Share

35. Tidak Ada Pilihan

Selesai nyekar, mereka naik kuda dan menelusuri padang rumput yang diselimuti kabut tebal.

"Aku sudah berikrar untuk mewariskan semua ilmu kepada pangeran dari generasi kedelapan, yang menemukan air mata bidadari," kata Ki Gendeng Sejagat. "Aku senang calon muridku sesuai dengan keinginan."

"Aku tidak mata keranjang, Kek," protes Cakra.

"Alah, kau sering lihat bokong kerbau betina!" ejek si kakek.

"Bagaimana tidak sering lihat, ia tidak pernah pakai baju!" balik Cakra. "Jadi aku murid yang tidak sesuai dengan keinginan kakek!"

"Konyolnya sama! Gantengnya juga!"

"Konyol iya! Tapi aku mana tahu kakek dulunya ganteng?"

Kuda berjalan lambat menelusuri pesisir jurang. Malam jadi semakin gelap karena sinar rembulan sulit menembus kepekatan kabut.

"Aku tidak mau jadi muridmu, Kek," tolak Cakra. "Takut ketularan mata keranjang."

"Aku juga tidak mau jadi gurumu," sahut si kakek. "Takut ketularan slebew. Tapi kau harus mempelajari semua ilmu yang aku miliki untuk dapat melewati gerbang
Bab Terkunci
Membaca bab selanjutnya di APP

Bab terkait

Bab terbaru

DMCA.com Protection Status