"Silakan di sini, Tuan."
Rich menatap surat kontrak yang diberikan oleh pengacaranya, di sana sudah lebih dulu tertera tanda tangan Cataline. Pria itu menarik napas panjang, ada rasa ragu di hatinya.
"Honey?" panggil Cataline, menarik Rich dari pikirannya.
Istrinya sangat bersemangat dengan calon bayi mereka, jadi dia tak ingin mengecewakannya. Dia segera menandatangani surat itu seperti yang diinginkan sang istri. Setelahnya, pengacara memberikan kepada Jovanka selaku pihak kedua.
Seperti tak memikirkan apa-apa gadis itu gergegas melakukannya sehingga surat kontrak kini berpindah pada kepala yayasan sebagai penanggung jawab. Surat kontrak itu pun disahkan oleh pengacara sesuai dengan hukum yang berlaku.
'Benarkah ini pengalaman pertamanya?' Rich bertanya di pikiran, tak percaya gadis itu sama sekali tidak terlihat canggung untuk hal yang sangat besar.
Setelah urusan hukumnya selesai, ketua yayasan dan Cataline berbincang-bincang membicarakan rencana esok hari. Katanya malam ini Jovanka akan diantarkan ke rumah sakit dan menginap di sana, untuk kelancaran penyuntikan embrio. Jovanka tak ikut bicara sebab dia tak paham apa-apa tentang semua itu, jadi dia hanya diam menunduk.
Sementara Rich mengamatinya penuh tanda tanya. Berapa malam yang lalu gadis itu terlihat sangat menyedihkan memakan dua keping roti saja, lalu menginap di hotel murahan seperti orang yang tak memiliki rumah. Apakah dia selalu memakan dua keping roti untuk bertahan hidup, tapi tidur di hotel setiap malam? Sebenarnya, orang seperti apa yang akan mengandung bayi mereka?
"Jovanka, kau bersiap-siaplah. Kita akan berangkat ke Rumah Sakit bersama dengan klien." Pemilik yayasan itu memberi perintah.
"Baik, Nyonya." Jovanka mohon diri keluar dari kantor milik ketua yayasan, mengambil tas kecil berisi dua pasang pakaian yang dia bawa dari rumah.
Menutup pintu locker, Jovanka termenung sejenak. Ini akan menjadi awal hidupnya sebagai seorang penyewa rahim. Jovanka akan dalam pengawasan keluarga itu sampai dia berhasil mengandung dan melahirkan anak mereka. Jovanka juga memikirkan entah di mana dirinya akan tinggal saat perutnya membesar nanti dan bagaimana dia berkuliah dengan kondisi seperti itu.
Bukan Jovanka sangat tenang seperti dugaan Rich yang melihat dari luar, hanya saja dia tak ingin terlihat tegang di depan semua orang. Banyak hal yang sangat mengganggu pikiran gadis itu.
"Sudahlah, Jovanka, jangan terlalu dipikirkan." Dia menghibur diri sebelum membawa tas kecilnya menemui ketua yayasan.
Dia harus mendapatkan uang, berkuliah dengan benar sampai bisa mewujudkan cita-citanya mengubah hidup yang menyedihkan. Toh, di luar sana pun banyak mahasiswa yang berkuliah dalam keadaan hamil, entah itu sudah menikah atau belum. Tentang keluarganya, Jovanka tidak ingin memikirkan mereka.
Banyak hal yang dikatakan ketua yayasan selama mereka dalam perjalanan ke Rumah Sakit, tentang gadis lainnya yang sudah lebih dulu melakukan pekerjaan ini. Katanya, banyak dari mereka yang beruntung mendapatkan bonus lebih dari klien ketika kontrak sudah berakhir. Ketua yayasan pun berharap Jovanka bisa bersikap baik dan tetap profesional selama berjalannya kontrak, dan meminta gadis itu untuk tidak banyak pikiran. Bayi yang Jovanka lahirkan harus sehat, sehingga kesehatan dirinya pun sangat dituntut.
Begitu tiba di Rumah Sakit, Jovanka dibawa ke sebuah ruangan khusus untuknya beristirahat malam ini.
"Aku akan kembali esok pagi, jadi tinggal lah dulu. Kau harus fokus pada tujuanmu berada di sini, jangan pikirkan apa pun di luar itu. Ingat, kau mendapatkan 80% dari hasilnya, dengan uang itu kau bisa mengubah hidupmu ke depan nanti," pesan kepala yayasan sebelum meninggalkannya.
Sekarang tinggal Jovanka bersama dokter juga perawat di ruangan itu, mereka memberi penjelasan bagaimana penyuntikan embrio itu akan dilakukan. Meski katanya itu tidak terlalu sakit, tetap saja Jovanka gugup membayangkan itu dipraktekkan secara langsung.
Di luar ruangan itu Rich mengintip dari kaca yang tidak tertutup sempurna, sementara Cataline berbincang dengan pemilik yayasan. Dia mengamati gadis itu yang hanya mengangguk mendengarkan ucapan dokter.
"Rich, apa yang kau lihat?" Cataline menyadari suaminya tengah melihat ke dalam sana dan dia segera menegurnya.
"Tidak. Aku hanya penasaran, apakah itu akan dilakukan di tempat ini?" jawab Rich melupakan gadis itu.
"Tidak, ini hanya ruangan sementara untuk dia beristirahat, ruangannya ada di lantai atas."
"Oh, begitu." Rich merasa tatapan istrinya seperti menyelidiki, dia tak melihat Jovanka lagi sebab tak ingin masalah akan bertambah.
Dokter sudah siap dengan Jovanka dan langsung menemui mereka. "Semuanya sudah siap, kalian boleh menunggu di sini atau datang besok pagi, Tuan," ucap dokter itu menatap Rich dan Cataline bergantian.
"Kau masih ada pekerjaan, Rich?" Cataline menatap suaminya masih dengan pandangan curiga. "Aku akan di sini memastikan gadis itu baik-baik saja, kau boleh pulang jika masih ada pekerjaan."
"Kau yakin?" Rich mengerutkan keningnya, tak biasanya Cataline peduli dengan orang lain.
"Bagaimana pun dia akan mengandung bayi kita, aku akan di sini memastikan dia benar-benar siap. Kau tahu, keberhasilannya juga bergantung pada kondisi gadis itu, jadi aku akan membuatnya tidak merasa sendirian. Semua ini demi kebaikan calon bayi kita."
Kata-kata Cataline membuat Rich merasa tersentuh. Meski istrinya menolak mengandung sendiri bayi mereka, Cataline tetaplah seorang ibu yang juga menginginkan calon bayi mereka terlahir sehat.
"Baiklah, kalau begitu aku percayakan padamu." Rich mengecup kening istrinya sebelum kembali ke kantor sebab banyak pekerjaan yang tertinggal sejak mereka sibuk mengurus pembuatan bayi tabungnya.
Setelah Rich dan ketua yayasan pergi, Cataline menemui dokter di rungan khusus. Dia tidak menemani Jovanka seperti apa yang dia katakan pada Rich.
"Jadi, bagaimana itu, Dokter?" tanyanya langsung pada tujuan.
"Seperti yang terjadi tempo hari, embrio milik Anda dan Tuan Cullen tidak berkembang dengan baik, kami sangat menyesal. Tapi untuk milik gadis itu... itu berjalan sesuai yang diinginkan." Dokter menunjukkan gambar dan hasil tes embrio yang sudah disiapkan.
Wajah Cataline mengeras. Ini kali ketiga sel telurnya dan milik Rich diuji, tapi selalu mendapatkan hasil yang tidak memuaskan. Sedangkan ketika dilakukan pada milik gadis itu, hanya satu percobaan sudah membuahkan hasil yang sempurna. Itu berarti sel telurnya yang tidak terlalu baik untuk menghasilkan bayi dan dia menjadi kesal.
"Tapi jangan berkecil hati dulu, Nyonya, kami sudah membuatkan yang baru dan hasilnya akan terlihat besok pagi. Kita masih memiliki harapan," sambung sang dokter enggan, merasa gagal dengan pekerjaannya.
"Aku tak mau tahu, kami harus memiliki bayi. Meski milikku menunjukkan hasil yang sama, kalian harus tetap melakukannya."
"Maksud Anda... dengan milik gadis itu?" tanya dokter tak yakin, takut membuatnya tersinggung. "Maaf jika lancang, tapi... apakah Anda akan nyaman dengan itu?"
Salah satu alasan Cataline mencari ibu pengganti karena dia tak pernah berhasil mengandung. Dia sudah berusaha berkali-kali, melakukan beberapa tindakan agar rahimnya segera diisi sebuah janin, tapi dia selalu gagal. Cataline tak ingin Rich mengetahui dirinya tidak bisa memberi keturunan, sebab itulah dia menggunakan wanita lain dan mengambil sel telur milik Jovanka saat melakukan tes kesehatan.
"Kenyamanan tidak lebih penting sekarang. Bagaimana pun caranya, aku harus memberi anak untuk suamiku!"
Keamanannya akan terancam jika tak bisa memberi Rich anak. Meski pria itu berkata sangat mencintainya, Rich tetaplah pria yang selalu mendambakan kehadiran bayi di dalam rumah tangga mereka. Cataline mengancam dokter itu untuk menutup mulutnya rapat-rapat, bahkan merahasiakan rencana ini dari Rich. Dia harus memberi bayi untuk Rich, tak peduli dengan cara apa pun!
Malam terasa sangat cepat sehingga berlalu begitu saja. Jovanka belum siap ketika dibawa dengan ranjang beroda menuju ruangan lain yang sudah di siapkan, dia akan segera menerima transfer embrio milik sang klien. Kepala yayasan dan pasangan suami istri itu turut hadir di sana mengantarkan Jovanka hingga ke pintu. "Rileks, jangan terlalu tegang, oke? Kau bisa melakukannya, percayakan saja pada dokter," pesan kepala yayasan memberi semangat yang dibalas anggukan oleh Jovanka. Rich sampai detik ini masih bingung dengan perasaannya. Apakah ini sudah benar? Apakah tidak ada masalah ke depannya nanti, karena calon bayi mereka harus dikandung orang lain? Dia sangat berharap istrinyalah yang mengandung sendiri sehingga mereka benar-benar yakin pada anak itu. Tapi sifat keras kepala Cataline tak bisa dia luluhkan, mau tak mau dia harus mengikuti cara ini demi mendapatkan keturunan. "Semoga berjalan lancar, kami berharap padamu," kata Rich akhirnya. Di pertemuan pertama Rich sangat kasar d
Seminggu pasca tindakan pemindahan embrio, Jovanka kerap merasakan nyeri dada dan perut kembung. Dokter berkata itu normal selama tidak mengganggu aktivitasnya, dia pun bisa melakukan aktivitas seperti biasa, meski dikatakan jangan terlalu kelelahan.Siang itu Jovanka bekerja seperti biasa di toko kue, menyusun kue-kue yang masih hangat ke ranknya. Sesekali dia melirik saat pelanggan baru memasuki toko dan bertanya apa yang mereka cari. Tiba-tiba dia merasakan kram di perutnya, gadis itu segera berlutut mencegah tubuhnya bisa saja tumbang.'Di sini ada calon bayi orang lain.' Kalimat itu dia ulang-ulang di dalam hati, menjaga agar dirinya tetap baik-baik saja. Bagaimana pun, Jovanka harus berhasil hamil agar tak sia-sia pengorbanannya. Tapi meski sudah berlutut beberapa saat, Jova tidak merasakan ada keringanan, justru itu semakin hebat dia rasakan. Apakah mungkin embrio itu terganggu oleh aktivitasnya? Jovanka kalut dan berdiri perlahan, hal itu membuat Nyonya Green berlari padanya.
"Aku sudah mengajukan pada rektor agar kau diberi waktu dan itu hanya satu minggu, tapi kau bahkan tak bisa melunasinya." "Tapi, Mr Mark, jika aku melewatkan ujian ini, aku harus mengulangnya kembali. Tolonglah... aku akan melunasinya minggu depan." Dia memohon dengan sungguh-sungguh.Hanya menunggu satu minggu lagi. Jika dirinya dinyatakan hamil, Jovanka akan mendapat bagian dari kepala yayasan sebanyak yang dijanjikan di dalam kontrak. Itu uang yang sangat banyak meski klien hanya membayarnya dengan uang muka saja. Dan andai pun dia dinyatakan tidak hamil, Jovanka masih akan mendapatkan uang dari tindakan yang dilakukan padanya. Meski itu tidak terlalu banyak, Jovanka masih bisa melunasi biaya semester dan untuk uang sakunya."Mr Mark, Anda mendengarku? tolonglah kali ini," pinta Jovanka sekali lagi, melihat lawan bicaranya yang hanya diam."Itu di luar wewenangku, maaf, Nona Jovanka. Jika kau ingin mengikuti ujian ini, maka kau harus segera melunasinya sebelum ujian dimulai." Tak
Rich membawa Jovanka menuju mobil dan menyuruh supir mengantarkannya ke hotel. Sementara Rich dia ingin tahu apa yang dialami gadis itu sampai memohon pada dua wanita tadi."Jangan berani pergi dari hotel tanpa seijinku, kau paham?" perintahnya sebelum mobil itu melaju. Jovanka hanya diam menutup wajahnya dengan kedua tangan, tampaknya dia sangat malu dilihat oleh Rich.Setelah kepergian Jovanka, pria itu menemui biro administrasi kampus untuk mencari tahu tentang Jovanka dan betapa terkejut dia saat mendengar gadis itu tidak diijinkan ikut ujian karena belum membayar tunggakan uang semesternya."Bukankah kalian menerima sumbangan yang sangat besar? Seharusnya itu bisa membantu mahasiswa yang sedang kesulitan, kenapa membuatnya semakin tertekan?" kata Rich geram.Dia adalah penyumbang yang paling tinggi di kampus ini. Laporan yang dia dapatkan mengatakan sumbangan itu digunakan untuk beberapa mahasiswa yang kurang mampu, mendapatkan bantuan keringanan potongan uang semester dan pemban
Pagi itu Jovanka bangun sangat bersemangat dari ranjangnya. Bukan karena ranjang itu sangat empuk dan tak sama dengan kasur tipis yang dia miliki di rumah. Tetapi dia bersemangat karena pagi ini akan mengikuti ujian di kampus.Keberuntungan ternyata tidak meninggalkannya begitu saja, meski Jovanka mengalami kesulitan beberapa hari terakhir. Ponsel yang dia pikir menghilang ternyata ada pada Rich dan pria itu menyerahkannya kemarin, sebelum pergi dari hotel. Tak lama setelah Jovanka mengisi daya, ponselnya berdering dan dia mendapat kabar dirinya diperbolehkan ujian, bahkan dikatakan mendapat beasiswa. Jovanka sangat senang sampai menelepon Sarah di pagi-pagi sekali."Hei, Nona, apa yang terjadi sampai kau bersemangat begini?" Sarah bertanya, ikut tersenyum melihat wajah sahabatnya yang sangat cerah di layar ponsel."Sarah, aku tak tahu bagaimana mengatakannya." Jovanka mengambil jeda beberapa saat sebelum mulai bercerita tentang keberuntungan yang tiba-tiba dia dapatkan. "Ini di luar
Jovanka masih tertegun di dekat pintu kamar hotel, menatap pria yang berdiri di dekat sofa. Pria itu mengeluarkan sebuah benda dari dalam kotaknya, tampaknya itu baru saja dia beli. "Kenapa kau masih di situ? Tutup pintunya, atau seseorang akan membuat masalah."Dia terperanjat setelah mendengar ucapan si pria, lalu menutup pintu segera."Ini. Kau bisa memakainya untuk berkuliah.""Maksudnya... Anda membelikanku laptop itu?"Serius? Dia memberi Jovanka sebuah laptop baru untuk dipakai berkuliah? Jovanka tidak mengerti dengan pikiran pria bernama Rich itu. "Maaf, tapi aku memilikinya di rumah. Kenapa Anda repot-repot membelikannya?""Aku melakukannya untuk keselamatan embrio yang ada di perutmu, jangan banyak bertanya," sahut Rich sebelum gadis itu bertanya kembali."Selesaikan ujianmu segera dan jangan stress. Kau ingat kata dokter? Kesehatanmu juga penting untuk keberhasilan transfer embrio itu." Dia kemudian pergi tanpa melihat ke belakang.Oke. Jovanka tahu dirinya sedang membaw
Sepuluh hari sudah berlalu sejak Jovanka menerima embrio transfer milik pasangan suami istri itu. Setelah mengantarkan jawaban ujiannya ke kampus, dia bergegas menuju Rumah Sakit di mana tindakan itu dilakukan padanya. Hari ini adalah jadwal melakukan pemeriksaan untuk melihat apakah hasilnya sesuai dengan yang diharapkan.Ketua yayasan sudah menghubunginya sejak tadi. Ketika tiba di depan ruang pemeriksaan, dia melihat Rich dan istrinya juga ada di sana. Dia menjadi kikuk kala mendengar perkataan Cataline yang langsung menyemprotnya.“Apa kau tidak bisa lebih konsisten, Nona Jovanka?”“Maaf, Nyonya, aku harus mengurus ujian kuliahku, tolong maafkan aku.” Jovanka setengah membungkuk dan menunjukkan wajah menyesal.“Dan kau pikir kami tidak memiliki kesibukan? Jangan berpikir hanya kami yang membutuhkanmu, kau juga membutuhkan uang dari kami!”“Kate, sudah, sudah.” Rich merasa sungkan oleh ucapan istrinya dan langsung menengahi. “Nona Jovanka, masuklah. Dokter sudah menunggu sejak tad
"Sayang, menurutmu apa jenis anak kita saat lahir nanti? Perempuan atau laki-laki?" "Rich, ini masih sangat lama. Jangan terlalu buru-buru memikirkan itu apa." "Tidak, Kate, kita harus memikirkannya sejak sekarang. Kau tidak memiliki harapan akan memiliki seorang bayi laki-laki atau perempuan?" Rich memutar tubuhnya menghadap Cataline untuk bisa melihat wajah istrinya. Raut bahagia yang dia tunjukkan membuat Cataline merasa tak senang."Entahlah, aku belum memikirkannya," sahut Cataline tak acuh. Sebenarnya, dia senang saja karena berhasil memberi anak untuk Rich. Tapi reaksi suaminya yang sangat bersemangat entah kenapa membuat dia menjadi tak senang. "Astaga, aku bingung ingin berdoa apa sekarang. Apakah aku harus meminta anak laki-laki, agar dia bisa menjaga adiknya kelak?" Sangat bersemangat Rich terus membahas anak yang akan mereka miliki nanti, dia tidak bisa tenang di atas ranjang dan terus membuat gerakan. "Ah aku pasti sudah keterlaluan. Kita sudah berhasil membuat ba