"Dengar Viona," kata David."Aku bukan Viona, aku Talitha, perempuan yang sedang mengandung anakmu. Lihatlah, padahal dari tadi aku ada di depanmu, di kepalamu hanya ada nama Viona. Apalagi yang bisa aku harapkan darimu." Talitha pun menangis, ia sangat kecewa.David tidak sadar kalau ia menyebut nama Viona, ia kaget ketika Talitha menangis. Ia pun menyadari kesalahannya, tapi karena kondisi masih emosi, ia tidak meminta maaf."Dengar Talitha, tidak semudah itu menghilangkan nama Viona dipikiranku. Selama ini aku memang berusaha untuk melupakan Viona dan berusaha untuk mencintaimu. Tapi seperti kataku tadi, kamu malah selalu memojokkanku, seolah-olah aku adalah orang yang paling bersalah. Bantu aku melupakan Viona, bukan malah menyalahkanku. Buat aku yakin, kalau kamu memang pantas untuk aku cintai." David berusaha menjelaskan pada Talitha. Tapi karena Talitha itu keras kepala, tentu saja semua yang dikatakan David tidak membuatnya menyadari kesalahannya."Aku mau bercerai," teriak T
"Perkenalkan, saya Alvin suaminya Marcia."Jantung Damar terasa berhenti berdetak, ia sangat kaget. Tidak menyangka jika suaminya Marcia akan menemuinya di kantor. Irfan yang matanya fokus ke layar laptop pun langsung mengalihkan pandangan matanya ke arah Damar. Sama seperti Damar, ia sangat kaget dengan kedatangan suami Marcia."Oh, ada yang bisa saya bantu?" tanya Damar dengan suara bergetar, menutupi kekagetannya. Kaget karena kedatangan tamu yang tak diundang."Ada yang mau saya bicarakan," kata Alvin.Alvin pun melirik ke arah Irfan, Irfan langsung paham maksud Alvin. Tapi ia khawatir kalau akan terjadi keributan. Damar paham akan kekhawatiran Irfan."Irfan, tolong tinggalkan kami berdua ya?" pinta Damar. Irfan pun segera keluar dari ruangannya.Alvin menatap Damar, membuat Damar menjadi salah tingkah dan tentu saja gemetaran."Maaf, katanya ada yang mau dibicarakan dengan saya?" Damar membuka obrolan."Oke! Saya yakin kamu pasti tahu kenapa saya kesini.""Maaf, saya benar-benar
Deg! Jantung Damar terasa berhenti berdetak. Hari ini Damar dibuat sport jantung karena tamu yang datang mencarinya. Benar-benar hari yang sial bagi Damar. Belum sempat Damar menjawab, perempuan yang dimaksud sudah datang dan berusaha masuk ke ruangan Damar."Marcia," gumam Alvin."Mas Alvin!" kata Marcia dengan pelan tentu saja dengan ekspresi wajah yang terlihat kaget. Mereka yang ada di ruangan itu juga tampak kaget."Bakalan terjadi perang nih," kata Irfan dalam hati. Ia pun segera mengambil ponselnya dan menghubungi seseorang lewat pesan."Wah wah, perempuan hebat kamu, Marcia. Ternyata memang benar kata Damar, bukan Damar yang mendekatimu tapi kamu yang kegatelan mendekatinya." Alvin berkata dengan tenang."Perlu kamu ingat Marcia, aku tidak akan semudah itu melepaskan mu. Kamu harus merasakan sakit dan kecewa yang aku rasakan." Alvin berkata lagi."Perempuan nggak punya malu," ejek Mila sambil menatap sinis Marcia.Marcia hanya terdiam, ia merasa seperti maling yang ketahuan m
Viona segera menghapus pesan itu. Ternyata ada lagi pesan yang masuk, Viona membuka pesan itu.[Damar, tolong bebaskan aku! Bawa aku kemanapun, asal jangan disini.]Viona menjawab pesan itu.[Bukan urusanku! Jangan ganggu rumah tanggaku!]Viona memblokir nomor ponsel itu. Hatinya sangat sakit mendapati kenyataan kalau Marcia masih menghubungi Damar. Seketika air matanya luruh membasahi pipinya."Mengapa masalah ini tidak ada habis-habisnya? Aku lelah," kata Viona dalam hati. Ia tidak punya tenaga untuk masuk ke kamar lagi. Ia pun berusaha untuk merebahkan diri di sofa yang ada di ruang keluarga.Viona berusaha untuk memejamkan mata, mata terpejam tapi pikiran kemana-mana. "Kenapa Marcia begitu ngotot ingin mendapatkan Mas Damar? Sebenarnya apa yang sudah terjadi diantara mereka berdua? Apakah Mas Damar itu memang cinta sejatinya Marcia?""Apakah aku harus menceritakan semua itu pada Bapak dan Ibu? Tapi aku nggak mau membuat mereka bersedih. Apa yang harus aku lakukan?" kata Viona dal
"Mas," panggil Viona. Damar tampak tidak merespon, ia sibuk dengan pikiran yang berkecamuk di kepalanya. Viona melihat ke arah Damar yang sedang menatap ke arah masuk selasar rumah sakit. Viona memang melihat seseorang yang tampak sedang berjalan. Tapi ia tidak mengenal orang itu."Mas." Viona memanggil Damar sambil menggandeng tangannya. Damar tampak gelagapan."Marcia," gumam Damar. Viona tampak terkejut mendengar Damar bergumam, hatinya terasa sangat perih."Aku Viona, Mas! Bukan Marcia," seru Viona."I…iya Viona. Aku tahu kalau kamu itu Viona. Aku kan menyebut namamu?" kilah Damar."Bukan! Mas menyebut nama Marcia!" Viona tampak emosi kemudian berjalan menuju ke mobil. Hatinya sangat kesal."Kenapa nama Marcia tidak bisa hilang dari pikirannya? Sehebat apa sih Marcia itu, sampai-sampai Mas Damar tidak bisa melupakannya," kata Viona hati."Viona!" panggil Damar.Viona hanya diam saja."Jangan kekanak-kanakan seperti itu! Kamu itu sudah dewasa, bahkan sedang hamil juga. Bersikaplah
Klunting-klunting, ponsel Viona berdering. Liqa pun membuka ponselnya. Viona sangat terkejut melihat pesan itu, dadanya bergemuruh menahan amarah. Seketika air matanya luruh karena menahan rasa sakit dihatinya. Ada dua buah foto yang menggambarkan Damar dan Marcia ada di rumah sakit. Juga ada pesan yang menyebutkan nama ruangannya. Dengan dada bergemuruh, Viona mencari ruangan itu. Setelah bertanya pada perawat, akhirnya Viona menemukan ruangan itu. Viona menarik nafas panjang, kemudian membuka pintu kamar itu. Tangan kiri membuka handle pintu, tangan kanan memegang ponsel.Viona sengaja tidak berkata apa-apa, tapi matanya berkaca-kaca melihat siapa yang ada di ruangan itu. "Viona? Kok kamu ada disini?" tanya Damar dengan gugup, kemudian ia mendekati Viona."Kenapa, Mas? Kaget ya?" sindir Viona."Lihatlah Viona, walaupun kamu menikah dengan Damar, tapi Damar masih mencintaiku. Buktinya ia menungguku disini," ejek Marcia."Marcia, jangan berkata seperti itu," kata Monica mengingatkan
"Ada apa ini?" Alvin muncul dengan tiba-tiba, laki-laki yang menunggu di luar ruangan tadi tampak sangat pucat."Kenapa kamu kesini lagi?" tanya Alvin pada Viona."Ada yang ingin saya tanyakan pada Marcia," jawab Viona dengan berbohong. Karena tujuan utamanya kesini ingin melihat apa benar Damar ada disini."Memangnya kenapa? Kamu pikir aku akan melepaskan Marcia begitu saja? Tentu tidak, aku akan membuat ia merasakan sakit seperti yang aku rasakan." Alvin berkata sambil membuka pintu kamar Marcia. Viona sudah bersiap-siap dengan kamera ponselnya. Sedangkan laki-laki yang disuruh menunggu Marcia tampak sangat ketakutan.Ceklek! Viona mengikuti langkah kaki Alvin. Dugaan Viona benar, ada Damar dan Marcia di dalam kamar. Marcia berbaring di tempat tidur dan Damar duduk di kursi sebelah tempat tidur.Bisa dibayangkan bagaimana wajah Marcia dan Damar, begitu juga dengan Alvin. "Ngapain kamu kesini lagi?" tanya Alvin pada Damar. Damar diam tak berkutik, seperti maling yang ketahuan sedan
"Pa, lihat ada mobil Mas Damar disini," kata Danish pada Pak Yuda."Kebetulan sekali. Nanti didalam jangan bicara macam-macam. Kita seolah-olah tidak tahu apa yang sedang terjadi." Pak Yuda mengingatkan Danish."Biar nanti Papa yang bicara," lanjut Pak Yuda.Setelah Pak Yuda meminta Viona untuk istirahat, Pak Yuda mengajak Danish pergi ke rumah Adel. Rencananya mau membicarakan masalah Damar dan Viona pada Mama Laras dan Adel beserta suaminya. Mencari solusi atas masalah mereka.Danish membuka pintu rumah Adel yang memang tidak terkunci. Semua yang di dalam rumah terkejut dengan kedatangan Pak Yuda dan Danish, mengingat ini sudah larut malam."Kok malam-malam kesini, Pa?" tanya Adel."Memangnya nggak boleh kesini?" Pak Yuda duduk di sofa yang ada."Bukan begitu, Pa. Ini kan sudah terlalu malam, biasanya Papa paling malas kalau diajak keluar malam." Adel memberikan alasannya."Kangen sama Mama," sahut Pak Yuda sambil tertawa."Ih, Papa kok kayak anak muda saja." Mama Laras tersipu malu