"Marcia itu sudah kayak perempuan murahan. Sudah punya suami tapi masih mengharapkan suami orang." Adel berkata dengan sangat meledak-ledak."Mbak, ingat kandungan Mbak, jangan marah-marah kayak gitu." Danish menimpali kakaknya yang tampak emosi."Aku tuh kesal dengan Mama. Pantas saja kalau Papa marah, karena kelakuan Mama yang tidak bisa ditolerir lagi. Berdosa Ma, kalau sampai membuat sebuah rumah tangga hancur berantakan. Apalagi itu rumah tangga anak sendiri. Apa sih yang dijanjikan Marcia sama Mama?" tanya Adel."Kalau Mama masih saja seperti ini, aku nggak akan segan-segan ikut campur urusan ini. Aku akan maju paling depan melindungi pernikahan Viona dan Damar." Adel berkata dengan tegas."Apa Mama bisa tertawa bahagia, disaat anak Mama bersedih karena rumah tangganya hancur berantakan? Apa Mama bisa tidur nyenyak, ketika anak Mama meratapi kelakuan mamanya yang dengan tega memporak-porandakan kebahagiaan mereka? Mama pernah berpikir sampai sejauh ini nggak?" tanya Adel.Mama L
Perempuan yang sedang duduk di kursi ruang tamu itu juga terkejut melihat kemunculan Viona. "Ada perlu apa ya Mbak? Mas Damar sedang pergi, nanti saya sampaikan," kata Viona pada Marcia.Tamu itu ternyata adalah Marcia, mantan pacar Damar yang sampai sekarang masih berusaha untuk mendapatkan Damar."Saya mau menunggu Damar saja! Soalnya ini penting, harus saya sendiri yang menyampaikannya." Marcia berkata dengan angkuhnya."Dasar tamu nggak sopan," rutuk Viona dalam hati.Tak lama kemudian muncul Paramitha dengan membawa segelas teh dan kue di dalam toples."Silahkan diminum," tawar Paramitha. Marcia hanya diam saja, ia tetap asyik dengan ponselnya. Paramitha tampak kesal dengan kelakuan tamu itu, yang menurutnya tidak punya sopan santun sama sekali. Ia pun langsung masuk ke dalam lagi."Kenapa cemberut, Bu?" tanya Pak Baskoro."Tamunya Viona itu nggak punya sopan santun sama sekali. Setidaknya menyahut, ini diam saja," gerutu Paramitha."Mungkin orang kota memang seperti itu, Bu,"
Viona segera beranjak dari duduknya, semua mata memandang ke arahnya. Viona pun langsung masuk ke kamar mandi dan menghidupkan keran air, kemudian memuntahkan semua yang ia makan tadi. Ia pun menjadi lega. Kemudian keluar dari kamar mandi dengan wajah yang pucat pasi."Kenapa, Vio? Keluar semua ya?" tanya Paramitha. Viona mengangguk."Nggak apa-apa, nanti kamu makan lagi. Jangan sampai tidak makan." Paramitha menasehati Viona."Apa yang kamu rasakan sekarang?" tanya Damar."Lapar," kata Viona sambil tersipu malu."Nggak apa-apa lapar, bisa makan lagi. Mama bawa asinan sayur tuh. Ayo makan, isi lagi perutnya." Mama Laras segera mengambil bungkusan yang ada di meja dapur. Kemudian membukanya dan menyiapkan makanan untuk menantunya itu.Viona tampak lahap makan asinan sayur itu, Damar tampak bahagia melihat Viona makan. Ia berharap badai di dalam rumah tangganya segera berlalu.Selesai makan, Viona berpamitan masuk ke kamar. Ia ingin merebahkan tubuhnya di tempat tidur. "Istirahatlah, j
Viona melihat sosok laki-laki yang pernah mengisi hari-harinya, pernah membuatnya bahagia dan tentu saja membuatnya terluka. Laki-laki itu adalah David, yang mengkhianati cinta Viona. David sedang berjalan bersama dengan Talitha yang perutnya sudah mulai membesar. Ternyata David yang tadi memanggil Viona. David pun mendekati Viona dan ibunya. Kemudian mengulurkan tangan untuk bersalaman dengan ibunya Viona."Ibu apa kabar?" tanya David."Alhamdulillah, kabar baik. Talitha sudah berapa bulan kandungannya?" tanya Paramitha dengan basa-basi."Delapan bulan, Tante," sahut Talitha."Oh, sudah hampir melahirkan ya?"Talitha mengangguk. David sibuk mengajak ibunya Viona berbicara, sedangkan Talitha hanya diam saja. Tampak kecanggungan antara Talitha dan Viona. Padahal dulu mereka berdua sangat akrab.Dari kejauhan, Damar yang melihat sosok David menjadi cemburu. Ada rasa tidak rela dihatinya melihat David tampak akrab dengan Paramitha. Damar dan Pak Baskoro pun mendekat."Mas, kenalin, ini T
"Apa? Pak Hadi nyari aku? Jangan bohong kamu!" kata Mila dengan kagetnya."Untuk apa aku bohong? Apa untungnya bagiku?" sahut Sabrina.Ceklek! Pintu dibuka lagi, semua mata tertuju ke pintu."Ealah, kok malah Bu Sabrina ngerumpi disini. Bu Sabrina tadi kan disuruh Bapak manggil Bu Mila," kata Nessa yang muncul di ruangan itu."Mila nggak percaya kalau Pak Hadi nyariin dia," sahut Sabrina."Buruan Bu Mila, Bapak sudah menunggu dari tadi. Ternyata malah ngapelin Pak Damar," kata Nessa sambil berjalan pergi keluar dari ruangan Damar dan Irfan."Ngapain Pak Hadi manggil aku?" tanya Mila pada Sabrina.Sabrina hanya mengangkat bahunya saja, tanda kalau ia memang tidak tahu. Mila segera keluar dari ruangan Damar."Ada apa Sabrina? Kok Mila sampai dipanggil Pak Hadi?" tanya Irfan dengan penasaran."Kayaknya ada hubungannya dengan Damar. Karena kelakuan Mila dan Damar sudah meresahkan," sahut Sabrina sambil berjalan keluar di ruangan ini."Mungkin benar kata-kata Sabrina tadi, pasti ada hubung
"Dengar Viona," kata David."Aku bukan Viona, aku Talitha, perempuan yang sedang mengandung anakmu. Lihatlah, padahal dari tadi aku ada di depanmu, di kepalamu hanya ada nama Viona. Apalagi yang bisa aku harapkan darimu." Talitha pun menangis, ia sangat kecewa.David tidak sadar kalau ia menyebut nama Viona, ia kaget ketika Talitha menangis. Ia pun menyadari kesalahannya, tapi karena kondisi masih emosi, ia tidak meminta maaf."Dengar Talitha, tidak semudah itu menghilangkan nama Viona dipikiranku. Selama ini aku memang berusaha untuk melupakan Viona dan berusaha untuk mencintaimu. Tapi seperti kataku tadi, kamu malah selalu memojokkanku, seolah-olah aku adalah orang yang paling bersalah. Bantu aku melupakan Viona, bukan malah menyalahkanku. Buat aku yakin, kalau kamu memang pantas untuk aku cintai." David berusaha menjelaskan pada Talitha. Tapi karena Talitha itu keras kepala, tentu saja semua yang dikatakan David tidak membuatnya menyadari kesalahannya."Aku mau bercerai," teriak T
"Perkenalkan, saya Alvin suaminya Marcia."Jantung Damar terasa berhenti berdetak, ia sangat kaget. Tidak menyangka jika suaminya Marcia akan menemuinya di kantor. Irfan yang matanya fokus ke layar laptop pun langsung mengalihkan pandangan matanya ke arah Damar. Sama seperti Damar, ia sangat kaget dengan kedatangan suami Marcia."Oh, ada yang bisa saya bantu?" tanya Damar dengan suara bergetar, menutupi kekagetannya. Kaget karena kedatangan tamu yang tak diundang."Ada yang mau saya bicarakan," kata Alvin.Alvin pun melirik ke arah Irfan, Irfan langsung paham maksud Alvin. Tapi ia khawatir kalau akan terjadi keributan. Damar paham akan kekhawatiran Irfan."Irfan, tolong tinggalkan kami berdua ya?" pinta Damar. Irfan pun segera keluar dari ruangannya.Alvin menatap Damar, membuat Damar menjadi salah tingkah dan tentu saja gemetaran."Maaf, katanya ada yang mau dibicarakan dengan saya?" Damar membuka obrolan."Oke! Saya yakin kamu pasti tahu kenapa saya kesini.""Maaf, saya benar-benar
Deg! Jantung Damar terasa berhenti berdetak. Hari ini Damar dibuat sport jantung karena tamu yang datang mencarinya. Benar-benar hari yang sial bagi Damar. Belum sempat Damar menjawab, perempuan yang dimaksud sudah datang dan berusaha masuk ke ruangan Damar."Marcia," gumam Alvin."Mas Alvin!" kata Marcia dengan pelan tentu saja dengan ekspresi wajah yang terlihat kaget. Mereka yang ada di ruangan itu juga tampak kaget."Bakalan terjadi perang nih," kata Irfan dalam hati. Ia pun segera mengambil ponselnya dan menghubungi seseorang lewat pesan."Wah wah, perempuan hebat kamu, Marcia. Ternyata memang benar kata Damar, bukan Damar yang mendekatimu tapi kamu yang kegatelan mendekatinya." Alvin berkata dengan tenang."Perlu kamu ingat Marcia, aku tidak akan semudah itu melepaskan mu. Kamu harus merasakan sakit dan kecewa yang aku rasakan." Alvin berkata lagi."Perempuan nggak punya malu," ejek Mila sambil menatap sinis Marcia.Marcia hanya terdiam, ia merasa seperti maling yang ketahuan m