"Hai... Cataline Sayangku. Akhirnya kau rindu dan menghubungi aku?" Telinga Cataline disambut suara seseorang yang dia kenal, di ujung sana. Nadanya penuh semangat, tapi membuat Cataline menjadi kesal. Dia mencibir tidak senang, mendengarkan ocehan pria itu yang masih terus berbicara. "Sudah berapa lama? Jika diingat-ingat, mungkin sekitar tiga, empat, atau lima bulan terakhir kita berbicara? Aku ingat betul kau memperingatkan agar aku tidak menghubungimu, lantas... kenapa kau tiba-tiba menelepon?" ucap pria itu. Cataline menghubunginya bukan untuk sebuah basa-basi, dia langsung menjawab dengan nada tinggi. "Sejauh apa kau sudah mengikutiku?" "Mengikutimu?" Pria itu terkekeh dan berkata, "Hei, kau lupa pernah berkata, kita tak boleh saling melupakan? Lantas, bagaimana aku akan terus mengingatmu jika tidak melihat dari jauh? Aku tidak ingin mengingkari janjiku, sungguh hanya untuk itu." "Tapi aku sudah mengingatkan agar kau menjauh dari hidupku!" Cataline membentak penuh amarah.
“Rich....”“Di mana Jovanka?”Pria itu berlari menuju ruangan di mana Jovanka sedang di periksa. Cataline baru saja menghubunginya dan tak disangka, Rich sudah tiba sangat cepat di luar dugaan. Dia berusaha melihat ke dalam sana, dari balik kaca kecil di bagian atas pintu. Tapi dokter dan perawat menghalangi pandangannya sehingga Rich tak bisa melihat Jovanka, dan kembali dia melihat istrinya.“Rich... maafkan aku. Seharusnya, aku.....”“Apa guna pelayan di rumah itu tak bisa menjaganya? Kate, kau tahu dia mengandung anak kita!” cecar Rich, suaranya sangat khawatir dan terlihat marah.Ya. Rich marah. Cataline bisa melihat kemarahan pria itu yang tak terkontrol. Selama mereka menikah, belum sekali pun Rich pernah membentak Cataline seperti sekarang. Sekuat itu Rich menyayangi bayi yang bahkan belum terlihat wujudnya? Bahkan Rich belum tahu apa yang membuat Jovanka masuk Rumah Sakit, dan dia sudah sangat marah. Bagaimana jika dia tahu semua ini perbuatan Cataline?“Kenapa dia berakhir d
Hanya senyum miring yang ditunjukkan pria itu untuk menjawab pertanya si wanita. Lantas, dia berjalan menuju meja dan mengangkat gelas berisi cairan keemasan.“Cataline Amber... sudah berapa lama kita tak minum bersama?”“Cullen!” Cataline memotong dan menekankan nama keluarga suaminya. “Sekarang aku memiliki Cullen di belakang namaku, jangan lupakan itu!” ulangnya memastikan pria itu mendengar dengan jelas.Seharusnya Cataline masih di Rumah Sakit mengawasi Jovanka, tapi atas panggilan pria ini, dia harus mengabaikan ucapan Rich. Cataline tidak senang mendapati dirinya sangat cepat terpengaruh, tapi di sinilah dia sekarang.“Istri Rich Damian Cullen, kau tidak ingin mempertegasnya?” Pria itu sangat tenang menyesap isi gelasnya dan kembali dia menatap Cataline. “Ya... Cataline Amber Cullen. Baiklah, aku harus memanggilmu dengan nama belakang suamimu.”“Jangan banyak bicara, katakan saja apa maksud pesan yang kau kirimkan, Liam!”Rich bisa saja datang ke Rumah Sakit sebab pria itu sel
Ketika Cataline menutup panggilan, dia belum menyadari Rich di sebelahnya. Dia memijit kepala dengan kedua tangan, untuk membantu dirinya kembali tenang. Dia masih sedikit mabuk setelah bertemu dengan Liam, tapi terpaksa datang ke Rumah Sakit agar Rich tidak curiga.Sementara Rich mengamati istrinya dengan berbagai pertanyaan. Ingin dia bertanya apa yang disembunyikan Cataline, tapi dia menahan diri. Jika Cataline berkata Rich tidak boleh tahu, bukankah berarti dia akan berbohong meski Rich memaksa? Rich juga bisa mencium bau tak sedap dari tubuh istrinya, sehingga banyak kecurigaan di pikiran pria itu.“Sayang, kenapa kau di sini?” sapa Rich dan membuat wajahnya tersenyum, seperti tak mendengar perbincangan istrinya.Cataline sangat terkejut sampai pundaknya terangkat. Saat melihat Rich, dia mematung dengan mulut gemetar.“Sa-sayang, kau... datang?” tanya Cataline terbata. ‘Apakah dia mendengar pembicaraanku?’“Ya, baru saja. Aku memanggilmu tapi kau hanya diam, jadi aku langsung ke
Jovanka sudah jujur pada Sarah tentang dirinya yang tengah mengandung dan sekarang tinggal di rumah pemilik janin itu, tapi Jovanka tak pernah menyebutkan siapa mereka. Dia sangat menjaga nama pemiliknya karena itu adalah privasi. Dan sesuai yang diharapkan, Sarah Spencer adalah sahabat yang pengertian sehingga tidak memaksanya."Baiklah, jaga anak itu baik-baik. Segera lahirkan itu dan berhenti setelahnya, kau harus fokus pada kuliahmu dan meraih apa yang kau cita-citakan," ucap Sarah, mengelus pundak sahabatnya. Dia tahu betapa Jovanka tidak ingin melakukan semua ini, andai dirinya tidak sedang terjepit.Gadis itu mengangguk setuju dengan ucapan sahabatnya, tapi masih ada yang selalu mengganjal di hati Jovanka."Sarah, menurutmu... apakah mungkin seorang pria beristri yang mulutnya sangat jahat, lalu tiba-tiba mengirimkanmu sebuah pesan yang manis?"Sarah menatap Jovanka dengan mata elangnya dan langsung bertanya, "Apakah dia pemilik janinmu? Jovanka, jangan berpikir macam-macam,
“Cataline,” panggil Rich, menyentuh jemari istrinya. Cataline memutar wajahnya memandang Rich dan dia tersenyum samar. “Aku tak mengapa, itu hal biasa. Ibumu memang tak pernah berbicara baik padaku, Rich.” Rich mengalihkan matanya ke jalanan dan bingung untuk memulai pembicaraan. Makan siang dengan keluarga memang tak pernah berjalan mulus karena Ruth selalu bersikap dingin dan berbicara tak bersahabat pada Cataline. Sebab itulah Rich memutuskan pindah dan tinggal terpisah dari keluarga, untuk melindungi istrinya. Terlalu banyak masalah yang datang secara tiba-tiba, sampai Rich bingung akan bagaimana menyikapi semua ini. Selain merasa kasihan pada Cataline yang tersinggung dengan ucapan ibunya, dia juga takut dengan surat yang Jovanka kirimkan. “Mari kita lupakan ibu. Aku tak ingin kau memikirkan ucapannya, karena itu kita tinggal terpisah.” “Lantas, kau ingin mengatakan sesuatu, Rich?” Mata istrinya yang sendu membuat Rich ragu sejenak. Harus kah dia membahasnya? Bagaimana j
Semua orang akan berpikir hal yang sama jika melihat begitu cepat Rich bertindak. Bahkan Jovanka tidak siap dengan tamparan dari Cataline, tapi Rich... dia sangat sigap seakan takut gadis itu terluka. “Kau pengkhianat, kau sudah menyakitiku, Rich.” Rich yang serba salah melepaskan Jovanka dan berpindah ke depan istrinya. Tangan pria itu akan memeluk Cataline, tapi segera ditepisnya. “Jangan sentuh aku. Tanganmu... aku tak tahu apakah aku masih mau disentuh oleh tangan itu.” Matanya menunjukkan kecewa yang sangat dalam. “Kate, ini tidak seperti yang kau pikirkan. Dia hampir terjatuh, aku hanya menjaga janin kita.” “Janin, janin, janin! Apakah hanya itu alasanmu?” Cataline muak dengan sikap Rich yang selalu peduli akan janin di perut Jovanka. “Jika janin itu yang lebih penting dari perasaanku, lantas apa gunanya kita bersama? Pergilah dengan gadis itu dan jaga janinmu!” Cataline berjongkok dengan wajah disembunyikan di atas lututnya. Hanya suaranya yang terdengar pilu membuktikan
Di malam dingin yang berhujan, Jovanka berjalan dengan keadaan sangat berantakan. Kaki kecilnya tak menggunakan alas sebab tak diberi kesempatan bahkan untuk mengenakan sebuah sandal. Dia diusir bagaikan seekor anjing liar yang tak punya keluarga. Hanya tas kecil berisi barang pribadinya yang boleh dia bawa, sebab barang lainnya adalah pemberian dari mereka. Jalan menuju keluar dari pekarangan itu terasa sangat jauh. Dia menatap lurus dengan pandangan mengabur oleh terpaan air hujan. Jovanka tak mampu menunjukkan ekspresi di wajahnya, tapi kesedihan yang mendalam cukup membuat gadis itu hancur di dalam dada. Tanpa tujuan dia terus meninggalkan tempat itu. Di luar gerbang besar, sebuah taksi yang melintas berhenti dan menawarkan tumpangan. Jovanka menaiki taksi dan menyebutkan sebuah nama toko kue. Ketika taksi berhenti, dia turun dan berjalan menuju toko kue milik Nyonya Green. Entah kenapa alamat itu yang terlintas di pikirannya. “Jovanka, apa itu?” Nyonya Green melihat gadis it