Share

Pernikahan Kedua dengan Tuan Muda
Pernikahan Kedua dengan Tuan Muda
Author: Soufflenur

Suami Jahat

[ Oh iya, hari ini rencananya tuh aku mau belanja bareng Pak suami hehe. Beliau lagi kerja dan nanti kami belanjanya tuh sore. ]

Laras tersenyum sendiri melihat video yang sedang ia tonton itu. Ia merasakan perasaan bahagia namun semenit kemudian ia merasakan sedih karena hidupnya tak seindah orang-orang yang ada di konten tersebut. Mereka dengan begitu bahagia bisa bersama pasangannya sedangkan ia tak pernah bisa.

Laras langsung melihat ke arah Radit suaminya yang masih tidur pulas di kasur. Ini sudah jam setengah dua belas siang namun suaminya itu masih saja bermalas-malasan. Ia tersenyum miris melihat sang suami yang bahkan sampai mendengkur saking pulasnya tidur.

"Mas, bangun. Ini udah siang loh, Mas. Bangun dulu ya."

Radit yang memang orangnya pemalas itupun diam saja tak bergeming membuat Laras menghela napas berat.

Sudah sejak tadi bahkan sejak pagi Laras membangunkan Radit namun suaminya tak mau bangun.

"Mas Radit, bangun dulu yuk kita makan siang. Aku udah masakin sayur buncis kesukaan kamu, Mas."

Mendengar sayur buncis seketika Radit langsung bangun. Laras tersenyum karena akhirnya usahanya berhasil.

"Ya udah kalau gitu cepetan bikinin aku kopi!" pinta Radit sambil melepaskan selimut yang menutupi badannya.

"Mas, maaf. Tapi kan Mas Radit tau sendiri kalau kopi sama gula udah pada abis..."

Mendengar itu Radit langsung kesal, iapun menatap Laras dengan tatapan yang tajam hingga membuat istrinya itu menunduk takut.

"Kalau gitu buruan kamu ke warung beli tuh kopi sama gula! Gitu aja kok repot!" bentak Radit.

"Tapi kan uangnya nggak ada, Mas," cicit Laras yang masih menundukkan wajahnya.

"Ya kamu ngutang lah! Gimana sih masa gitu aja nggak bisa."

Hutang lagi? Hutang yang sebulan lalu saja belum lunas mana bisa Bu Nita mengijinkannya berhutang lagi di warungnya mengingat sikap Bu Nita yang seperti itu. Laras ingin menjawab lagi namun ia takut jika Radit akan semakin marah padanya.

"Maaf, Mas. Tapi kan kita utangnya udah banyak banget, aku nggak berani ngutang lagi di warungnya Bu Nita," ujar Laras. Ia akhirnya memberanikan diri berkata seperti itu. Bukan karena apa-apa ia malu jika berhutang lagi. Berkali-kali ia sudah ditagih oleh Bu Nita namun ia belum sanggup untuk melunasinya.

Radit berdecak kesal. "Banyak alesan kamu! Emang dasarnya aja kamu itu nggak peduli sama aku iya kan?" tuduhnya sambil berlalu ke kamar mandi.

Laras menghela napas, berkali-kali Radit seperti itu jika membahas mengenai apapun. Ia selalu saja disalahkan atas apapun itu.

"Ya udah deh terpaksa aku ngutang lagi di warungnya Bu Nita, semoga aja beliau masih ngebolehin."

Akhirnya Laras pergi ke warung Bu Nita berniat ingin berhutang lagi. Namun di tengah jalan ia berpapasan dengan Rangga tetangga barunya yang mengontrak tepat di sebelah kontrakannya sebulan yang lalu.

"Eh ketemu lagi sama Mbak Laras, mau ke mana nih?" sapa Rangga dengan senyuman khasnya dan juga dengan tutur kata yang ramah.

Laras juga tersenyum pada Rangga. "Saya mau ke warungnya Bu Nita. Mas Rangga sendiri mau ke mana?"

"Wah kebetulan saya juga mau ke sana, Mbak. Yuk sekalian aja bareng."

Laras langsung menggelengkan kepalanya juga dengan raut wajah yang tak enak. "Maaf, Mas. Tapi mendingan saya jalan sendiri aja deh. Takutnya kan jadi fitnah gitu dan juga nggak enak kalau diliat tetangga," tolaknya halus. Para tetangga di sana memang suka sekali ikut campur urusan orang lain dan juga suka sekali bergosip jadi ia tak ingin ada kesalahpahaman yang terjadi di antara mereka berdua.

"Ya udah kalau gitu Mbak Laras jalan duluan aja biar saya nyusul."

Laras setuju dan iapun jalan lebih dulu dan Rangga berjalan mengikutinya masih dengan senyuman yang khas.

Laras tiba terlebih dahulu di warung Bu Nita dan iapun disambut oleh sang pemilik warung dengan wajah yang masam membuatnya menundukkan kepalanya karena merasa tak enak hati.

"Maaf ya Mbak saya udah nggak bisa lagi ngutangin karena kan utang Mbak Laras udah numpuk," kata Bu Nita dengan judes.

"Tapi kalau saya nggak ngutang kopi sama gula Mas Radit bisa marah, Bu."

Laras berkata seperti itu karena jika hari ini kopi dan gula tak ada di rumah pasti Radit marah padanya.

"Itu bukan urusan saya!"

"Kalau gitu biar saya aja yang bayarin utangnya Mbak Laras. Berapa ya Bu?"

Sontak Laras dan juga Bu Nita kaget mendengar suara itu dan merekapun menoleh dan ternyata Rangga orangnya.

"Berapa Bu hutangnya Mbak Laras?" tanya Rangga lagi yang merasa sedikit kesal dengan Bu Nita yang terkesan menghina Laras. Ya, sejak tadi ia memang sudah tiba di warungnya Bu Nita maka dari itulah ia juga mendengar obrolan Bu Nita dan Laras. Ia merasa kasihan melihat Laras yang diperlakukan seperti itu hanya karena belum bisa membayar hutang.

"Udah nggak usah, Mas," tolak Laras lalu ia menoleh ke arah Bu Nita. "Kalau gitu saya pulang aja, Bu. Maaf udah dateng ke sini lagi, saya usahain buat bayar utang secepatnya," lanjutnya lalu iapun pergi dari tempat itu.

"Dih ngomongnya kok gitu amat sih!" ucap Bu Nita.

"Berapa Bu utangnya Mbak Laras?" tanya Rangga dengan wajah datarnya. Ia urungkan niatnya yang semula ingin membeli sikat gigi di warung Bu Nita karena sikap sang pemilik warung tersebut.

"Kamu yakin mampu bayar utangnya? Dia tuh utangnya banyak banget. Lagian kamu ngapain sih mau bayarin utangnya dia?" Bu Nita menatap curiga ke Rangga. "Oh kamu suka ya sama Laras? Atau jangan-jangan kalian itu udah selingkuh ya?" tuduhnya.

Tentu saja Rangga merasa tersinggung atas tudingan Bu Nita yang menurutnya seenaknya itu dan juga terkesan merendahkannya.

"Berapa Bu?" tanya Rangga sekali lagi.

"Tiga ratus ribu," jawab Bu Nita judes.

Rangga menyerahkan uang tersebut lalu memberikannya pada Bu Nita.

"Wah makasih ya, Mas Rangga," ucap Bu Nita dengan mata yang berbinar-binar begitu melihat uang yang ia terima.

"Permisi," pamit Rangga. Namun Bu Nita diam saja tak menjawab karena ia terlihat bahagia sekali memeluk uang itu.

Laras tiba di rumah dengan perasaan sedih dan juga takut karena ia tak membawa apa-apa. Saat ia membuka pintu kontrakannya ia mendengar Radit sedang berbicara entah dengan siapa.

"Iya iya, Sayang. Nanti aku kasih uangnya semuanya buat kamu ok?" kata Radit.

DEG!

Mendengarnya membuat Laras terkejut dan bahkan hatinya terasa sakit. Radit mengobrol dengan siapa di telepon?

Related chapters

Latest chapter

DMCA.com Protection Status