***
Kenapa selalu saja ada kerikil keraguan yang menghentikan setiap langkahku untuk menujunya? Apa benar dia hanya melihat bayangan cinta pertamanya dari wajahku saja? Apa aku hanya jadi bayang-bayang perempuan itu? Benarkah dia tulus ingin menua bersamaku? Benarkah aku satu-satunya perempuan yang ingin hatinya dilabuhkan?
Gadis tak bisa memejamkan matanya. Setiap ia memejam, potret Sakura yang memang harus ia akui mirip dengannya terlintas begitu saja. Bahkan saat Gadis melihat senyum yang merekah dari kedua sudut bibir Yamazaki di foto yang Aisyah tunjukan padanya kemarin membuat ia cemburu. Senyum itu tak pernah sekali pun lelaki itu berikan padanya. Apa benar Yamazaki hanya ingin mengobati sisa luka yang tersisa lewat dirinya?
Gadis menghela napas panjang, ia sudah berulang kali beristighfar dan terus saja meminta pada Allah agar tak ada lagi kerikil keraguan dalam hatinya. Hari ini ia akan bertemu Maryam. Gadis ingin menceritakan segala gelisah ya
***Aku seperti bulan dan dia adalah matahari. Untuk apa aku membanggakan diri, jika cahaya yang kupantulkan ternyata meminjam pada matahari. Seperti bayangan, di hatimu mungkin aku adalah cahaya bulan, bukan matahari yang kamu harapkan.Gadis terus saja melamun memikirkan dirinya adalah sebuah bayangan dari perempuan yang sebenarnya tanpa lelaki itu sadari masih bertahta di hati Yamazaki. Lamunannya buyar saat Noor menyapanya."Ternyata ada tamu!" seru Noor. "Apa kabar, Gadis?" tanyanya tersenyum."Alhamdulillah, baik. Sudah lama ya kita enggak bertemu," balas Gadis."Iya, lumayan lama. Alhamdulillah aku bisa ketemu sama kamu, dari dulu pingin ketemu sama kamu karena ada hal yang ingin aku bicarakan. Akhirnya bertemu di sini," jawab Noor senang.Gadis tersenyum dan tanpa sengaja ia melihat sorot kedua mata Aisyah yang sepertinya menyimpan api kecemburuan karena mendapati dirinya sedang berduaan dengan Yamazaki. Ga
***"Gadis, kamu sedang apa di sini?" tanya Yamazaki, ia terkejut melihat perempuan itu ada di kamar pribadinya.Gadis terkejut dan foto yang sedang ia pegang terlepas dari tangannya. Gadis menatap Yamazaki kecewa, air matanya jatuh tanpa sadar dan ia lari begitu saja tanpa mengatakan apapun pada Yamazaki.Yamazaki termenung, ia terpaku dan menatap foto Sakura di lantai. Ia mengambilnya dan menatap foto itu beberapa detik dan menghela napasnya. "Pasti dia salah paham tentang foto ini," gumamnya.***Gadis sudah berada di apartemennya, ia masih saja menangis. Sekarang ia sudah tahu semuanya, semua keraguannya terjawab sudah. Lelaki itu memang tak pernah menempatkan dirinya di hatinya. Ia hanya bayangan dari perempuan itu saja. Gadis jelas terluka sangat dalam, ia tak mau lagi bertemu dengan Yamazaki untuk saat ini. Hatinya masih butuh ruang untuk sendiri.Ratu dan Mesya yang datang menemui Gadis terkejut dengan banyaknya tissue yang berseraka
***"Gadis, tunggu!" Yamazaki mengejar Gadis yang dari tadi terus saja menghindarinya."Ada apa, Sensei?""Saya bisa bicara denganmu?""Masalah apa? Bicara masalah pribadi atau seputar riset yang sedang saya kerjakan?"Yamazaki terdiam. Ia tahu rasanya tidak pantas jika berbicara masalah pribadi di kampus.Gadis tersenyum tipis. "Kalau masalah pribadi, kampus bukan tempat yang tepat. Dan juga saat ini saya mau fokus dengan riset saya. Bukankah Sensei yang lebih paham?""Nanti malam kita bisa bicara?" tanya Yamazaki.Gadis menggelengkan kepalanya. "Saya dan teman-teman mau berdiskusi. Maaf.""Jangan salah paham, masalah foto itu...""Stop! Maaf, Sensei. Saya bukannya lancang memotong ucapan Sensei. Saya butuh waktu untuk berpikir. Saya yang akan menghubungi Sensei nanti, Insya Allah," ucap Gadis memotong ucapan Yamazaki."Jangan terlalu lama. Say
***Sudah empat bulan berlalu, semenjak Gadis tidak bisa melanjutkan hubungan ke jenjang lebih serius dengan Yamazaki. Dunia Gadis tentu saja berubah, tidak ada lagi perasaan yang berdebar saat mengingat Yamazaki, hanya ada kesedihan jika mengingatnya. Gadis sudah berusaha melupakan lelaki itu dengan membunuh waktunya dengan kesibukan. Nyatanya tetap saja, saat malam tiba dan ia akan memejamkan mata, bayangan Yamazaki tiba-tiba saja mendominasi. Gadis tidak bisa melupakan lelaki itu. Semakin ingin ia melupakannya, maka perasaannya semakin kuat menjerat. Bayang-bayang Yamazaki selalu membuatnya resah tak bertepi.Hari ini Gadis menemani Albert untuk menemui Fatih. Albert memintanya untuk menemani dirinya mengucapkan dua kalimat syahadat. Awalnya Gadis tak percaya dengan niat Albert yang ingin bersyahadat, tapi lelaki itu meyakinkannya bahwa dirinya memang ingin memeluk Islam tanpa paksaan dan atas kesadarannya sendiri.Setelah Albert sukses mengucapkan kedua kali
***Gadis terkejut melihat orang lain yang saat ini sedang duduk di kursi yang biasa Yamazaki tempati di ruang labotarium. Gadis bertanya-tanya, di mana Yamazaki. Apa lelaki itu sedang sakit? Atau ada urusan mendadak sampai harus diganti oleh dosen yang lainnya. Gadis mulai gelisah karena tak melihat Yamazaki hari ini."Selamat pagi!""Pagi!" Semua anggota laboratorium menjawabnya dengan serempak, mereka pun terkejut dengan kedatangan orang lain di ruang lab."Saya Miss Ellen yang akan menggantikan Profesor Yamazaki untuk sementara waktu. Jika kalian ingin bertanya hal apapun masalah riset bisa ke saya untuk sementara.""Maaf, Miss. Memangnya Sensei ke mana? Apa Sensei tidak jadi ketua laboratorium atau jadi dosen pembimbing kami?" tanya Deborah."Profesor Yamazaki masih jadi ketua di labotarium dan tetap jadi dosen pembimbing kalian. Beliau sedang ada seminar dan ada penelitian baru di Prancis. Jika kalia
***"Wajahmu muram sekali akhir-akhir ini! Pasti karena lelaki itu belum kembali lagi ke Tokyo," tukas Ratu, ia duduk disebelah Gadis yang daritadi terus saja menatap cangkir kosong yang ada di hadapannya."Sok tahu!""Memang aku tahu! Semua terbaca di wajahmu. Kamu merindukannya," balas Ratu."Kamu mau saingan sama Ki Joko Bodo, jadi tukang ramal?" tanya Gadis dengan kesal."Ini bukan ngeramal lho, kamu itu tidak pintar menyembunyikan perasaanmu. Aku sudah kenal lama dengan kamu. Lagian Ki Joko Bodo sudah taubat, dia kan saat ini pensiun jadi dukun," timpal Ratu."Dih... Kamu nge-fans ya sama dia? Sampai tahu kabar tentangnya," balas Gadis terkekeh."Aku kan masih suka pantau gosip di akun lambe-lambe, jadi gosip tentang selebritis Indonesia aku tahu. Kebanyakan tentang sensasi daripada prestasi, kesel bacanya! Mau berhenti baca, seru sih drama mereka. Termasuk gosip dari mantan suamimu, si Devano.""Rajin banget ikut
***Mesya datang ke apartemen Gadis, ketika mendapat kabar kalau Gadis akan pulang ke Jakarta esok lusa. "Kenapa mendadak begini?" tanya Mesya, ia melihat Gadis yang sibuk dengan barang yang akan dibawanya."Ayah yang minta. Katanya ingin buru-buru bertemu denganku," balas Gadis, ia masih sibuk dengan barang yang masih bisa masuk ke kopernya."Mas Elang nikahnya masih sebulan lagi, kan?""Iya. Tapi Mas Elang sudah ada di Jakarta dari kemarin sore. Mungkin ayah ingin kedua anaknya kumpul.""Aku enggak bisa ikut pulang ke Jakarta ya, Gadis. Sebenarnya aku ingin menghadiri pernikahan mas Elang dan Eva, tapi aku enggak bisa ambil cuti kali ini," ucap Mesya."Enggak masalah. Aku tahu kalau kamu juga sedang sibuk dengan kerjaan kamu," balas Gadis. "Tapi nanti malam kamu ikut ya! Kan aku di Jakarta lumayan lama.""Iya, aku pasti ikut. Kapan lagi bisa menikmati keindahan Tokyo bersama calon pengantin," kata Mesya terkekeh."Hush! Bukan
***"Ayah!!!" Gadis langsung berlari-lari kecil sambil menenteng kopernya. Ia benar-benar merindukan lelaki paruh baya itu. "Kangen" rengeknya dengan manja sambil memeluk Hadi."Ayah juga kangen sama anak perempuan satu-satunya. Alhamdulillah kamu semakin cantik dengan jilbabmu, Nak," balas Hadi."Kan anak Ayah. Anak Ayah pasti berkualitas tinggi," timpal Gadis sambil terkekeh. Gadis mengedarkan pandangan ke sekelilingnya. "Ibu mana?""Ibu dan Mas-mu lagi nganter tamu dulu," balas Hadi."Tamu siapa?" tanya Gadis penasaran."Temannya Mas-mu. Dia baru beberapa hari datang ke Jakarta," sahut Hadi."Jadi temannya mas Elang jauh lebih penting dari Gadis? Ibu enggak kangen gitu sama anak bungsunya ini?" tanya Gadis berdecak kesal.Hadi tertawa melihat Gadis yang kesal. "Kamu adalah harta kami yang paling berharga, Gadis. Ibumu melakukan tugasnya sebagai tuan rumah yang baik. Beberapa hari ini dia memang menginap di rumah kita."