Aluna tidak tahu seberapa penting acara ulang tahun perusahaan. Tapi, katanya tim dari Peter, ayah Ethan benar-benar mempersiapkan acara dengan sekuat tenaga. Ada yang bilang acara ini sebagai ajang membuka relasi dari berbagai perwakilan perusahaan yang datang. Aluna berada di sebuah mall. Bersama Grace! Perempuan itu memaksanya untuk menemani memilih pakaian. “Aku lelah,” lirih Aluna. Di tangannya terdapat dua paper bag dari merek terkenal yang memiliki harga fantastis. Anggap saja Aluna sekarang menjadi pembantu Grace. Lihat saja, Aluna membawa barang-barang Grace seperti seorang pembantu yang membawa barang majikannya. Entah sudah berapa banyak store yang mereka kunjungi hanya untuk mencoba pakaian. “Aluna, lihat apa ini bagus?” tanya Grace keluar dari ruang ganti. Aluna mengangguk. “Kau bagus menggunakan apapun Grace. Karena tubuhmu memang benar-benar bagus.” Pujian yang diselingi lelah. Aluna duduk di sofa, Ada dua pegawai di sana yang melayani Grace s
Aluna begitu lelah sampai di Apartemen. Ia melihat tangannya yang memerah karena terlalu lama membawa belanjaan Grace. Sampai-sampai tali dari paper bag itu seperti cap di tangannya. Aluna membuka paper bag pemberian Grace. Warnanya hitam. Cantik dan sedikit memberikan kesan seksi.“Aku tidak bisa menggunakannya,” Aluna melempar dress itu di atas kasur. “Dari mana saja?” suara seseorang yang membuat Aluna hampir berteriak. Ethan berdiri di ujung pintu kamarnya yang terbuka. “Jangan mengagetkanku!” Aluna memegang dadanya. “Kau belum menjawab pertanyaanku!” Ethan memasukkan tangan di dalam saku. Pria itu mendekat. Sepertinya dari kantor langsung ke sini, bisa dilihat dari pakaian pria itu yang masih lengkap menggunakan kemeja dan jas. Ethan mendekat. Bukannya langsung menghampiri Aluna. Ethan malah duduk di sofa. menyulut rokoknya santai. “Katakan padaku dari mana saja kau? Ponselmu juga mati.” Ethan menghembuskan asap rokoknya ke atas. Aluna berdiam diri di tempatnya. Aur
“Tidak..” Ethan mengusap dahi Aluna yang berkeringat. “Kau harus dihukum agar mengerti posisimu.” Ethan menarik lepas kemeja yang digunakan Aluna. Bahkan tidak segan untuk merobek kemeja yang berwarna biru laut itu. Baru saja Aluna ingin protes, Ethan lebih dulu membungkam bibirnya dengan ciuman. Jemari Ethan masuk ke meremas dada Alunan dengan kasar. Tidak peduli meski akan menimbulkan jejak. “Ethan please..” lirih Aluna yang memohon akibat remasan kasar di dadanya. “No Aluna kau sedang dihukum.” Ethan menunduk—mencium puncak dada Aluna sebelum melumatnya. Lumatan kasar yang membawa perih sekaligus nikmat bagi Aluna. Aluna tidak berhenti menjerit karena ulah Ethan yang mengigit dadanya. “Lebih keras sayang.” Ethan tersenyum miring. “Supaya terdengar orang lain…” Aluna menepuk pelan bibirnya sendiri. “Ethan ayo bermain lembut saja ya..” Aluna mengalunkan tangannya di leher Ethan. Ethan tidak menjawab. Namun bibirnya melakukan tugas. Masih sama! Menyentuh
Sebuah ruang gedung mewah yang disulap sedemikian rupa. Menggantung lampu hias yang begitu cantik. Tatanan bunga dan meja kursi yang begitu rapi. Di sisi lain ada satu perempuan yang baru saja sampai. Aluna menghela nafas panjang sebelum masuk. Dress yang diberikan Ethan begitu tertutup. Sekali lagi, Aluna tidak boleh membantah. “Hei tunggu!” Bobby dari belakang menyusul Aluna. Aluna menoleh sebentar. “Kau sendirian?” tanyanya. Bobby menggeleng. “Kan aku bersamamu.” Dengan senyum menggoda. “Hih!” jijik Aluna. “Aku disuruh Ethan menjagamu.” Bobby memberikan jarinya yang membentuk love. “Apa?” Aluna menggeleng. “Tidak mungkin.” “Kau tidak percaya?” Bobby mengeluarkan ponselnya. Menunjukkan pesan dari Ethan yang berbunyi. [Awasi Aluna, jangan sampai didekati pria lain] Aluna berdecak. “Bukan menjagaku, tapi memata-mataiku.” “Sama saja. Intinya aku disuruh menjagamu. Apalagi di sini banyak pria yang datang menebar jaring.” “Maksudmu?” tanya Aluna bingung.
“Aluna!” panggil seseorang. Grace mendekati Aluna yang sibuk membersihkan dressnya. “Hai..” Aluna tersenyum canggung. Grace menatap dress Aluna. “Kenapa kau tidak menggunakan dress dariku?” tanyanya terdengar kesal. “Kau malah menggunakan putih sepertiku!” Grace menginjakkan kakinya kesal. “Tapi untunglah dressmu terkena minuman. Jadi kau harus berganti.” Aluna melongo. “Apa?” Aluna sempat melirik seorang pria yang menatapnya dari kejauhan. Tentu saja Ethan. Pria itu nampa mengamatinya dari jauh dengan mata elangnya. Aluna merasa gugup hanya ditatap begitu. Seolah aura gelap Ethan sampai mengenainya yang berjarak beberapa meter. “Pakai ini saja.” Bobby menyerahkan jasnya untuk menutupi rok Aluna yang terkena noda. “Gunakan saja dressku.” Grace tersenyum. “Dress apa?” Grace tersenyum. “Aku punya dress dan sepertinya sangat cocok denganmu.” Belum sempat menjawab, Aluna lebih dulu diseret Grace keluar dari gedung. “Grace..” panggil Aluna. Grace tidak men
Aluna menghela nafas. “Aku juga terpaksa. Grace memaksaku menggunakan dress ini.” “Aku akan pulang saja.” Aluna berbalik—tapi entah kenapa. Heelsnya terasa licin dan ujung dress yang ia gunakan tersangkut dalam heelsnya. Pada akhirnya membuatnya terjatuh. Sialnya, di hadapannya sebuah kue yang begitu tinggi. Braaak! Kue itu jatuh! Aluna pun jatuh tersungkur! Semua orang kini melihatnya. Semua mata—semua orang yang sudah hadir dalam acara tersebut. Padahal kue itu akan digunakan untuk inti acara tersebut, tapi karena ulah Aluna. Kue itu hancur begitu saja. Aluna menunduk—ketika kepalanya terangkat. Tatapan jijik, muak, rendah… itu semua ditunjukkan padanya. “Aluna apa yang terjadi?” Grace mendekat. “Kau bisa bangun?” Grace baru saja akan mengulurkan tangannya. “Jangan Grace!” Margaret. “Jangan buang tenagamu untuk mengurusi orang kampungan.” Aluna bangkit dibantu Bobby yang berada di belakangnya. “Maafkan saya.” Aluna menunduk tanpa berani berbicara. Margare
Di dalam gedung. Ethan bukannya mengusir, Aluna. Ia hanya berusaha agar Aluna tidak terlibat semakin jauh dengan keluarganya ataupun keluarga Grace. “Aluna..” Grace bergumam di samping Ethan. “Bukankah Aluna berlebihan? Dia menggunakan dress yang terlalu seksi datang ke acara seperti ini.” Grace menoleh. Menunggu reaksi Ethan seperti apa. “Terserah.” Grace mendengus. “Dia asistenmu. Bagaimana jika dia menggodamu saat di kantor?” Ethan menghela nafas sebelum mengambil gelas yang berisi air. Jika saja mereka berada di luar ruangan ini. Sudah dipastikan, Ethan akan pergi meninggalkan Grace begitu saja. “Ethan,” panggil Grace yang merasa diacuhkan oleh Ethan. “Aku berbicara denganmu, Ethan. Bagaimana jika Aluna menggodamu di kantor? Apa kau akan menanggapinya?” Ethan menaruh tangannya di dalam saku. “Tergantung..” “Tergantung?” “Tergantung bagaimana dia menggodaku. Jika menarik boleh juga..” dengan senyum miring yang jahat. “Memangnya aku peduli?” jawabnya y
Sampai di Apartemen juga. Aluna menatap telapak kakinya yang lecet. Itu karena ia memang nekat berjalan kaki dari gedung tempat acara sampai ke rumah. Aluna mengusap telapak tangannya yang ternyata sedikit berdarah. Tiba-tiba air matanya menetes. “Jangan menangis Aluna. Jangan!” Aluna menggeleng. Namun air matanya memang tidak bisa dibendung. Terlalu banyak kejadian menyakitkan hari ini. Aluna mengambil tisu. Diusapnya air matanya yang semakin deras. Tidak ada orang yang tahu penderitaannya seperti apa. Ibunya, keluarganya. Aluna tidak mungkin memberitahukan keadaannya yang sebenarnya pada mereka. Aluna selalu sendirian. Menanggung semua masalah dan bebannya di pundaknya sendiri. Tanpa mau memberitahukan siapapun. Aluna menghela nafas—saat tangisnya mulai reda. Ponselnya berbunyi—ia kira dari Bobby atau Ethan. Ternyata dari anaknya. Apa ini? Apa Gio tahu dirinya sedang tidak baik-baik saja? “Halo Gio… anak Mama…” Sapa Aluna dengan ceria. Gio terdiam se