Drtt…drtt, terdengar suara ponsel berdering, semua langsung terdiam. "Ponselmu yang berdering itu, Mas," kata Yunita.Rusman segera membuka ponselnya, terlihat sebuah nama yang terpampang di layar ponsel itu."Halo!" sapa Rusman, ketika menerima panggilan itu."Kamu ada di rumah, nggak?" tanya seseorang yang menelpon Rusman."Enggak, aku sedang pergi. Ada apa?""Ada yang perlu aku bicarakan.""Apakah penting?" tanya Rusman."Sangat penting!""Masalah apa?" Rusman tampak penasaran."Kamu pasti tahu dari Rekha.""Oh, masalah itu? Nanti kalau aku sudah pulang, ya?""Oke!"Akhirnya percakapan itu pun selesai. Rusman menarik nafas panjang."Siapa, Mas?" tanya Yunita dengan penasaran."Satria." Rusman menjawab dengan singkat, padat dan jelas.Jantung Viona berdetak dengan kencang mendengar nama Satria disebut."Pasti akan membicarakan kejadian tadi," sahut Yunita."Iya!" jawab Rusman."Ini kesempatan kamu untuk menasehati Satria. Beri dia saran supaya tidak mengganggu Viona." Pak Baskoro i
"Itu juga yang dulu kamu katakan padaku ketika mendekati Fira," kata Rusman."Betul! Kamu lihat sekarang, Fira takut kehilangan diriku. Ia rela dimadu asal tidak aku ceraikan." Satria tersenyum."Tapi aku tetap tidak setuju!""Aku tidak meminta persetujuan mu, aku hanya ingin membicarakannya padamu. Karena Viona itu keponakanmu. Setidaknya kamu nanti nggak kaget kalau aku melamar Viona."Rusman menjadi pusing sendiri, mendengar semua kata-kata Satria. Ia tidak tahu lagi apa yang harus ia lakukan. Ia merasa tidak enak dengan Pak Baskoro, kakak angkatnya. Pak Baskoro yang sudah sangat berjasa dalam hidupnya sedang membutuhkan pertolongan. Tapi malah Rusman tidak bisa menolongnya."Kamu kok malah melamun? Apa kamu memikirkan cara supaya Viona menolak lamaranku? Kalau iya, berarti kelakuanmu sangat kotor.""Kotor? Bukankah kelakuanmu yang kotor? Merebut istri orang, eh sekarang malah mau berpoligami.""Aku nggak merebut istri orang ya? Fira sendiri yang tergila-gila padaku.""Tentu saja,
"Marcia," gumam Damar. Ia terpaku melihat Marcia ada di depan matanya. "Eh, Damar! Aku duluan ya," sahut Marcia. Ia segera meninggalkan kasir itu, sepertinya ia tampak buru-buru. Damar memandangi kepergian Marcia, ternyata di kejauhan ada Alvin yang sudah menunggunya. Alvin juga melihat ke arah Damar, ia tampak tersenyum sinis kepada Damar."Silahkan, Pak," kata seorang kasir yang sudah menunggu Damar melakukan pembayaran."Mas," kata Jihan sambil menyenggol tangan Damar, membuat Damar sangat kaget."Eh, iya!" Damar pun segera mengeluarkan dompet untuk mengambil uang dan melakukan pembayaran.Jihan yang dari tadi mengamati Damar, tampak sangat penasaran dengan apa yang sebenarnya terjadi."Mas, siapa perempuan hamil tadi?" tanya Jihan ketika mereka sedang berada di dalam mobil."Perempuan hamil?" Damar mengernyitkan dahi."Iya, perempuan yang di depan Mas waktu di kasir tadi.""Memangnya dia hamil ya?" tanya Damar."Iya, lah! Perutnya kelihatan membesar." Jihan jadi kesal sendiri me
"Saya yakin kalau Pak Satria itu mampu secara finansial. Tapi ini masalah hati," sahut Viona."Masalah hati? Apa masalahnya? Apa Dek Viona tidak mencintai saya?" tanya Satria."Kalau masalah cinta, saya yakin, dengan berjalannya waktu, pasti Dek Viona akan mencintai saya," lanjut Satria dengan tersenyum."Huh! Ini orang kok nggak bisa menerima penolakan, sih! Lama-lama bikin aku muak!" dengus Viona dalam hati.Satria memandang Viona dengan penuh cinta. Ketika tanpa sengaja pandangan kata Viona dan Satria bertemu, Viona merasa malu. Sedangkan Satria tampak tersenyum bahagia."Kamu belum tahu bagaimana pesonaku, Viona. Aku yakin kalau kamu akan bertekuk lutut padaku. Kamu itu masih malu-malu tapi mau," kata Satria dalam hati. Ia merasa sudah diatas awan, hanya tinggal menunggu waktu saja.Fira memandang ke arah Satria, ia tampak kesal melihat Satria tersenyum manis pada Viona. Senyum itu yang dulu membuatnya tega meninggalkan suami dan anak. Tapi senyum itu sekarang sangat menyakitkan.
"Bu, Mas Damar ingin bertemu dengan Arka. Apa yang harus Viona lakukan?" tanya Viona pada ibunya. Bu Paramita yang sedang asyik menonton berita artis di televisi segera menoleh ke arah Viona."Apa Damar menghubungimu?"Viona hanya mengangguk untuk mengiyakan pertanyaan ibunya.Tadi Damar sudah menghubunginya kalau ingin bertemu dengan Arka. "Damar sering menghubungimu?" tanya Bu Paramita lagi."Enggak sering, sih. Beberapa kali ia memberitahu kalau sudah mentransfer uang untuk keperluan Arka.""Syukurlah kalau Damar sudah terbuka hatinya untuk memberi nafkah pada anaknya. Kamu bagaimana? Mengizinkan, nggak?" Bu Paramita malah bertanya balik."Viona kan minta pendapat Ibu, kok malah Ibu nanya balik, sih.""Tanya pada hati kecilmu! Kalau menurut Ibu, kamu tidak boleh menghalangi seorang ayah menemui anaknya. Yang jadi masalah, kamu siap nggak jika nanti harus sering bertemu dengan Damar.""Cepat atau lambat, semua itu akan terjadi, Bu! Bagaimanapun juga Mas Damar itu ayahnya Arka. Viona
"Jadi bagaimana baiknya?" tanya Pak Baskoro pada Rusman."Kita hadapi saja, Mas. Kalau menghindar malah akan membuat Satria penasaran." Rusman memberi saran."Kalau Satria datang bersama keluarganya, ya kita sambut dengan baik. Biar keluarga besarnya tahu kalau Viona memang menolak lamaran Satria. Dia itu sudah tidak mempan diberi saran. Kalau Satria masih saja memaksa Viona menerima lamarannya, lebih baik Viona menjauh dan pergi dari sini," lanjut Rusman."Iya, Viona sudah aku ajak pulang kampung. Tapi ia tidak mau, katanya nanti malah jadi bahan gunjingan di sana." Bu Paramita ikut berkomentar.Mereka sedang berdiskusi tentang masalah yang sedang dihadapi. Rusman datang bersama dengan Yunita. Terdengar suara seseorang mengucapkan salam."Biar aku yang buka," kata Yunita seraya beranjak dari duduknya dan kemudian berjalan menuju ke pintu."Edi? Ada apa?" tanya Yunita pada seorang laki-laki yang berada di depan pintu rumah Yunita.Laki-laki yang dipanggil Edi itu tampak terkejut melih
"Rujuk? Mungkinkan aku bisa rujuk dengan Viona? Apakah Viona mau rujuk? Terus bagaimana dengan Jihan?" kata Damar dalam hati.Pikirkan Damar dipenuhi dengan kata-kata rujuk. Memang kemungkinan itu bisa saja terjadi, tapi yang menjadi masalah, Damar sudah melamar Jihan. Tentu saja dua keluarga berharap sampai ke jenjang pernikahan. Walaupun sebenarnya hanya keluarganya Jihan yang berharap seperti itu.Sepanjang perjalanan Damar memikirkan Viona dan Arka, karena memang tujuan perjalanan ini untuk bertemu dengan Arka. Dan otomatis nanti bakal bertemu dengan Viona. Damar mengingat kembali bagaimana rumah tangga yang ia jalani dengan Viona. Ada rasa nyeri di hatinya, ia baru bisa merasakan apa yang Viona rasakan selama ini. Pak Yuda dari tadi hanya mengamati Damar yang diam seribu bahasa. Damar duduk di depan bersama dengan Danish yang mengemudi mobil. Pak Yuda duduk di tengah bersama dengan istrinya yang sudah tertidur sejak kendaraan mulai berjalan. "Mas." Danish memanggil Damar, tapi
Viona sangat syok ketika melihat siapa yang datang. Mama Laras dengan wajah yang sumringah mendekati Viona."Halo Sayang, apa kabar?" Mama Laras langsung cipika-cipiki dengan Viona."Alhamdulillah, kabar baik, Ma.""Eh ada tamu ya?" tanya Mama Laras ketika menyadari ada orang lain di ruangan itu. Ia tersenyum ke arah Satria dan Edi.Satria dan Edi pun ikut tersenyum.Tak lama kemudian muncul Pak Yuda dan anak-anaknya. Viona semakin syok melihat Damar datang bersama mereka. Dengan gugup Viona pun menyalami mereka. Jantungnya berdetak dengan kencang ketika tangannya menyalami tangan Damar. Damar tersenyum merasakan tangan Viona yang dingin, Viona pun tersenyum untuk menutupi kegugupannya.Viona mempersilahkan keluarga Damar untuk duduk di sofa ruang tamu. Kemudian Viona masuk ke dalam."Bu, opanya Arka datang," kata Viona pada ibunya yang ada di ruang keluarga. Ia tampak cemas dengan situasi ini."Siapa?" tanya Pak Baskoro yang muncul sambil menggendong Arka."Opanya Arka datang!" sahut