Share

Radit Marah

Sementara itu di tempat lain, terlihat Radit yang tengah makan di restoran dengan seorang wanita.



"Kamu gimana sih, Mas? Hampir aja kita ketahuan tadi!" sungut wanita itu.



"Ya maaf," cicit Radit takut.

"Lagian kamu sih, Mas. Ngajak aku ke sini kamu kan tau kalau kita ke sini tuh bakalan ketahuan sama si Laras!"

"Ya maaf, Sayang. Aku lupa maaf deh, maafin aku aku yang salah." Radit terlihat takut pada wanita itu.

Wanita itu mendengus kesal. "Bisanya minta maaf doang!"

***

Ucapan Melati masih terbayang oleh Laras. Namun, dia tak bisa berbuat apa-apa, tanpa bukti.

Jadi, ia pun tetap bekerja. Bahkan, malamnya, Laras langsung pergi ke warung karena ingin melunasi hutang-hutangnya itu.

Namun, baru saja Laras sampai, Bu Nita sudah menyambutnya dengan wajah kesal.

"Ngapain lagi ke sini? Mau ngutang lagi ya? Jangan mimpi!" Bu Nita berkata dengan sinis.

"Enggak kok, Bu. Justru saya ke sini mau bayar utang saya," balas Laras dengan sabar.

"Tapi utang kamu udah lunas kan udah dibayarin sama mas Rangga. Emang Mbak Laras nggak tau ya?"

Deg!

"Apa? Udah dilunasin sama Mas Rangga?" tanya Laras ingin memastikan pendengarannya.

Si pemilik warung mengangguk. "Iya. Tapi maaf ya, Mbak. Kalau Mbak ke sini mau ngutang lagi saya udah nggak bolehin."

"Iya, Bu. Saya juga nggak mau ngutang lagi kok. Kalau gitu saya permisi dulu. Maaf udah ganggu Bu Nita malem-malem gini."

"Iya."

"Sombong banget sih gitu doang udah sok banget. Palingan Mas Rangga mau bayarin utangnya si Mbak Laras karena mereka tuh pasangan selingkuh. Dasar perempuan gatel udah punya suami kok malah main sama laki-laki lain," tuduh Bu Nita semena-mena setelah Laras pergi dari warungnya itu.

"Jangan nuduh sembarangan gitu, Bu. Nanti jatuhnya fitnah lho kalau nggak ada buktinya," tegur seorang Ibu yang baru saja datang ke warung Bu Nita.

"Siapa yang fitnah sih? Saya kan cuman nebak aja, Bu. Lagian kalau emang beneran selingkuh sama Mas Rangga ya kan nggak ada masalah soalnya kan suaminya Mbak Laras itu kan suami yang jahat sama istri, udah gitu nggak mau kerja lagi orangnya males."

Si Ibu hanya geleng-geleng kepala mendengar gosip dari Bu Nita tersebut.

"Udah Bu gosipnya saya mau beli garem nih sama tomat ada nggak, Bu?"

"Ada kok. Sebentar ya."

"Iya. Sama sekalian wortelnya juga."

****

Sementara itu, Laras yang berjalan kaki masih kebingungan dengan hal yang sedang terjadi.

Pucuk dicinta ulam pun tiba.

Rangga yang naik motor entah dari mana tiba-tiba menyapanya, "Sekalian aja bareng saya aja yuk, Mbak! Kita kan se arah." 

Laras tertegun. Namun, dia tak enak dilihat oleh para tetangga.

"Nggak usah, Mas. Makasih saya jalan sendiri aja deh nggak enak takut ada yang liat nanti malah jadi fitnah," tolaknya dengan sopan.

"Ya udah deh kalau gitu."

"Tunggu, Mas!"

"Iya, Mbak?" Rangga yang berniat akan meneruskan perjalanannya mendadak berhenti.

Laras mengeluarkan uang dari dompetnya lalu ia menyerahkan uang tersebut kepada Rangga.

"Ini Mas saya balikin uangnya Mas Rangga, makasih kemarin udah nalangin saya."

"Saya bukannya nalangin, Mbak. Tapi saya emang niatnya bantu bayarin utangnya Mbak Laras jadi nggak usah dibalikin segala," tolak Rangga dengan tulus.

"Nggak bisa, Mas. Saya yang jadinya nggak enak sama Mas Rangga nantinya."

"Udah nggak apa-apa, Mbak."

"Oh jadi gitu ya? Gitu ternyata kelakuan kamu di belakang aku? Kamu berani ketemuan sama laki-laki lain pas aku nggak ada di rumah. Iya?" seru Radit murka. Entah dia datang dari mana.

Laras yang mendengarnya tentu saja menjadi kaget dan juga ketakutan. Sudah jelas kan Radit kalau marah itu bagaimana, sangat menakutkan.

"Pulang kamu sekarang!" seru Radit sambil menarik tangan Laras dengan kasar.

Laras sampai meringis kesakitan seperti itu membuat Rangga yang melihatnya menjadi geram dibuatnya.

"Lepasin aku, Mas! Sakit ini," pinta Laras dengan memelas karena ia memang merasakan sakit di tangannya itu.

"Jangan kasar kasar dong sama perempuan! Lagian saya yang salah kenapa malah Mbak Laras yang disalahin?" tegur Rangga.

Radit langsung berhenti namun genggaman tangannya pada Laras tak ia lepaskan.

"Diam lo nggak usah ikut campur! Ini urusan gue sama istri gue! Lo itu cuman orang luar jadi elo nggak ada hak buat ikut campur urusan rumah tangga gue sama Laras!" seru Radit kesal.

"Ayo kita pulang!" seru Radit lagi.

"Tapi lepasin dulu, Mas. Sakit..."

Rangga terpaksa hanya diam saja karena menurutnya ia memang tak berhak ikut campur jika itu menyangkut urusan rumah tangga mereka berdua. Meski ia sangat kasihan melihat Laras diperlukan seperti itu oleh Radit yang statusnya adalah suami dari Laras.

Namun Radit tak peduli rintihan Laras, ia menarik istrinya pulang ke kontrakan mereka. Sampai di dalam rumah Laras langsung dihempaskan hingga jatuh di sofa ruang tamu.

"Bagus kamu ya sekarang kamu udah berani ketemuan sama laki-laki lain pas aku lagi nggak ada di rumah!" tuding Radit sambil berkacak pinggang di depan Laras.

"Aku nggak ketemuan sama Mas Rangga, aku itu cuman ketemu di jalan sama dia. Aku tadi ngobrol sama dia karena aku mau balikin duit dia aja. Mas Rangga udah bayarin utang kita di warung Bu Nita. Jadi aku balikin aja uang itu karena aku nggak enak sama dia, Mas," kata Laras panjang lebar menjelaskan pada suaminya.

Namun apakah Radit percaya? Tentu saja tidak.

"Alesan aja kamu! Bilang aja kamu suka sama dia makanya tadi ngobrol di jalan. Iya kan? Udah ngaku aja kamu! Kamu itu emang sebenarnya udah naksir dari lama sama si Rangga itu karena kamu udah males sama aku yang cuman pengangguran ini." Ia malah semakin menyudutkan Laras, menuduh istrinya yang tidak-tidak.

Laras hanya menangis dituduh seperti itu. Hatinya terasa sakit suaminya menuduhnya atas hal yang tak pernah ia lakukan. Ia hanya mencintai Radit dan bukan pria lain.

"Aku nggak bohong, Mas..."

"Udahlah mana ada sih maling yang ngaku! Sekarang cepet kamu bikinin aku kopi!"

"Tapi Mas..."

Radit terlihat semakin marah. "Kenapa? Gula sama kopi masih nggak ada juga di sini? Adanya apa sih di rumah ini hah? Bikin kesel aja!" serunya marah lalu ia membanting gelas yang ada di meja sebagai pelampiasan amarahnya itu.

"Uang itu nggak usah kamu balikin ke dia! Biarin aja ngapain kamu balikin segala emang kamu punya uang berapa banyak sok banget mau balikin utang!"

Laras diam saja tak bergeming, ia diam dan menangis menyaksikan tingkah laku kejam suaminya itu. Radit memang selalu seperti itu kepadanya.

Radit pun pergi ke kamar mandi, meninggalkannya sendiri.

Namun tepat saat itu, teleponnya berbunyi.

Laras sontak mengangkatnya, takut penting.

Hanya saja, dia malah mendengar suara wanita yang terkesan menuntut.

[ Mas, gimana? Uangnya udah ada belum? Anak kita nangis nih minta mobil-mobilan! ]

DEG!

Laras menutup mulutnya karena syok. Secepat kilat ia berlari keluar rumah, ia berlari tak tentu arah hingga ada sebuah mobil yang meluncur ke arahnya.

Ckiiittt!

Bab terkait

Bab terbaru

DMCA.com Protection Status