Share

Tiga Peraturan

Hal pertama yang Claudia lihat setelah memasuki ruangan adalah seorang pria yang diberkahi dengan ketampanan bak dewa yunani sedang duduk tegak sambil memegang sebuah berkas.

Cara pria itu memegang berkas di tangan, dengan jari-jari panjang yang terlihat indah membuat Claudia sempat menahan napas, bagaimana pun pesona yang dipancarkan Malven meski ia hanya duduk diam sungguh sangat tidak bisa diabaikan.

"Selamat malam, Pak, saya Claudia, yang dikirim ke sini untuk menjadi pengasuh tuan muda." Claudia menyapa dengan sopan, tubuhnya sedikit membungkuk saat sudah berada di hadapan Malven.

Mata sehitam arang itu menatap Claudia perlahan. "Silakan duduk," ucapnya mempersilakan.

Claudia segera mengambil tempat di sofa seberang Malven, duduk tegak sembari bersiap menjawab pertanyaan yang mungkin akan diajukan Malven--pengganti sesi interview yang belum sempat dilakukan.

"Ini adalah kontrakmu. Sekretarisku sudah mengurusnya dengan agensimu, tapi kupikir kamu memerlukan salinannya. Baca dan pahami itu, kalau ada yang tidak kamu pahami, tanyakan sekarang."

Claudia meraih berkas yang disodorkan, mengabaikan tatapan tajam yang mengikuti gerakannya. Claudia sudah mengetahui isi kontraknya, tapi melihat lagi kontrak dengan namanya tertulis sebagai pekerja membuatnya agak bersemangat, apalagi setelah melihat nominal gaji bulanannya yang tertera.

Wanita itu membaca semua yang tertulis, dan tidak ada yang merugikan menurutnya, semuanya sesuai dengan kesepakatan yang sudah Claudia ketahui. Padahal selain gaji yang lebih besar dari tempat lain, bekerja di kediaman Pranaja juga mendapat libur satu kali dalam seminggu, biaya makan ditanggung serta kamar yang nyaman.

'Tapi, kenapa semuanya dipecat hanya dalam seminggu?' Claudia mengerutkan kening tanpa sadar, mengingat lagi jika paling lama babysitter bertahan di kediaman ini hanyalah satu bulan.

"Saya sudah membaca semuanya dan tidak ada yang kurang." Claudia meletakkan kembali kontraknya ke atas meja, kali ini memberanikan diri untuk mendongak dan menatap sang tuan. Tapi, tatapan dingin dan tidak bersahabat yang Claudia terima membuatnya bertanya-tanya apakah pria di hadapannya memiliki masalah penglihatan.

Kenapa dia selalu menatap Claudia seolah wanita itu adalah penjahat yang pernah mengkhianati negara?!

"Kalau begitu aku akan mengatakan peraturan lainnya selain yang tertulis di kontrak. Kuharap kamu mendengarkan dan memahami apa yang kukatakan sekarang, karena tidak akan ada maaf kalau kamu melanggarnya."

Claudia tidak tahu peraturan seperti apa yang ingin disampaikan Malven, tapi melihat betapa serius raut wajah pria itu, sepertinya itu peraturan yang cukup sulit ditaati.

'Apa dia menyuruhku untuk bangun jam tiga pagi setiap hari?'

"Iya, Pak, saya mendengarkan."

Malven berdecak pelan, jelas berusaha keras untuk menutupi ketidaksukaannya pada Claudia.

"Pertama, jangan pernah memasuki kamarku atau ruang kerjaku, juga perpustakaan pribadiku."

Claudia mengerjap pelan, bukankah hal yang wajar untuk tidak masuk ke daerah privasi majikan? Apalagi status Claudia di sini sebagai pengasuh Raga, bukannya pembantu rumah tangga, jadi bukankah sudah pasti Claudia tidak akan masuk ke ruangan-ruangan yang baru saja Malven sebutkan?

"Baik, Pak, saya mengerti." Claudia mengangguk meski merasa aneh dengan peraturan pertama yang didengarnya, karena tanpa perlu dijadikan aturan, hal seperti itu pasti tidak akan terjadi.

"Lalu, kamu di sini sebagai pengasuh Raga. Jadi, meski kamu akan ikut makan bersamaku dan Raga, atau bermain bersamanya di kantorku, ingatlah kalau statusmu hanya seorang pengasuh."

Kata-kata yang terdengar lebih dingin dari sebelumnya membuat Claudia mau tidak mau merasa jengkel. Kenapa hal-hal yang sudah pasti itu dijadikan aturan?!

"Kalau begitu saya boleh menolak kalau seandainya nyonya Dera atau pelayan lain meminta bantuan saya untuk melakukan sesuatu yang tidak ada hubungannya dengan 'mengasuh' tuan muda, kan?" Claudia kembali menatap lurus pada Malven. "Saya harap Anda mengatakan hal itu juga ke pekerja yang lain, Pak, agar saya hanya fokus dengan pekerjaan sebagai pengasuh saja."

Menghindari bully dan masalah tidak penting. Terkadang Claudia mendengar laporan dari para pengasuh mau pun asisten rumah tangga yang dikirimkannya tentang senioritas dan pekerjaan yang tidak sesuai. Tidak sedikit yang harus melakukan bersih-bersih atau memasak padahal job desk-nya adalah babysitter, hanya karena tidak berani menolak perintah pekerja lain yang sudah lebih dulu di sana.

Malven yang sempat tertegun mendengar permintaan Claudia akhirnya berdeham pelan. "Kamu tidak perlu khawatir masalah itu, Dera bukan orang yang akan membiarkan rumah ini menjadi tempat tidak nyaman untuk bekerja."

Claudia mengangguk, syukurlah kalau lingkungan kerja di rumah ini baik. Meski Claudia sudah melihatnya hari ini tentang para pekerja yang ramah dan baik, tapi siapa yang tahu sifat asli seseorang? Claudia bahkan tidak bisa menebak pria yang sudah menjadi kekasihnya selama tuhuh tahun, apalagi orang yang baru ditemui.

"Apa ada yang lainnya, Pak?" Claudia bertanya setelah beberapa saat Malven terdiam, raut wajahnya terlihat sedang memikirkan sesuatu.

"Satu lagi, tentang panggilan Raga padamu."

Panggilan?

"Raga masih sangat kecil ketika kehilangan ibunya, jadi dia sangat haus akan kasih sayang seorang ibu. Meski begitu, tidak peduli seakrab apa pun kalian, jangan pernah menyuruh atau membiarkan Raga memanggilmu ibu atau mama. Kalau aku sampai menerima laporan ada hal seperti itu, kamu akan langsung dipecat."

Ehm ... sebenarnya apa yang sedang terjadi? Jujur saja sejak tadi Claudia kebingungan. Ada tiga peraturan yang tidak boleh ia langgar, tapi bukankah tiga hal itu adalah hal yang memang semestinya tidak dilakukan?

Pertama, tidak ada alasan bagi seorang pengasuh untuk masuk ke kamar atau ruangan pribadi tuannya. Kedua, memangnya ada orang yang lupa statusnya sebagai pengasuh hanya karena sering menemani tuan muda yang dirawatnya makan bersama orang tuanya? Lalu peraturan ke tiga tentang panggilan itu juga, bukankah lucu kalau meminta atau membiarkan anak yang diasuh untuk memanggil ibu? Memangnya ada yang melakukan itu?!

"Ya, Pak, saya akan ingat semuanya." Meski tidak mengerti sama sekali dengan peraturan yang Malven berikan, Claudia tetap menjawab dengan sopan.

Lagi-lagi terjadi keheningan setelahnya, Claudia tidak tahu kenapa pria yang mendapat julukan sebagai Tangan Midas dari Asia itu sering diam sambil melototi seseorang.

"Apa masih ada lagi, Pak? Maaf sebelumnya, tapi mengingat isi kontrak, seharusnya pukul segini saya sudah beristirahat." Claudia memberanikan diri membuka suara, sejujurnya agak sulit bersikap tenang tanpa menatap terang-terangan wajah tampan di depannya.

"Tidak, tidak ada lagi. Kamu boleh kembali ke kamarmu."

Claudia menghela napas lega, "Baiklah kalau begitu saya permisi, Pak," ucapnya sebelum bergegas meninggalkan Malven tanpa menunggu balasan dari pria itu. Jujur saja Claudia kelelahan dan membutuhkan tidur setelah menemani Raga seharian, jadi ia tidak bisa membuang waktu lagi.

Untungnya Dera yang Claudia temui di depan ruangan Malven tidak menanyakan apa pun sehingga Claudia bisa langsung pergi ke kamarnya.

"Ah, aku ingin tidur tanpa ganti baju!" Claudia mengeluh setelah memasuki kamarnya dan mengunci pintu.

Wanita itu baru saja merebahkan tubuhnya dan mulai merasa nyaman ketika ingatannya menyentak. Dia lupa memberi kabar pada Aira!

Membuka tas berisi pakaiannya yang belum sempat dirapikan, Claudia meraih ponselnya yang seharian tidak diperiksa. Lalu, sebuah pesan yang berada di paling atas membuat seluruh lelah dan kantuknya seolah menguap.

[Cla, kamu di mana? Aku ke rumahmu dan Ayah bilang kamu tidak ada. Tolong jangan pergi tiba-tiba, Cla, aku tidak bisa jika tidak melihatmu.]

Related chapters

Latest chapter

DMCA.com Protection Status