah Wynne. Prajurit wanita itu bersalto ke belakang. Menjaga jarak dari musuh merupakan keharusan bagi seorang penembak jitu.

Doom

Dentuman keras menggema saat kendaraan tempur menghempas tanah. Bahkan tanah tempat mereka berpijak terasa bergetar cukup kuat. Seolah sedang terjadi gempa.

Pertarungan antar pendekar tidak terelakkan saat empat belas bawahan Letnan Kilek mendarat. Mereka bertarung sembari bertahan menghindari serangan penembak musuh.

Sementara itu Kilek masih berjibaku dengan dengan golem yang tidak berhenti menyerang meski dihancurkan berkali-kali.

Sebelum golem itu berhasil terbentuk kembali, Kilek mengalirkan tenaga dalam ke bilah keris yang menjadi senjatanya. Lalu dengan teriakan keras, dia menebaskan keris ke depan.

Satu energi biru melesat dengan cepat. Dan...,

Blaar

Sial, ini tidak akan ada habisnya,” rutuk Kilek saat melihat golem kembali bangkit.

Related chapters

Latest chapter

DMCA.com Protection Status