Share

Hari Pertama Bersama Raga

Butuh waktu cukup lama untuk menenangkan Raga. Untungnya saat anak itu menangis dan menjelek-jelekkan ayahnya, tidak ada satu pun yang datang ke kamar, dan Claudia bersyukur tidak ada kamera pengawas di sana, karena selama menemani Raga menangis, Claudia menyetujui dan mengiyakan apa pun hal-hal buruk yang anak itu katakan tentang Malven.

Siapa sangka pria seksi yang menjadi buah bibir setiap wanita itu ternyata memiliki nilai yang sangat mines di mata putranya sendiri.

"Kakak," Raga memanggil pelan setelah tangisnya agak reda.

"Ya?" Claudia membersihkan jejak ingus dan air mata di pipi Raga. "Kamu lapar? Mau makan sekarang?"

Raga menggeleng perlahan. "Itu ... yang aku bilang tentang Papa, bisa nggak jadi rahasia kita berdua aja? Na-nanti kalau sampai ada berita buruk tentang Papa--"

"Oke, Sayang!" Claudia langsung menunjukkan jari kelingkingnya, "Pembicaraan kita akan selalu jadi rahasia, entah sekarang atau pun nanti. Raga juga mau janji untuk tidak cerita pada siapa pun tentang Kakak, kan? Tentang pertemuan pertama kita juga, tidak perlu bilang siapa-siapa, bagaimana?"

Senyum manis serta anggukan yang Raga berikan membuat Claudia tersenyum senang, rasanya hangat ketika mereka saling menautkan jari kelingking dan berjanji untuk menjaga rahasia.

Mengingat reaksi Malven pagi ini, Claudia yakin pria itu tidak mengingat pertemuan mereka beberapa hari lalu. Mungkin kondisi Claudia yang basah kuyup dengan wajah berantakan membuat penampilannya tidak bisa dikenali Malven.

"Nah, kalau sudah tenang, gimana kalau kita turun dan makan? Kamu tidak boleh melewatkan makan apa pun kondisinya."

Claudia mengulurkan tangan dan Raga menyambutnya tanpa ragu.

Sampai di ruang makan, tampak beberapa pelayan yang sedang membereskan meja terkejut melihat kedatangan Raga. Untungnya mereka segera bergerak untuk menyiapkan makanan baru.

Saat sedang menunggu makanan siap, Dera datang dengan langkah tergesa, terlihat seperti dia berlari dari tempat yang cukup jauh karena napasnya tampak putus-putus. Claudia tidak mengerti kenapa Dera yang sudah tua melakukan tindakan seperti itu--berlari-lari maksudnya.

"Ada yang bisa saya bantu, Nyonya Dera?" Claudia yang sebelumnya duduk di sisi Raga segera berdiri dan menyapa. Sedikitnya dia lupa posisinya sebagai babysitter di rumah ini, bukan seorang kenalan yang datang bertamu.

"Tidak, bukan apa-apa. Hanya ...." Dera menghentikan kata-katanya, sedikit ragu, tapi tatapannya tidak teralih dari tuan kecilnya yang duduk dengan patuh. Wanita tua itu tersenyum setelah beberapa saat. "Aku akan meminta staff dapur untuk menyiapkan makanan kesukaan Tuan Muda dan untuk kamu juga, Claudia. Apakah ada makanan atau minuman yang tidak bisa kamu konsumsi?"

Claudia mengerjap, melihat senyum lembut dan binar senang di mata Dera membuatnya sedikit tidak nyaman. "Tidak ada, aku bisa makan dan minum apa pun, tapi tidak perlu repot karena aku sudah--!"

"Duduklah di samping Tuan Muda, biar aku yang ke dapur!"

Claudia tidak sempat mengatakan apa-apa lagi karena Dera sudah bergerak cepat meninggalkan ruang makan. Wanita itu kembali duduk di kursi samping Raga, baru menyadari bahwa majikan kecilnya sedang tersenyum lebar padanya.

"Ada apa, Tuan Muda?"

Senyum di wajah Raga perlahan memudar. "Kenapa jadi Tuan Muda? Kan, tadi Kakak panggil aku Raga! Apa namaku nggak bagus?"

Claudia yang sempat khawatir dengan senyum Raga yang tiba-tiba hilang hanya bisa terkekeh kecil. "Bukan begitu, tapi Kakak harus menjaga sopan santun saat kita di luar 'kan? Kakak bisa dipecat kalau tiba-tiba sok akrab."

Raga menelengkan kepalanya, mata jernih yang menatap Claudia jelas menunjukkan rasa penasaran.

"Kenapa Kakak tiba-tiba ke sini jadi pengasuhku? Apa karena permintaan aku ke Papa waktu itu untuk bawa Kakak ke sini?"

"Ehm ... mungkin takdir? Kakak sedang membutuhkan pekerjaan dan kebetulan Papa-nya Raga juga membutuhkan pengasuh untuk Raga. Sebenarnya Kakak juga kaget lho saat lihat Tuan Malven tadi, kaget dan senang karena anak yang akan bersama Kakak adalah Raga."

Claudia tersenyum sangat lebar, diam-diam memuji dirinya yang pandai sekali mengambil hati anak-anak.

"Beneran karena aku, kan? Bukan karena Papa? Semua orang cuma suka waktu ada Papa aja."

Claudia mengernyit tidak mengerti. "Apa yang--!"

Belum sempat Claudia menanyakan maksud perkataan Raga, para pelayan sudah datang membawakan makanan hingga Claudia harus menelan kebingungannya. Dia akan menanyakannya nanti.

Awalnya Claudia tidak mau menyentuh makanan yang disajikan untuknya, tapi melihat tampilan menu dan harum yang menguar membuat perutnya tidak bisa diajak kompromi, apalagi Claudia memang belum makan dengan benar selama beberapa hari ini.

Mungkin ini akan jadi awal yang baik bagi kehidupan baru Claudia selama beberapa bulan ke depan, jadi ia memutuskan untuk makan bersama Raga sebagai tanda untuk lembaran baru hidupnya.

Hari itu Raga membawa Claudia berkeliling rumah, lebih tepatnya house tour itu baru selesai di lantai satu, itu pun Claudia tidak benar-benar ingat koridor-koridor yang dilewatinya. Sudah pasti ia akan tersesat kalau berkeliling sendiri, tapi itu tidak mungkin karena Claudia akan selalu bersama Raga.

Malamnya, Raga masih memiliki banyak energi untuk bermain menyusun puzzle, dan berakhir dengan mendengarkan Claudia membacakan buku dongeng.

"Akhirnya dia tidur." Claudia hampir menangis haru ketika menyelimuti Raga yang terlelap. Rasa lelah karena berkeliling dan berjalan ke sana ke mari seharian baru Claudia rasakan sekarang, saat kepalanya memikirkan tentang tidur.

"Jadi seperti ini rasanya punya anak kelebihan energi?" Claudia meringis saat membayangkan betapa sulit ibu dan ayahnya dulu, karena Claudia sendiri merupakan anak yang sangat aktif.

Claudia yang berpikir untuk segera ke kamar dan tidur dengan lelap, harus menghapus bayangan menyenangkan itu saat Dera sudah berdiri di depan pintu kamar Raga, menunggu Claudia keluar.

"Tuan baru saja pulang dan dia ingin bicara denganmu," ucap Dera tanpa basa-basi saat melihat raut tanya Claudia.

Claudia menahan diri untuk berdecak dan mencari jam dinding, kepalanya mengangguk dan dengan patuh mengikuti Dera dari belakang.

Mereka tidak turun ke lantai satu, juga tidak memasuki salah satu ruangan di lantai dua. Claudia menelan ludah gugup saat Dera membuka pintu di ujung lorong dan mereka menaiki tangga menuju lantai tiga.

"Lantai tiga berisi ruang baca dan ruang bermain untuk Tuan Muda, tapi perpustakaan dan ruang kerja milik Tuan juga di sini, jadi berhati-hatilah ke depannya agar tidak salah memasuki ruangan."

Claudia mengangguk dalam diam, selama ada tanda di depan pintu yang membedakan antara ruang bermain Raga dan ruang kerja Malven, maka ia pasti tidak akan salah masuk ruangan.

"Apa pun yang Tuan katakan nanti, kamu hanya perlu diam dan mengiyakannya." Dera memberi peringatan singkat saat mereka sampai di depan sebuah pintu sebelum mengetuknya.

"Masuk!"

Claudia menarik napas panjang, ini pertama kali ia akan bertemu dengan atasan. Selama ini Claudia hanya pernah menjadi atasan seseorang, jadi ini merupakan pengalaman baru baginya.

'Semoga dia bukan majikan brengsek seperti di novel-novel!'

Bab terkait

Bab terbaru

DMCA.com Protection Status