"Iya iya oke, Sayang. Pokoknya kamu tenang aja ya, uangnya pasti besok udah ada kok. Aku pasti bakalan usahain secepatnya buat kamu," kata Radit.
Mendengar hal itu semakin membuat Laras terkejut dan juga sakit hati. Radit ingin memberikan uang untuk siapa? Lagipula untuk apa uang itu? Nafkah untuk dirinya yang selaku istri pun tak pernah ia dapatkan selama ini. Lalu mengapa Radit akan memberikan uang untuk orang lain? "Sayang kamu jangan marah dong. Aku janji sama kamu aku bakalan ngasih kamu uang, ok?" Sudah cukup Laras mendengar semua itu! Laras masuk ke dalam rumah dengan perasaan yang campur aduk. "Uang apa, Mas? Kamu mau ngasih uang buat siapa?" tanya Laras langsung karena ia sudah sangat marah. Radit terlihat panik dan ia langsung mematikan telepon. "Kamu udah pulang?" tanya Radit dengan raut wajah yang gugup. Melihat gelagat Radit tentu saja membuat Laras curiga. "Aku tanya uang itu buat siapa, Mas? Aku dari tadi dengerin loh kamu ngomong di telepon. Kamu lagi nelepon siapa sih?" Laras akhirnya tak bisa menahan emosinya. Namun Radit yang melihat Laras emosi ia tak terima. "Lancang banget kamu nanya nanya kayak gitu! Kamu pikir kamu itu siapa, hah? Udah berani ya kamu ngelawan suami kamu sendiri?" bentak Radit dengan mata yang melotot tajam. Laras yang melihat amarah suaminya langsung menciut dan tak berani berkutik. "Maaf, Mas. Maafin aku, aku cuma..." Laras terisak kecil. "Udah udah aku nggak mau dengerin omongan kamu lagi!" Radit masuk ke kamar lalu ia memakai jaketnya dan pergi entah ke mana meninggalkan Laras yang tertunduk sambil menangis. Selalu seperti itu jika mereka bertengkar, Radit pergi begitu saja. Meninggalkan kepedihan di hati Laras. Malam hari Laras masih menunggu Radit pulang, ia duduk di teras depan kontraknya yang satu petak itu. Malam semakin gelap dan juga udara terasa dingin namun tak ia hiraukan karena ia ingin berada di luar saat suaminya pulang. Laras kembali mencoba untuk menghubungi Radit namun teleponnya tak diangkat. Ia mencoba lagi namun kali ini malah dimatikan. Ke mana suaminya pergi? Apakah ke rumah wanita tadi yang telah ditelepon oleh Radit? Laras menggeleng-gelengkan kepalanya mencoba untuk membuang pikiran buruknya itu. Tak mungkin kan jika suaminya itu telah selingkuh di belakangnya? Ya, itu tidak mungkin. Radit bukan tipe pria yang tukang berkhianat. Begitulah yang Laras pikirkan. "Mbak Laras kok masih di luar? Ini kan udah malem, Mbak." Laras membuka matanya yang tadi sempat terpejam karena memang ia sudah mengantuk sekali. Dilihatnya Rangga yang berdiri di depannya. "Mas Rangga?" Rangga tersenyum simpul. "Maaf saya udah ganggu Mbak Laras tidur. Tapi sebaiknya Mbak Laras masuk ke dalem aja jangan di luar ini kan udah malem banget." "Iya, Mas. Tapi nanti aja deh saya masuk soalnya saya lagi nungguin suami saya pulang." "Emang Bang Radit ke mana?" "Nggak tau juga, Mas. Tadi langsung pergi, udah saya telepon dari tadi tapi belum juga diangkat, saya kan jadi khawatir suami saya ke napa-napa." "Mendingan Mbak Laras nunggunya di dalem aja dari pada di luar nanti kalau ketiduran malah bahaya." Laras menimbang-nimbang saran dari Rangga tersebut, kalau dipikir-pikir ada benarnya juga. Ia melihat jam tangannya yang menunjukkan pukul sebelas malam. "Iya deh saya masuk aja udah malem banget ternyata, takutnya saya malah beneran ketiduran di sini sampai pagi." "Iya, Mbak." "Makasih ya, Mas Rangga." "Iya, Mbak Laras. Kalau gitu saya permisi pulang dulu." "Iya." Laras masuk ke dalam rumahnya setelah Rangga pamit pulang. Laras membuka kembali pintu rumahnya untuk melihat Radit namun belum ada tanda-tanda suaminya itu pulang. *** Esok harinya Laras kembali bekerja seperti biasa di toko baju yang ada di pasar. Ya, ia memang bekerja di pasar yang lokasinya tak begitu jauh dari rumah karena Radit tak mengijinkannya bekerja terlalu jauh. Laras kembali teringat perkataan manis Radit yang dulu. Flashback "Aku masih bolehin kamu kerja asalkan kerjanya jangan yang jauh-jauh," kata Radit sambil mengelus rambut Laras dengan lembut. Laras tersenyum senang diperlakukan seperti itu oleh sang suami. "Iya, Mas." "Iya. Soalnya kalau kamu kerjanya jauh kan kasian kamunya nanti capek banget pasti. Aku kan nggak bisa liat kamu capek, Sayang. Aku kan mau jadi suami yang baik buat kamu." "Iya, Mas. Makasih banget kamu udah baik banget sama aku." Radit tersenyum lalu ia mengecup pipi Laras, istri yang baru ia nikahi seminggu yang lalu itu. Tentu saja saat itu pernikahan mereka masih sangat bahagia sekali karena masih terhitung baru. Flashback Off Laras menghela napas berat, seandainya Radit masih sama seperti yang dulu yaitu suaminya yang penyayang dan juga baik hati. "Ngelamun terus!" tegur Melati sang penjaga toko sepatu yang berada tepat di seberang toko Laras itu. "Bikin kaget aja deh," kata Laras lalu ia kembali menghela napas. "Lagian kamu bengong aja dari tadi mikirin apaan sih? Pasti mikirin si Radit itu ya kan?" "Iya, Mel. Semalem Mas Radit nggak pulang, dia perginya dari kemarin siang. Aku jadi khawatir nih dia kenapa napa." Melati memutar bola matanya. Benar kan apa yang ia duga, Laras pasti sibuk memikirkan Radit. "Aduh udah deh, Ras. Udah biarin aja kenapa sih mau dia pulang mau dia nggak pulang udah jangan kamu pikirin. Toh kalau dia butuh duit dia juga pasti pulang buat minta duit ke kamu. Suami kamu kan tukang palak nggak jelas." "Please, Mel. Aku lagi nggak mau dengerin omongan kamu yang malah bikin aku tambah stress!" "Aku kan cuman ngasih tau kamu aja, Ras. Aku ngomong gini karena aku peduli sama kamu aku kan sahabat kamu." "Iya tapi kan..." "Itu kan suami kamu, Ras!" Melati melongo begitu melihat Radit yang sedang berjalan dengan seorang wanita dan mereka berdua terlihat akrab sekali sambil bergandengan tangan. "Mana?" Laras ikut melihat ke arah yang Melati lihat namun ia tak melihat apapun di depan sana. Hanya ada Ibu Ibu dengan anaknya yang melihat-lihat baju anak-anak. "Itu tuh tadi beneran aku liat dengan mata kepala aku sendiri aku liat suami kamu jalan sama cewek lain, Ras," ucap Melati kukuh karena ia memang melihatnya tadi.Sementara itu di tempat lain, terlihat Radit yang tengah makan di restoran dengan seorang wanita."Kamu gimana sih, Mas? Hampir aja kita ketahuan tadi!" sungut wanita itu."Ya maaf," cicit Radit takut."Lagian kamu sih, Mas. Ngajak aku ke sini kamu kan tau kalau kita ke sini tuh bakalan ketahuan sama si Laras!" "Ya maaf, Sayang. Aku lupa maaf deh, maafin aku aku yang salah." Radit terlihat takut pada wanita itu. Wanita itu mendengus kesal. "Bisanya minta maaf doang!"***Ucapan Melati masih terbayang oleh Laras. Namun, dia tak bisa berbuat apa-apa, tanpa bukti.Jadi, ia pun tetap bekerja. Bahkan, malamnya, Laras langsung pergi ke warung karena ingin melunasi hutang-hutangnya itu. Namun, baru saja Laras sampai, Bu Nita sudah menyambutnya dengan wajah kesal. "Ngapain lagi ke sini? Mau ngutang lagi ya? Jangan mimpi!" Bu Nita berkata dengan sinis. "Enggak kok, Bu. Justru saya ke sini mau bayar utang saya," balas Laras dengan sabar. "Tapi utang kamu udah lunas kan udah dibayarin sama
Laras terlihat panik begitu melihat sebuah mobil yang meluncur ke arahnya. Untunglah mobil itu langsung berhenti tepat sekali di hadapannya jadi ia masih selamat. Selamat dari ancaman tertabrak mobil, ia bernapas lega. "Ras tunggu! Kamu mau pergi ke mana?" seru Radit yang baru saja keluar dari kontrakannya itu. Laras menoleh dan panik melihat suaminya itu, mendadak ia menjadi emosi melihat pria yang ternyata sudah melakukan pengkhianatan padanya itu. Wanita itu pun berjalan cepat ke arah mobil. "Pak atau Bu atau siapapun tolong buka pintunya!" pintanya memelas sambil mengetuk-ngetuk kaca mobil mewah itu. "Tolong bukain pintu mobilnya, Pak!" pinta si pria tampan pemilik mobil tersebut dengan datar. "Iya baik, Tuan Muda," balas Pak sopir dan iapun segera membuka pintu mobil agar Laras bisa masuk. Laras tersenyum. "Terima kasih," ucapnya sambil masuk ke dalam mobil, ia duduk di kursi belakang dengan sungkan. "Sama-sama, Non," kata Pak sopir ramah. Laras menghela napas lega kare
Aryo berjalan menghampiri Laras lalu ia duduk di tepi ranjang. Laras duduknya agak menjauh dari Aryo supaya ada jarak di antara mereka berdua. "Maaf, Pak Aryo. Tapi saya udah punya suami, saya udah nikah jadi saya nggak bisa terima ajakan Bapak untuk menikah," ucap Laras yang berusaha untuk sopan karena walau bagaimanapun Aryo adalah orang yang sudah menolongnya tadi. Wajah Aryo terlihat tegang mendengar jawaban dari Laras yang sudah jelas merupakan penolakan untuknya. Baru kali ini ada seorang wanita yang langsung menolak dirinya. Seorang Aryo Malik, putra pemilik perusahaan terkemuka di kota ini yang pesonanya begitu luar biasa di hadapan wanita namun ditolak oleh Laras. Diam-diam Aryo menyunggingkan senyum tipis. Laras menolak dirinya dan menggunakan alasan sudah bersuami? Sungguh ia salut pada wanita cantik dan sederhana di hadapannya itu. "Saya tau kamu bohong, mana mungkin wanita muda seperti kamu ini sudah nikah. Kamu pasti bercanda kan?" Laras bingung mendengar ucapan A
Ancamannya ternyata berhasil karena Radit terlihat panik. Ia menyeringai puas melihat raut wajah Radit yang terlihat ketakutan itu."Sekarang kamu jelasin, Mas. Siapa perempuan itu? Apa bener kamu ada hubungan sama dia? Hubungan apa Mas?" cecar Laras lagi pada Radit."Iya. Aku emang punya hubungan sama dia, puas kamu!" sentak Radit.Laras terdiam, jadi apa yang ia pikirkan ternyata benar? Radit sudah mengkhianati dirinya."Tapi kenapa, Mas? Sejak kapan kamu selingkuh dari aku!" Laras menangis sambil memukul-mukul lengan Radit pelan namun Radit sama sekali tak bergeming."Kamu nggak perlu tau!" Radit pergi dari sana, ia pergi entah ke mana.Laras hanya bisa menangis sejadi-jadinya, hatinya semakin terasa sakit.Melihat itu, Aryo menjadi tak tega. "Kondisi kamu kacau mendingan kamu ikut saya ke rumah, biar kamu bisa menenangkan diri kamu," ajaknya.Laras sontak menoleh ke arah Aryo lalu ia menghela napas. "Nggak usah, Pak. Terima kasih tapi saya mendingan di rumah saya sendiri aja," to
Apa kata wanita itu? Wanita itu malah mengatainya pelakor? Laras merasa kesal mendengarnya, wanita itu yang bersalah sudah merebut Radit darinya dan wanita itu malah berani mengatainya? Sungguh tak bisa dibiarkan! "Udah jelas-jelas kamu itu lagi berduaan sama suami saya tapi kamu malah ngatain saya yang pelakor? Ngaca dong, Mbak! Minimal tau diri lah! Mana ada sejarahnya saya yang istri sah dikatain pelakor sama kamu yang pelakor ulung!" Laras meradang. Karena mereka sedang berada di tempat umum jadi tentu saja banyak orang yang menonton perkelahian mereka namun mereka tak peduli. "Radit kamu jelasin ke dia ini, kasih paham siapa aku sebenarnya!" tuntut wanita itu datar. Radit dengan takut-takut akhirnya melihat ke arah Laras. Ia menelan ludah dengan susah payah tampak gugup. "Iya, Ras. Dina itu sebenarnya istri saya," kata Radit pelan. "Yang lengkap dong! Saya ini istrinya Radit, istri pertama malahan." Dina menjelaskan dengan tegas. Bagai tersambar petir di siang hari ketika
Sejak itu, sudah dua hari Laras berada di rumah Aryo untuk mempersiapkan peperangannya.Kini saatnya ia pulang. Untungnya, dia tetap didampingi oleh Aryo karena pria itu khawatir Radit akan kembali membuat Laras ragu untuk bercerai. "Terima kasih udah nganterin saya pulang, Pak," kata Laras saat ini ia bersama Aryo di mobil. "Nggak usah bilang makasih udah sewajarnya saya anterin kamu karena sebentar lagi kamu bakalan jadi tanggung jawab saya sepenuhnya, kamu bakalan jadi istri saya," balas Aryo. Laras menghela napas. "Iya, Pak. Setelah saya cerai dari orang itu saya bakalan jadi istri Pak Aryo." "Ya udah kalau gitu kita masuk, saya bantu kemasi barang-barang kamu." "Nggak usah, Bapak tunggu di sini aja..." "Pokoknya saya ikut masuk takutnya nanti orangnya dateng kamu bisa bahaya, Laras." Laras pun menurut saja, ada benarnya juga ucapan Aryo itu. Radit kan orang yang kejam jadi takutnya ia bisa nekat jika ia tahu mereka akan segera bercerai. Jangan lupa, Radit sendiri yang me
Aryo menghela napas. "Ma, yang paling penting kan dia bisa hamil kalau soal status mau dia janda atau gadis kan nggak masalah," bantahnya."Aryo dengerin Mama! Kalau kamu bilang begitu itu sama aja kamu mau bikin Mama malu terutama di hadapan si ular itu!""Siapa yang kamu sebut wanita ular ha?" Sekar, seorang wanita setengah baya yang baru saja masuk ke ruangan itu. Rita melengos tak sudi menatap Sekar. "Ngapain kamu dateng ke sini? Udah gitu masuknya main nyelonong aja tanpa permisi," katanya sinis. "Suka suka saya lah," balas Sekar dengan santainya lalu ia pun duduk di samping Aryo. Aryo hanya diam saja melihat kedua wanita itu, ia menghela napas pasrah. "Kalau gitu aku keluar dulu," pamit Aryo. "Permisi, Tante Sekar." Sekar mengangguk namun wajahnya tampak judes, melirik Aryo pun ia tak mau. Aryo keluar dari ruangan itu, ia tak ingin menganggu mereka berbicara. "Saya dengar Aryo anak kamu itu sebentar lagi akan menikah," kata Sekar. "Iya dong! Emangnya kayak anak kamu yang
Tepat saat Radit akan mendekati Laras, Aryo datang menghalanginya dan langsung menendang pria itu hingga tersungkur di tanah. Pisau yang ia pegang pun terlempar jauh. Laras dan juga Dina yang melihat kejadian itu pun terperangah kaget sambil menutupi mulut mereka masing-masing. Laras tak menyangka jika Radit berani berbuat Nekat seperti itu. "Berani juga ya kamu di tempat umum seperti ini mau nyelakain orang," kata Aryo. "Lu lagi! Ngapain sih lu selalu ikut campur urusan gue?" seru Radit. Aryo langsung memukuli Radit agar pria itu tak bisa bicara lagi dan hanya merintih kesakitan akibat pukulan demi pukulan yang ia lakukan di perut dan wajah Radit. Radit terbatuk-batuk sambil memegangi perutnya dan tak lama para polisi datang untuk menangkapnya. Ia bicara kasar dan penuh umpatan yang ditujukan untuk Aryo dan terutama Laras. "Lepasin saya, Pak! Saya nggak salah," pinta Radit yang berusaha untuk melepaskan diri dari para polisi yang menahannya itu. "Nggak salah gimana? Tuh udah