“Halo, Ma, hari ini aku dateng sama Kakak.” Claudia tersenyum simpul mendengar sapaan Raga di depan pusara ibunya. Untungnya Malven memberikan izin untuk Raga mengunjungi Elodia tanpanya, karena Claudia sudah terlanjur berjanji pada Raga kalau akan membawanya ke sini meski harus diam-diam.“Aku kemarin habis dari Jepang lho, Ma! Bareng Papa dan Kak Cla jugaa.”Claudia yang awalnya berada di tepat belakang Raga, perlahan mundur dan menjaga jarak saat mendengar cerita anak itu tentang kepergiannya ke Jepang. Rasa bersalah memenuhi hati Claudia yang telah melakukan sesuatu yang tidak pantas bersama Malven ketika di Jepang, bahkan semalam dan pagi ini.Saat Claudia menjanjikan akan membawa Raga menemui Elodia, ia belum melakukan kesalahan itu, juga belum menerima tawaran yang Malven ajukan. Sekarang ketika berada di depan pusara Elodia setelah tadi pagi merasakan sentuhan dan kehangatan bersama Malven, rasa bersalah yang sangat besar memenuhi benaknya.‘Maaf, Elodia, maafkan aku. Tapi ka
"Padahal waktu itu Kakak juga nyela kata-kataku." Ucapan lirih Raga membuat mengerjap. "Kapan?" tanyanya, tidak ingat pernah memotong perkataan Raga. Kalau Malven sih, jangan ditanya! "Semalem? Waktu aku tanya Deon itu siapa, Kakak langsung bilang 'Bukan!' padahal aku belum selesai ngomong." Claudia hampir tertawa saat meliht Raga memperagakan bagaimana cara Claudia memotong perkataannya semalam. Keningnya yang berkerut dengan alis sedikit naik saat mengatakan 'bukan' sungguh sangat menggemaskan. "Iya, Kakak salah, maaf. Lain kali ingatkan Kakak kalau melakukan sesuatu yang Raga pikir itu salah, ya?" Claudia kembali mencubit pelan pipi bulat Raga. "Oke, Kakak siap-siap aja!" Tawa Clauida berderai saat Raga menjawab dengan serius. Wajah anak itu selalu menyenangkan untuk dilihat seperti apa pun ekspresi yang sedang dibuat. "Maaf terlambat, apa aku membuat kalian menunggu terlalu lama?" Claudia dan Raga menoleh bersamaan saat seorang wanita memasuki ruangan. Claudia la
"Jadi, menurut Raga tidak apa-apa memakainya kapan pun, kan? Misal saat Kakak memakai perhiasan yang Raga belikan, ada orang jahat yang melihat, lalu mencelakai Kakak untuk mengambil perhiasannya, tidak apa-apa?" Claudia tersenyum saat melihat Rag tersentak, sepertinya apa yang Claudia sampaikan tidak pernah terpikirkan olehnya. "Lalu, bagaimana dengan kakak-kakak pelayan di rumah? Melihat Kakak yang baru bekerja tidak sampai tiga bulan memakai baju mahal dan perhiasan mewah, mereka akan berpikir apa ya tentang Kakak? Pencuri? Tukang korupsi? Mengambil uang Tuan Muda? Penggo--ekhm!" Claudia langsung berdeham saat kata 'penggoda' hampir saja keluar dari mulutnya. "Raga pernah lihat berita di televisi tidak? Banyaknya kejahatan dan pembunuhan yang terjadi biasanya disebabkan oleh apa yang korbannya kenakan. Perhiasan mahal dan pakaian mewah hanya akan mengundang orang jahat jika digunakan dalam kehidupan sehari-hari. Tapi, berbeda ceritanya jika Kakak pergi ke pesta atau acara forma
Bukan membicarakan Malven? Claudia tidak tahu harus bereaksi seperti apa saat mendengar perkataan Tabinta. Secara tidak langsung wanita itu memberitahu jika Malven bukanlah cinta pertama Elodia, dan itu benar-benar berita yang tidak ingin Claudia ketahui. "Bukankah Raga sedikit lama? Aku akan memeriksanya dulu--!" "Tidak perlu, Claudia, karyawanku sedang membantunya. Jangan khawatir, Raga sudah mengenal asistenku dengan baik." Tabinta mencegah Claudia yang ingin melarikan diri, seringainya terukir ketika melihat wajah wanita di sisinya tampak sedikit pucat. Claudia menggaruk kepala canggung, sejujurnya tidak mau tetap di sini dan melanjutkan pembicaran. Dia tidak mau dan tisak berminat untuk mengetahui masa lalu Elodia atau pun pria yang pernah wanita itu cintai. "Sampai di mana pembicaraan kita tadi?" Duh! Claudia tidak tahu harus bagaimana saat Tabinta sepertinya tetap ingin melanjutkan ceritanya. Kenapa wanita itu melakukan hal ini? Padahal katanya Elodia itu sahabatnya, tapi
"A-ada apa?" Claudia bertanya gugup, mengepalkan tangannya erat-erat saat berusaha agar tidak menyentuh syal dan membuatnya semakin mencurigakan. "Bukan apa-apa, hanya saja ada satu cerita lagi yang ingin kusampaikan." Tabinta tersenyum kecil saat menatap tepat di bola mata Claudia. "Dea benci kelas menyulam, sangat membencinya malah. Aku sering melihat jari-jarinya penuh luka setelah dia les menyulam. Dia juga sangat tidak berbakat dalam hal itu, tapi suatu hari guru menyulamnya bilang akan meluluskannya kalau Dea bisa membuat sebuah syal dalam waktu tiga bulan." Claudia menelan ludah tanpa sadar, berusaha tetap berpikir positif. Tidak mungkin syal yang sedang Claudia gunakan sekarang adalah satu-satunya syal yang pernah Elodia buat, kan? Dari semua kebetulan dan kemungkinan di dunia ini, mana mungkin Claudia akan mengalami salah satunya! "Karena ingin cepat lulus, Dea akhirnya berhasil menyelesaikan rajutannya. Meski tidak sempurna, tapi itu adalah satu-satunya hasil karyanya sel
Pukul empat sore, Claudia dan Raga akhirnya kembali ke kediaman Pranaja dengan membawa banyak barang. Tidak hanya membeli untuk Claudia, tapi juga seluruh pelayan di kediaman. Tidak banyak, hanya tas dan beberapa macam aksesoris untuk setiap orang, namun kebaikan yang dibagikan hari itu membuat perasaan para pekerja dipenuhi syukur dan kebahagiaan. Bersyukur karena bekerja di lingkungan yang nyaman dengan gaji besar, juga sangat beruntung karena memiliki tuan seperti Malven yang tidak banyak menuntut dan mengomentari pekerjaan mereka, lalu keberuntungan itu menjadi lengkap saat tuan muda yang mereka layani mulai memiliki kehidupan di matanya. "Terima kasih karena sudah datang dan menjadi pengasuh tuan muda, Claudia. Aku sudah tiga tahun bekerja di sini, dan sejak nyonya meninggal, tuan muda menjadi anak yang sulit didekati. Dia selalu marah setiap kali tuan Malven pergi bekerja. Tapi akhir-akhir ini, sejak kamu menjadi pengasuhnya, tuan muda menjadi lebih hidup dan bahagia. Aku ya
Malven tidak menjawab apa pun, membiarkan putranya terus bergelut dengan kebimbangan dan tenggelam dalam pikiran. Sejujurnya tadi Malven tidak bercanda. Sepertinya tidak masalah jika Claudia yang menjadi istrinya, menjadi ibu bagi Raga. Tidak perlu cinta, toh Malven dan Elodia juga menikah bukan karena saling mencintai. Malven membantu Elodia menyelamatkan cintanya dan Elodia membantu Malven mendapatkan hak warisnya sebagai kepala keluarga Pranaja.Lalu, tidak seperti Elodia yang sudah dianggapnya sebagai adik sendiri hingga membuatnya tidak bisa menyentuh wanita itu sama sekali, Malven tidak memiliki masalah dengan menyentuh Claudia. Setidaknya pernikahan mereka tidak akan terlalu hambar karena Malven dan Claudia bisa sama-sama mendapatkan kepuasan batin.Tidak hanya itu ... Malven tersenyum tipis saat membayangkan raut wajah seseorang.'Bagaimana ekspresi pria tua itu kalau aku membawa wanita yang berasal dari kalangan biasa? Apa yang akan dia katakan untuk mengutukku, ya?' Malven m
Raga tidak lagi bertanya, karena melihat mata Claudia yang dipenuhi kesedihan membuatnya tidak nyaman. "Aku nggak terlalu ngerti, tapi aku bisa jamin Papa nggak akan begitu." Raga kembali memeluk Claudia, tangan kecilnya menepuk-nepuk pelan punggung sang pengasuh, mencoba menghibur dan mengurangi sedikit kesedihannya. Claudia sedikit mengernyit saat Raga mengatakan Malven tidak akan melakukan pengkhianatan dan menyakitinya, meski mungkin anak itu sendiri tidak paham dengan yang Claudia katakan, tapi mendengarnya bicara seperti itu seolah memberikan izin pada Claudia dan Malven untuk memiliki hubungan. Mana mungkin! Claudia menghela napas, tidak menyukai bagaimana kepalanya langsung berpikir sejauh itu. Raga masih anak-anak, ada banyak hal yang tidak dia mengerti, tapi untuk urusan memiliki ibu tiri, Raga pasti sering mendengarnya, jadi wajar baginya untuk menolak dan tidak suka dengan ide Malven menikah lagi. Lagipula, Elodia baru saja pergi setahun lalu. "Nah, karena Raga mengha