Malam itu Luke pulang ke rumah keluarganya setelah menghampiri teman-temannya sebentar. Sepanjang jalan dia memikirkan perintah Violin yang menyuruhnya menjebak Ralin.Kadang Luke tertawa miris, serumit ini hidupnya, dia memang memiliki rasa terhadap istri kakaknya itu, tetapi Luke masih tahu batasannya.Dia pulang sudah larut malam dan semua penghuni rumah sudah tertidur, tinggal pelayan yang membukakan pintu.Luke langsung masuk ke dalam kamarnya, ia melepas jaket lalu menggantungnya. Ia mematung sesaat lalu kembali merogoh kantong jaket itu.Botol kecil pemberian Violin, Luke tahu itu isinya adalah obat perangsang.Ia menghempaskan tubuhnya di ranjang sambil menimbang-nimbang haruskah ia melakukannya atau tidak.Di dalam kamar, ternyata Ralin tidak tidur, dia menyusun rencana serapi mungkin sampai tidak ada yang menyadari ke mana ia akan pergi.Pagi menjelang, Kenra sudah selesai juga Ralin. Kenzi baru saja turun dari atas, Rebecca menahan tangannya begitu menuruni anak tangga tera
"Baiklah, saya, permisi!"Kenzi pamit dengan perasaan yang mulai tidak enak, di dalam mobil ia segera menghubungi nomor ibunya."Ibu, apa Kenra dan Ralin sudah pulang?" tanyanya di telpon.Nyonya Rebecca melihat jam besar yang terletak di sudut rumah, "Belum, mungkin masih di jalan," katanya dengan tenang."Tidak, bu. Ralin dan Kenra tidak masuk ke sekolah hari ini.""Apa?" Nyonya Rebecca berdiri dengan tiba-tiba hingga Tuan Robert yang sedang membaca itupun menatapnya heran."Sepertinya Ralin kabur."Tubuh Nyonya Rebecca langsung limbung dan jatuh pingsan."Halo, Bu, halo!" Kenzi yang mendengar suara terjatuhpun jadi khawatir."Ibumu pingsan, cepat telpon dokter!" Tuan Robert menjawab telpon itu."I - iya iya," ucap Kenzi gugup.Kenzi memutus panggilan dan segera menghubungi dokter keluarga. Dia sendiri tidak pulang ke rumah melainkan memesan tiket menuju perancis.Tidak ada tiket kosong sampai dua hari ke depan, membuat Kenzi menggeram kesal. Rasa benci terhadap Ralin muncul kembali
Pesawat yang ditumpangi Darren mendarat dengan selamat, ia langsung pergi ke hotel untuk beristirahat malam ini.Darren mencari informasi tentang nama-nama orang yang melakukan penerbangan sejak dua hari yang lalu. Meski harus mengeluarkan uang, Darren melakukannya.Tidak ada yang paling bahagia dengan berita kepergian dari Ralin selain tunangan Kenzi. Ia tak henti tersenyum sejak mendengar kabar itu.Ralin teramat bahagia dan sampai berputar-putar di dalam rumah."Tak perlu ku kotori tangan untuk melenyapkanmu dan putrimu itu, Ralin. Semua seolah dimudahkan untukku. Hahaha!" Tawa Violin membahana tanpa menyadari di pintu besar sosok Kenzi sedang berdiri dan mendengar semuanya.Violin kembali mempehatikan ponselnya, saat ini ia ingin menghubungi Luke, calon adik iparnya.Tidak menunggu lama, Luke langsung mengangkat panggilan itu."Ada apa Violin?" Tetap ketus seperti biasa, tapi Violin tidak peduli karena saat ini ia tengah bahagia."Kau memang bisa di andalkan, pasti Kau sudah membe
Hari ini Ralin lembur selama dua jam, jadilah ia pulang saat hari telah gelap. Ralin menuntun tangan Kenra menuju tepi jalan menunggu kendaraan yang lewat.Sebenarnya Ralin tidak tega membawa serta putrinya ikut bekerja, tetapi saat ini dia tidak punya pilihan lain."Mommy, menangis?" tanya Kenra pagi tadi, sebelum mereka berangkat bekerja.Ralin jadi salah tingkah, "Tidak, ha-hanya kelipipan debu," katanya beralasan."Tapi, mommy menatap Kenra lama, apa Kenra menyusahkan, Mommy?"Ralin tersentak, bisa-bisanya putrinya berpikir seperti itu, "Kenapa Kenra berpikir seperti itu?" Ralin yang semula berdiri di belang putrinya lantas berpindah ke depan lalu berjongkok di hadapan putrinya, "Tahu tidak, Kenra itu adalah kebahagiaan, mommy. Penguat mommy setiap saat." Ia tersenyum setelah mengatakannya."Mom, kapan kita pulang ke rumah?" tanya Kenra. Dia yang belum mengerti sepenuhnya jujur masih merindukan tempat tinggal mereka yang dulu."Sayang!" Ralin menggenggam kedua tangan Kenra, "mulai
Begitu keduanya muncul, pintu di bukakan oleh pria yang sengaja berdiri di dekat pintu yang ditugaskan untuk menjaga ruangan itu.Ralin dan temannya masuk ke dalam. Ralin berada di belakang. Seandainya dia tahu cafe ini menyediakan minuman memabukkan, tentu Ralin akan berpikir dua kali untuk menjadi pelayan di sini.Ia sengaja menunduk agar tidak terlalu jelas terlihat oleh para pria itu. Mereka memang masih tergolong muda meski ada beberapa yang sudah berusia matang, kalau orang lain mungkin akan dengan senang hati melayani mereka. Pria berduit yang siap memanjakan wanita.PrangSontak Ralin yang ingin meletakkan nampan di meja terkejut mendengar suara gelas pecah tersebut."O' ow! Aku tidak sengaja menjatuhkannya," ucap salah satu pria di sana sambil menoleh pada Ralin.Yang lain tertawa, padahal jelas sekali gelas itu di banting bukan tidak sengaja jatuh."Biar saya bersihkan, Tuan!" kata Ralin tiba-tiba. Ia pun berjongkok dan bersiap memungut serpihan gelas tersebut.Satu tanganny
Pagi hari sebelum Lucy berangkat bekerja, Ralin menceritakan tentang kejadian malam tadi. Lucy juga terkejut dan baru mengetahuinya saat ini."Aku akan menghubungi temanku," kata Lucy. Temannya adalah manager yang tidak menyukai Ralin."Tidak perlu, aku memilih mengundurkan diri saja," cegah Ralin. Dia tidak mau Lucy dan maneger itu bertengkar karenanya. Ralin juga paham bahwa manager itu tidak menyukainya.Lucy berjalan menghampirinya lalu memeluk Ralin, "Maafkan aku, Ralin!" ucapnya. Jujur dia juga takut terjadi hal yang buruk bagi temannya itu.Ralin membalasnya, "Tidak apa-apa, aku mengerti," kata Ralin.Siang itu Ralin langsung keluar mengganti simcardnya. Pagi tadi dia sudah menerima pesan dari Leon.Setelah selesai Ralin membawa Kenra berkeliling melihat-lihat pernak-pernik rambut. Tanpa di sadari oleh keduanya, ada yang mengikuti mereka.Ralin menggandeng tangan Kenra berjalan ke tepi untuk memanggil kendaraan, tetapi belum lagi ada taksi sebuah mobil berhenti tepat di hadapan
Biarkan Kenra Tahu, Aku AyahnyaKenzi meninggalkan apartemen setelah Ralin menolak keinginannya untuk kembali hidup bersama. Alasan wanita itu tidak siap untuk tinggal bersama seperti dulu.Kini Kenzi mengetahui ada sisi lain yang berhasil tidak ditampakkan oleh istrinya itu saat ini, yaitu trauma.Kenzi duduk di atas ranjang, ia sedang memikirkan harus menyerah atau terus berusaha mendapatkan hati Ralin. Dia jadi tidak bersemangat dan hanya mengurung diri di hotel.Notifikasi pesan terdengar dari atas nakas. Kenzi segera meraih benda penghubung jarak jauh itu.[Bagaimana dengan Ralin, apa Kau sudah menemukan mereka?] Pesan berisi pertanyaan dari ibunya.[Aku belum menemukan mereka, Bu] Kenzi berbohong karena tidak ingin di tanya lebih lanjut.[Fokuslah di sana dan cari mereka sampai dapat!] harap ibunya.Kenzi hanya mampu menghela nafasnya. Dia seperti orang patah hati. Seperti inilah yang dirasakan Ralin dulu, menginginkan cinta dan kelembuyan darinya. Benarkah ia mencintai Ralin a
Kau Berhutang PadakuPada akhirnya Kenzi pergi tanpa memberitahukan kebenarannya pada Kenra, itu semua karena permintaan dari Ralin.Sepeninggal pria itu Ralin memutuskan untuk ke luar, meski sempat ragu, tapi ada beberapa kebutuhan yang harus segera dibeli.Ini semua karena Leon, dia jadi tidak nyaman sekarang.Hufftt...Ralin meyakinkan dirinya bahwa semua akan baik-baik saja, dia mengajak Kenra dan pergi ke pasar terdekat. Ralin memilih buah-buahan juga berbagai sayuran, sengaja membeli lebih banyak agar tahan lebih lama."Jangan lepaskan peganganmu!" Dia selalu mengingatkan Kenra. Di tengah keramaian seperti ini.Setelah di rasa cukup, ia pun dan Kenra memilih untuk pulang, setelah menaiki taksi Ralin merasa aman sekarang. Sampai di apartemen mereka turun dari taksi dan betapa terkejutnya Ralin saat di sana mereka sudah di sambut oleh Leon. Ralin mundur selangkah dengan wajah ketakutan. Kenra yang bingung melihat orang-orang itu ikut mundur di tarik oleh mommynya.Leon mendekat,