Gadis imut yang biasanya manja pada kakaknya, kini benar-benar menjadi seseorang yang berbeda. Ia nampak begitu serius dan yakin, padahal manager pelelangan sampai panik dibuatnya.
"Tapi di alam atas juga…!""Akan Alice urus semuanya, biarkan kak Akara mencari Esensi Surgawi,"Elena semakin panik dan khawatir, bahkan bicaranya seperti ngotot. "Kalau begitu kamu akan mengorbankan masa mudamu menanggung semua beban ini! Jika ingin Esensi Surgawi, tinggal suruh mereka mencarikannya di alam atas!"Alice dengan santai menjawabnya. "Kalau begitu, kenapa ayah tidak melakukan hal itu dari dulu? Kak Akara malah dibiarkan di kerajaan Glint saat kecil, lalu menyembunyikan semua ini. Pasti ada alasannya… Itu karena kejadian kakak pertama, jadi ayah Al tidak ingin hal itu menimpa anaknya yang lain."Di sekitar ruangan itu, muncul beberapa bayangan hitam yang bersembunyi. Bahkan mereka ada di dinding luar bangunan besar itu. Mereka berpakaian tertutupMereka benar-benar kebingungan dengan kedua fakta pedang itu, lalu Oren melaporkan hal yang lain."Hadiah untuk kompetisi menempa salah satunya berlatih di kolam Magma, namun tempat itu juga tempat menyimpan Esensi Magma Surgawi. Saya takut jika tuan muda berurusan dengan mereka." "Tidak masalah, itu mempermudah kita membongkar kedoknya!" Alice lagi-lagi masih tenang sambil melihat wajah kakaknya."Baiklah, lalu ada binatang sihir tingkat Naga yang menelan Esensi Angin Surgawi. Evolusinya sebentar lagi akan selesai, namun juga kemungkinan gagalnya sangat besar. Apa perlu saya…?"Mendengar laporan Oren, Alice tidak langsung menjawabnya. Ia terdiam untuk memikirkan tindakan yang akan ia ambil, lalu setelah cukup lama ia menjawabnya dengan satu kata. Setelah mendengar satu kata itu, Oren berpamitan pergi dan melesat layaknya cahaya.Setelah itu Alice perlahan-lahan melihat ke arah kak Elena dan berkata."Kenapa kak Elena masih di s
"Wahh! Kak lihat!" ternyata kamar mereka menghadap langsung ke arah air terjun. Akara saat itu cukup terkejut, bukan karena keindahan air terjun itu, melainkan aliran energi yang sangat banyak dari sana."Adek pesan makanan dulu sana," ujar Akara sambil berjalan ke arah dinding kaca dan kemudian bersila untuk menyerap energi.Beberapa saat kemudian Alice kembali membawa nampan berisi makanan untuk keduanya. Saat itu, terjadi lonjakan energi dari tubuh Akara yang tengah berlatih."Kak Akara naik ranah?" Alice langsung menurunkan nampan di meja dan mendekati kakaknya.Aura ranah remaja itu muncul, ranah Mijil dua bulan energi dua bintang. Kini energi yang menyelimuti tubuhnya berkumpul pada pusat aura.Cring!Bintang ketiga pada aura ranah terbentuk dan hentakan energi kembali terjadi sebelum ia membuka matanya."Promosi bintang lagi kak?""Adek, bisa teleport ke atas air terjun?" Akara lalu mendekati adiknya
Pengusiran sama seperti yang terjadi pada Akara dilontarkan dan akhirnya keluar seorang kakek tua dan seorang gadis. Ia merupakan Kana dan kakeknya Taji Meranti. Akara dan Kana saling pandang, namun nampaknya keduanya tidak saling mengenali. Tujuh tahun bukanlah waktu yang sebentar, juga mereka sudah tumbuh dari bocah kecil menjadi seorang remaja. Akara kemudian masuk begitu saja dan mendapati seorang pria penempa yang masih kesal dan menggerutu."Permisi, apakah saya bisa bertemu dengan penempa toko ini?" "Aku penempanya… Maaf nak, aku masih kesal dengan kakek tua tadi," jawabnya sambil berusaha menenangkan diri."Ahh tidak apa-apa, saya ingin membeli batu bahan." Akara tidak ingin tau alasan pertengkaran tadi dan melanjutkan urusannya."Oh kemari, kau bisa pilih sendiri batu yang ingin di beli!" Laki-laki itu mempersilahkan Akara masuk ke bagian belakang, namun ia menolaknya."Tidak perlu, yang saya cari itu batu Cryostar," L
Di depan mereka sudah terlihat orang-orang berlalu lalang di jalan dan lorong ini tidak ada simpangan lagi. Akan tetapi, gadis itu tetap terus berlari dan melemparkan belati lagi. Kini kecepatan gadis itu semakin pelan dan jarak keduanya semakin pendek, namun juga beberapa meter lagi mencapai jalan utama. Merasa bisa menangkapnya, Akara memadamkan apinya dan mengulurkan tangannya untuk meraih pundak gadis itu. Clekk…Tinggal satu langkah lagi mencapai jalan, gadis tadi menunduk dan menyilangkan satu kaki untuk menjegal Akara. Ia yang terkejut, tidak sempat dan tidak bisa berhenti karena larinya cukup kencang. Ia terjegal, meluncur ke jalan dan menabrak seseorang.Brukk!!Akara tersungkur dan kedua pedangnya berserakan, namun juga ada seorang gadis yang ia tindih."Maaf-maaf!" Akara langsung berdiri dan melirik ke arah lorong, gadis bertopeng sudah tidak ada di sana."Kana, tidak apa-apa?" ujar pak tua kepada cucunya yang masih d
"Silahkan ikuti saya." Kak Elena langsung memandu mereka menuju salah satu ruang VIP."Terima kasih," ujar kakek Taji Meranti begitu masuk ruang VIP. "Anak muda ini begitu ceroboh, membiarkan orang lain mengetahui hartanya," "Akara, lain kali harus bersama pendamping yang kuat setiap kali akan bertransaksi di luar!" Kak Elena langsung menasehati remaja polos itu."Tenang saja, memangnya guruku akan membiarkan muridnya berkeliaran begitu saja membawa uang dan barang-barang berharga?" ujar Akara yang ternyata tidak sepenuhnya polos. Sedikit teknik ancaman yang membuat orang lain berfikir dua kali untuk menyerangnya. "Dari bahan-bahan yang guru cari saja seharusnya sudah bisa diketahui, kalau guru bukanlah orang yang lemah 'kan?""Benar juga!" ujar kakek Taji Meranti. "Kalau boleh tau, siapa nama gurumu?""Nama penempa guru adalah "Neraka Biru". Guru selalu mengasingkan diri, jadi tidak begitu terkenal," jelas Akara."Baiklah, Aula
"Apa yang kalian lakukan!? Cepat bantu aku!" teriaknya, namun tidak kunjung ada jawaban dan ia segera melihat kondisi kedua pengawalnya. Ternyata mereka sudah terkapar, dengan beberapa bagian tubuh gosong karena tersengat petir dan masih ada sesekali kilatan di tubuhnya. Ia benar-benar syok kala itu, pasalnya kedua pengawalnya merupakan tetua keluarga dan ranah mereka tidaklah lemah. Satu di puncak ranah Kinanthi empat bulan energi dan satunya di awal ranah Asmaradana lima bulan energi."Tidak mungkin! Mereka ranah abadi! Kenapa kau bisa!?" teriaknya dengan gemetar hebat karena begitu ketakutan memandangi Alice yang masih dengan tenang melayang di udara."Jaga mulut busukmu, kau bahkan tidak lebih besar dari sebutir debu di bawah kaki kak Akara," ucap Alice dengan ekspresi datar, lalu suara gemlegar terdengar saat sambaran petir mengenai tubuh Wan Waru."Apa-apaan kekuatannya!?""Bahkan lebih mengerikan daripada Peri Salju saat itu!" Para sis
Tidak butuh waktu lama, ada dua peserta yang sudah selesai mengerjakan."Selesai!" seru Akara dan Aul Besiah secara bersamaan, sontak membuat peserta lain yang sedang berpikir keras jadi terkejut. Merasa tersaingi, Aul besiah menatap Akara dengan tajam."Tidak perlu terburu-buru, masih ada sisa waktu untuk menyelesaikannya!" ujar Dong Waru dan setelah itu Mala Jati menyusul mereka."Aku tidak terkejut dengan Aul Besiah, tapi hebat juga kamu… Namamu Akara 'kan? Aku Mala Jati!" ujar Mala Jati, sedangkan Akara hanya tersenyum dan melambaikan tangan kembali. Beberapa saat kemudian waktu ujian telah habis dan tanpa memeriksa jawaban, tetua Dong Waru langsung menentukan siapa saja yang lolos. Ia menjentikkan jarinya, membuat kobaran api kecil di depan beberapa peserta dan berkata."Kalian dengan api di depannya lolos ujian selanjutnya, sedangkan yang tidak muncul api pulanglah dan belajar lagi!" Hampir dari setengah peserta tidak mendapatkan a
Dong Waru yang tengah berbincang santai jadi menoleh ke arah Akara. Ia lalu bertanya saat melihat remaja yang clingak-clinguk itu. "Ada apa nak?" "Ahh tidak apa-apa!" jawab Akara yang langsung memasukkan semua bahan obat ke dalam tungku. "Hahaha lihatlah anak itu sangat gugup!" "Memasukkan semua bahan? Nekat sekali anak ini!" Mereka menertawakannya. Pasalnya, untuk membuat pil Pembentukan Energi tidak perlu Cengkeh api dan Kecombrang petir. "Maaf!" seru Akara, lalu seketika muncul energi dingin di bawah tungkunya."Apa yang terjadi?" Dong Waru pun ikut terkejut melihat energi dingin yang cukup besar, menyebar dengan cepat ke segala penjuru. Energi dingin yang cenderung lebih berat dari udara normal, membuatnya hanya setinggi beberapa centimeter di lantai hingga menutupi aura alkemis mereka. Anehnya, cahaya ungu dari aura alkemis milik Akara bersinar lebih terang dan lebar dari semua orang. Api pada tungkunya juga menyala besar dan sta