"Sudah seminggu Dika nggak kesini ya, Pa?" Seru Bu Diana pada suaminya. "Mungkin dia sibuk mengurusi Luna, Ma. Maklum saja, Luna kan habis keguguran pasti dia sangat membutuhkan Dika di saat-saat seperti itu.""Alah, emang anaknya aja yang manja pengennya di perhatiin terus. Seharusnya dia mikir juga dong, kalau Kakak kandungnya Dika juga di rawat di rumah sakit. Sudah sepatutnya sebagai Adik, Dika juga ikut menjaganya di sini, bukan malah mengurusi perempuan manja itu. Lagian Pa, Luna kan sudah di urus sama orang tuanya, pastinya Dika nggak ngapa-ngapain di sana. Selama Fatur di rawat Dika cuma pernah jengukin satu kali, Pa!" Omel Bu Diana. "Sudahlah, Ma. Bukannya, Sudah ada kita berdua yang menjaga Fatur di sini? Biarkan Dika dengan istrinya. Toh, kalau Dika di sini juga mau ngpain? Nggak ada, kan?" "Emang susah ngomong sama Papa!" Gerutu Bu Diana. "Benar kata Mama, Pa!" Timpal Fatur yang sudah mulai membaik. "Mama sama anak sama saja," ujar Pak Dani. Pak Dani hanya menggelen
"Mama!" Pekik Andika dan Luna berbarengan. Keduanya tidak menyangka jika Bu Diana nekat mendorong Bu Nia sampai tersungkur ke lantai. "Kenapa?" Tantang Bu Diana. "Jangan kalian pikir, saya bakal diam aja di tuduh seperti itu! Terlebih kamu! Bu Besan! Hati-hati kalau ngomong!"Luna gegas membantu sang Ibu untuk berdiri. Dia menatap Bu Diana dengan tatapan tidak suka, begitu juga dengan Bu Nia. Terpancar kemarahan di sorot matanya, rahangnya sudah mulai mengeras. Harga dirinya jatuh seketika di perlakukan tidak hormat oleh besannya itu. Mau membalas, Bu Nia takut. "Kamu jangan keterlaluan, Bu Besan! Ini tu sudah termasuk kekerasan, saya bisa laporkan kamu kepolisi!" Bu Nia mengancam balik. "Eh, Bu Nia! Jangan kamu pikir saya tidak bisa melaporkan kamu juga. Siapa yang menuduh saya duluan tanpa bukti, hah? Siapa?" Tantang Bu Diana sambil berkacak pinggang. "Kalau situ mau lapor polisi, saya juga bisa melaporkan kalian berdua!""Dasar mertua gila!" Hardik Luna. Perempuan itu kesal sete
Pagi ini, wajah ceria Kaila kembali terlihat setelah dua bulan terakhir terlihat muram. Perempuan itu merasa lega perceraiannya dengan Andika berjalan mulus, kini saatnya dia menyambut hidup baru dan menatanya sebaik mungkin jangan sampai kesalahan yang dulu terulang kembali. Baru saja keluar pintu rumah, Andika sudah berdiri di samping mobilnya menunggu kedatangannya. Pagi-pagi sekali laki-laki itu sudah menyambangi rumah perempuan yang sudah menjadi istrinya tersebut. "Pagi, Kai!" Sapa Andika tersenyum manis."Mau ngapain kamu kesini?" "Jangan galak-galak, nanti ujung-ujungnya cinta. Kan, ribet! Kamu yang minta cerai, kamu juga yang minta balikan." Seringai Andika meledek. "Jangan halu!" "Siapa yang halu? Mas kan cuma bilang, memangnya kita tahu apa yang akan terjadi di masa depan? Enggak, kan? Bisa aja kita bersatu lagi, nggak ada yang tahu, Kai! Jika memang kita sudah di takdirkan untuk selalu bersama, sekuat apapun kita mencoba untuk berpisah pasti akan bersatu lagi.""Tidak
"Eh, Bu Sinta Bu Ratna! Ngapain kalian kesini, hah? kalian jangan ikut campur masalah keluarga saya!" Seru Bu Diana yang tidak terima kedua Ibu-ibu itu membantu Kaila. "Siapa yang ikut campur sih, Bu? Kami ini cuma lagi membantu tetangga kami yang di zolimi oleh mantan mertuanya! Masa iya, sebagai tetangga yang rukun, kami diam aja! Nggak bisa lah!" Balas Bu Ratna. "Terima kasih, Bu-ibu! Tapi, saya bisa kok, menyelesaikannya sendiri." Ucap Kaila tak enak jika tetangganya ikut-ikutan terserat dalam masalah pribadinya. "Tidak apa-apa, Mbak Kaila. Kita bantuin aja! Mantan mertua seperti Bu Diana ini emang pantas di serang sama warga supaya mulut nyinyirnya itu diam. Tidak ada malunya sama sekali, merasa paling benar dan paling segalanya. Rasanya pengen Ibu kasih sambal tu mulut," celetuk Bu Sinta. "Berani ya kamu sama saya, Bu Sinta!" Tantang Bu Diana."Loh, emangnya selama ini saya takut sama situ? Sama tukang nyinyir kok takut, aneh! Takut itu sama Allah, Bu!" Balas Bu Sinta. "Ibu
"Siapa dia, Mas? Kenapa kamu membawa perempuan hamil ini kerumah kita?" Tanya Kaila menilik penuh curiga pada sang suami. "Kamu tenang dulu, ya! Aku akan jelaskan semuanya di dalam. Sekarang kita masuk dan duduk dulu, yuk!" Ajak Andika pada istrinya, lalu menggandeng tangan perempuan yang sudah membuka pintu untuknya itu. Kaila menurut saja tanpa menyahut ucapan sang suami. Matanya terus tertuju pada perempuan sexy berambut panjang yang bergelayut manja merangkul tangan Andika yang berdiri di sampingnya. Ketiganya kemudian masuk kedalam dan duduk di sofa ruang tamu. Andika duduk bersebelahan dengan perempuan yang ia bawa sementara Kaila memilih untuk duduk di sofa tunggal seorang diri, manik hitamnya menatap sang suami dan perempuan itu secara bergantian seolah meminta penjelasan. Ada rasa curiga terhadap perempuan hamil yang di bawa oleh sang suami. Namun dengan cepat ia menangkis perasaan curiga tersebut dan langsung bertanya untuk mendapat jawaban pasti dari kecurigaannya."Jadi s
Luna membuang muka. Berdebat dengan madunya ternyata tak mudah. Walau wajah Kaila nampak begitu teduh terlihat seperti perempuan lemah lembut ternyata perempuan itu ternyata bisa melontarkan kata-kata pedas menohok hati."Karena perempuan pelakor seperti kamu ini, nih! Banyak pasangan yang sudah menikah rumah tangganya hancur," Imbuh Kaila lgi."Diam kamu!" Bentak Luna pada Kaila."Kamu yang diam! Ini rumahku! Aku yang mempunyai hak penuh di rumah ini. Kalau kamu nggak terima ucapanku, silahkan keluar dari sini!" Balas Kaila tak kalah membentak."Oke!" Jawab Luna mantap. "Aku akan keluar dari rumah ini! Tapi aku nggak akan pergi sendiri. Mas Dika akan tinggal bersamaku dan nggak bakal aku izinin untuk datang kesini lagi. Biarin aja kamu kelaparan dan nggak punya uang karena nggak di nafkahi sama suami," ancam Luna dengan senyum miring di bibirnya."Siapa takut!" Balas Kaila. "Kalau begitu cepat keluar dari sini!""Ayo, Mas kita pergi aja dari sini. Aku juga nggak sudi tinggal satu atap
Pagi menjelang, namun Kaila masih enggan untuk bangkit dari tempat tidurnya. Setitik air mata lolos dari pelupuknya, Kaila masih belum bisa melupakan rasa sakit penghiantan yang di lakukan oleh Andika. Belum lagi, ketika mengingat bahwa sang suami memiliki perempuan lain dan perempuan itu tengah hamil anaknya. Betapa pedih nya hati Kaila, segala pengorbanannya selama ini tak cukup untuk membuat suaminya setia. Pikirannya kosong, dia tak tahu harus bagaimana menyikapi penghiatan yang sudah di lakukan oleh sang suami. Padahal, apa kurangnya Kaila selama ini sebagai istri? Dirinya selalu menjaga penampilan agar selalu terlihat cantik, menarik dan wangi. Kaila juga tak pernah protes, ketika Andika mengklaim rumah yang mereka tinggali itu adalah miliknya pada orang tua dan juga saudara-saudaranya di kampung bahkan pada perempuan yang kini menjadi istri barunya itu. Tok! Tok! Tok!"Kai bangun! Mas udah terlambat ini." Panggil Andika niat membangunkan Kaila. "Sayang,.." Teriaknya lagi namu
Selepas keberangkatan Andika, Luna duduk di meja makan sambil menyerumput segelas susu hangat yang sudah tersedia di meja makan. Dalam hati, perempuan yang tengah hamil itu tertawa senang karena sudah berhasil menjadi istri Andika seorang laki-laki muda pengusaha kaya raya. Mempunyai perusahaan yang besar dan terkenal di negaranya serta memiliki rumah mewah yang kini ia tinggali. Cita-citanya menikahi pria kaya dan menjadi nyonya sudah tercapai, ia hanya perlu ongkang-ongkang kaki menunggu kepulangan suaminya tanpa perlu bekerja. Semua pekerjaan rumah sudah di kerjakaan oleh pembantu rumah tangga. "Bi! Bibi,.." Teriak Luna memanggil pembantu rumah tangga. Terlihat Bi Imah berjalan tergopoh-gopoh menghampiri. "Iya, ada yang bisa Bibi bantu?" Tanya Bi Imah yang enggan melihat Istri kedua dari majikannya itu. Pasalnya, Luna terlihat angkuh dan pongah seakaan-akan dia adalah nyonya besar."Heh, pembantu! Kamu sudah tahu siapa saya, kan?" Tanya Luna. "Saya istri kedua Pak Dika, itu bera