"Pa, lihat ada mobil Mas Damar disini," kata Danish pada Pak Yuda."Kebetulan sekali. Nanti didalam jangan bicara macam-macam. Kita seolah-olah tidak tahu apa yang sedang terjadi." Pak Yuda mengingatkan Danish."Biar nanti Papa yang bicara," lanjut Pak Yuda.Setelah Pak Yuda meminta Viona untuk istirahat, Pak Yuda mengajak Danish pergi ke rumah Adel. Rencananya mau membicarakan masalah Damar dan Viona pada Mama Laras dan Adel beserta suaminya. Mencari solusi atas masalah mereka.Danish membuka pintu rumah Adel yang memang tidak terkunci. Semua yang di dalam rumah terkejut dengan kedatangan Pak Yuda dan Danish, mengingat ini sudah larut malam."Kok malam-malam kesini, Pa?" tanya Adel."Memangnya nggak boleh kesini?" Pak Yuda duduk di sofa yang ada."Bukan begitu, Pa. Ini kan sudah terlalu malam, biasanya Papa paling malas kalau diajak keluar malam." Adel memberikan alasannya."Kangen sama Mama," sahut Pak Yuda sambil tertawa."Ih, Papa kok kayak anak muda saja." Mama Laras tersipu malu
Selesai salat subuh, Pak Yuda dan Danish mengantar Viona untuk pulang mengambil pakaiannya. Motornya ia tinggal di rumah Pak Yuda. Dengan menggunakan kunci cadangan, Viona bisa masuk ke dalam rumah. Viona segera masuk ke dalam rumah dan berjalan menuju ke kamarnya. Tampak Damar yang masih tertidur lelap. Perlahan Viona memasukkan pakaiannya dan surat-surat berharga miliknya, seperti ijazah dan yang lainnya. Saking terlelapnya Damar tidur, ia tidak tahu kalau Viona mengemas barang sampai selesai. Barang yang ia bawa pulang merupakan barang yang ia bawa ketika masuk rumah ini. Ada dua koper barang yang dibawa Viona dan satu ransel. Viona keluar dari kamar, sambil mendorong koper-kopernya."Mana Damar?" tanya Pak Yuda ketika melihat Viona keluar dari kamarnya. Tadi Pak Yuda melihat ada mobil Damar di garasi."Masih tidur, Pa." Viona menjawab dengan pelan."Apa ia tidak terbangun waktu kamu beres-beres tadi?" "Enggak, Pa. Mungkin dia kecapekan."Dengan perasaan yang kesal, Pak Yuda mas
Damar baru selesai mandi ketika pintu rumahnya diketuk. "Siapa sih malam-malam kesini, padahal aku mau istirahat," gumam Damar. Hari ini ia merasa sangat lelah karena banyak yang harus dikerjakan di kantor. Pulang dari kantor tadi ia ke rumah sakit, siapa tahu ia bisa bertemu dengan Marcia. Ternyata Marcia sudah keluar dari rumah sakit. Damar berjalan menuju ke ruang tamu dan membuka pintu rumahnya. Sudah ada orang tuanya dan Danish. Belum sempat Damar mempersilahkan masuk, mamanya langsung nyelonong masuk ke dalam rumah.Mereka semua duduk di ruang keluarga. Mama Laras tampak sangat marah."Damar, kamu tahu, Mama sangat malu dengan kelakuanmu. Untuk bertemu dengan Viona saja Mama sudah tidak punya muka, apalagi bertemu dengan orang tuanya. Karena itu Mama sengaja tidak menemui Viona. Apa yang akan kamu lakukan sekarang?" tanya Mama Laras."Ya menjalani hidup seperti biasa." Damar menjawab dengan santainya."Kamu tidak memikirkan istrimu dan anak yang ada di kandungannya?" tanya Ma
"Sebenarnya apa yang terjadi?" Irfan mengulang pertanyaannya. Damar menarik nafas panjang."Viona pulang ke rumah orang tuanya." Damar menjawab dengan pelan."Kenapa? Apa ia mau melahirkan disana? Bukankah masih lama waktunya?""Dia minta dipulangkan dan diantar sama Papa.""Apa? Apakah sebuah masalah besar?""Sebenarnya masalah sepele. Viona saja yang terlalu membesarkan masalah.""Damar, perempuan hamil itu emosinya tidak stabil. Sebagai suami kamu harus bisa memahami dan selalu mendukungnya. Takutnya nanti berpengaruh pada bayimu. Kenapa kamu nggak ikut mengantarnya?""Dia sudah minta pada Papa untuk mengantarnya. Ya sudah, aku bisa apa?""Memang masalah apa sih?" Irfan menjadi sangat penasaran."Hanya gara-gara aku menjenguk Marcia. Viona jadi baperan. Sepele, kan?"Damar bercerita kejadian hari itu. Termasuk ia yang dipukuli oleh Alvin."Itu bukan masalah sepele, Damar? Kamu sudah salah, menjenguk mantan pacar dan hanya berdua saja di kamar itu. Wajar saja kalau Viona marah. Apal
Setelah melewati perdebatan panjang, akhirnya Damar mengalah dan ikut pergi ke rumah Viona. Sepanjang perjalanan Mama Laras masih saja ngomel nggak karuan."Ma, apa Mama nggak capek dari tadi ngoceh terus?" tanya Pak Yuda."Diocehin saja Damar nggak ngerti-ngerti kok, apalagi Mama hanya diam saja." Mama Laras membela diri."Damar, usia kehamilan Viona sudah berapa bulan ya?" tanya Mama Laras lagi."Waduh, bakal ngomel lagi kalau aku jawab nggak tahu," kata Damar dalam hati."Sekitar tujuh bulan, Ma." Damar menjawab asal-asalan, karena ia sendiri tidak tahu secara pasti."Berarti dua bulan lagi Viona melahirkan. Nanti menjelang Viona melahirkan, kamu ambil cuti. Kamu dampingi Viona, biar ia merasa nyaman dan tenang. Kamu harus selalu jadi suami siaga."Damar mulai pusing mendengar ocehan mamanya. Untung saja bukan ia yang menyetir, bisa-bisa malah mengganggu konsentrasi. Danish yang sedang menyetir hanya senyum-senyum saja, melihat kakaknya diomelin oleh sang mama.Mama Laras akhirnya
"Siapa ya mengirimiku foto Mas Damar di rumah sakit itu ya? Kok nomornya tidak aku kenal? Bagaimana ia tahu nomorku?" Viona bertanya-tanya sendiri. Ia sedang mengaktifkan nomor ponsel lamanya. Beberapa bulan ini ia menggunakan nomor yang baru. Nomor baru itu hanya beberapa orang saja yang tahu, termasuk Hana. Viona sudah mengundurkan diri dari tempat ia bekerja. Ia ingin fokus pada bayi dalam kandungannya. Viona mulai bekerja secara online menjadi data analis dan beberapa job online part time. Waktunya sangat fleksibel, penghasilannya juga lumayan. Tanpa bekerja pun orang tuanya mampu membiayai hidupnya. Ia juga menjadi afiliator produk di medsos. Karena itu ia aktif di berbagai medsos menggunakan akun baru.Ia membuka lagi foto-foto itu, hatinya terasa nyeri mengingat kembali luka yang hampir mengering. "Mas, apakah aku benar-benar tidak pernah ada dihatimu? Jadi waktu kamu pernah bilang cinta dan sayang padaku itu hanya bohong saja?""Seharusnya kita bisa menjadi keluarga yang ba
"Waalaikumsalam." Pak Baskoro menjawab salam dari seseorang. Ia pun segera membuka pintu depan. Ceklek!"Apa kabar Baskoro?" sapa Pak Yuda yang sudah ada di depan pintu. Pak Baskoro benar-benar terkejut melihat Pak Yuda ada di depan rumahnya."Apa aku nggak dipersilahkan masuk?" tanya Pak Yuda."Oh, ya, mari masuk." Pak Baskoro mempersilahkan Pak Yuda dan Danish masuk ke dalam rumah.Pak Baskoro tampak sangat gugup. Ia sedang ada di rumah sendirian. Dua hari yang lalu ia baru pulang karena ada yang mau dikerjakan. Viona dan istrinya tetap tinggal di suatu tempat yang sengaja dirahasiakan oleh Pak Baskoro."Kenapa kamu kok kaget seperti itu?" tanya Pak Yuda sambil duduk di sofa yang ada."Nggak apa-apa, Yud. Aku hanya kaget saja melihatmu ada disini.""Kok sepi?" "Iya. Sebentar ya, aku buatkan minum dulu." Pak Baskoro segera beranjak da duduknya, ia berjalan menuju ke dapur dan meminta Rudi untuk membuatkan minuman.Tak lama Pak Baskoro masuk lagi ke ruang tamu."Sebentar ya, minumny
"Halo Sayang, apa kabar cucu Akung yang ganteng?" sapa Pak Baskoro pada Arka yang sedang digendong oleh Bu Paramita."Bapak, baru nyampe kok langsung deketin Arka. Cuci tangan dan cuci muka dulu, biar bersih, kan dari perjalanan jauh," sahut Bu Paramita. Pak Baskoro hanya senyum-senyum saja."Iya, Bu. Akung kangen sama Arka."Pak Baskoro memang baru saja datang dari rumahnya. Perjalanan ditempuh dalam waktu empat jam. Beda kabupaten antara rumah dengan tempat tinggal Viona sekarang.Viona memilih tinggal di daerah sini karena tempatnya yang cukup nyaman. Sebuah kabupaten yang terletak di dataran tinggi, jadi suhu udara cukup sejuk dan dingin pada malam hari. Untuk sampai disini, akan melewati jalan yang berkelok-kelok yang sering menyebabkan orang mengalami mabuk perjalanan. Di daerah ini ada saudara angkat Pak Baskoro, yaitu Rusman yang memiliki hubungan baik dengannya. Yang mencarikan rumah ini juga Rusman. Rumah pedesaan yang sederhana dengan tiga kamar dan halaman yang cukup luas