"Sebenarnya apa yang terjadi?" Irfan mengulang pertanyaannya. Damar menarik nafas panjang."Viona pulang ke rumah orang tuanya." Damar menjawab dengan pelan."Kenapa? Apa ia mau melahirkan disana? Bukankah masih lama waktunya?""Dia minta dipulangkan dan diantar sama Papa.""Apa? Apakah sebuah masalah besar?""Sebenarnya masalah sepele. Viona saja yang terlalu membesarkan masalah.""Damar, perempuan hamil itu emosinya tidak stabil. Sebagai suami kamu harus bisa memahami dan selalu mendukungnya. Takutnya nanti berpengaruh pada bayimu. Kenapa kamu nggak ikut mengantarnya?""Dia sudah minta pada Papa untuk mengantarnya. Ya sudah, aku bisa apa?""Memang masalah apa sih?" Irfan menjadi sangat penasaran."Hanya gara-gara aku menjenguk Marcia. Viona jadi baperan. Sepele, kan?"Damar bercerita kejadian hari itu. Termasuk ia yang dipukuli oleh Alvin."Itu bukan masalah sepele, Damar? Kamu sudah salah, menjenguk mantan pacar dan hanya berdua saja di kamar itu. Wajar saja kalau Viona marah. Apal
Setelah melewati perdebatan panjang, akhirnya Damar mengalah dan ikut pergi ke rumah Viona. Sepanjang perjalanan Mama Laras masih saja ngomel nggak karuan."Ma, apa Mama nggak capek dari tadi ngoceh terus?" tanya Pak Yuda."Diocehin saja Damar nggak ngerti-ngerti kok, apalagi Mama hanya diam saja." Mama Laras membela diri."Damar, usia kehamilan Viona sudah berapa bulan ya?" tanya Mama Laras lagi."Waduh, bakal ngomel lagi kalau aku jawab nggak tahu," kata Damar dalam hati."Sekitar tujuh bulan, Ma." Damar menjawab asal-asalan, karena ia sendiri tidak tahu secara pasti."Berarti dua bulan lagi Viona melahirkan. Nanti menjelang Viona melahirkan, kamu ambil cuti. Kamu dampingi Viona, biar ia merasa nyaman dan tenang. Kamu harus selalu jadi suami siaga."Damar mulai pusing mendengar ocehan mamanya. Untung saja bukan ia yang menyetir, bisa-bisa malah mengganggu konsentrasi. Danish yang sedang menyetir hanya senyum-senyum saja, melihat kakaknya diomelin oleh sang mama.Mama Laras akhirnya
"Siapa ya mengirimiku foto Mas Damar di rumah sakit itu ya? Kok nomornya tidak aku kenal? Bagaimana ia tahu nomorku?" Viona bertanya-tanya sendiri. Ia sedang mengaktifkan nomor ponsel lamanya. Beberapa bulan ini ia menggunakan nomor yang baru. Nomor baru itu hanya beberapa orang saja yang tahu, termasuk Hana. Viona sudah mengundurkan diri dari tempat ia bekerja. Ia ingin fokus pada bayi dalam kandungannya. Viona mulai bekerja secara online menjadi data analis dan beberapa job online part time. Waktunya sangat fleksibel, penghasilannya juga lumayan. Tanpa bekerja pun orang tuanya mampu membiayai hidupnya. Ia juga menjadi afiliator produk di medsos. Karena itu ia aktif di berbagai medsos menggunakan akun baru.Ia membuka lagi foto-foto itu, hatinya terasa nyeri mengingat kembali luka yang hampir mengering. "Mas, apakah aku benar-benar tidak pernah ada dihatimu? Jadi waktu kamu pernah bilang cinta dan sayang padaku itu hanya bohong saja?""Seharusnya kita bisa menjadi keluarga yang ba
"Waalaikumsalam." Pak Baskoro menjawab salam dari seseorang. Ia pun segera membuka pintu depan. Ceklek!"Apa kabar Baskoro?" sapa Pak Yuda yang sudah ada di depan pintu. Pak Baskoro benar-benar terkejut melihat Pak Yuda ada di depan rumahnya."Apa aku nggak dipersilahkan masuk?" tanya Pak Yuda."Oh, ya, mari masuk." Pak Baskoro mempersilahkan Pak Yuda dan Danish masuk ke dalam rumah.Pak Baskoro tampak sangat gugup. Ia sedang ada di rumah sendirian. Dua hari yang lalu ia baru pulang karena ada yang mau dikerjakan. Viona dan istrinya tetap tinggal di suatu tempat yang sengaja dirahasiakan oleh Pak Baskoro."Kenapa kamu kok kaget seperti itu?" tanya Pak Yuda sambil duduk di sofa yang ada."Nggak apa-apa, Yud. Aku hanya kaget saja melihatmu ada disini.""Kok sepi?" "Iya. Sebentar ya, aku buatkan minum dulu." Pak Baskoro segera beranjak da duduknya, ia berjalan menuju ke dapur dan meminta Rudi untuk membuatkan minuman.Tak lama Pak Baskoro masuk lagi ke ruang tamu."Sebentar ya, minumny
"Halo Sayang, apa kabar cucu Akung yang ganteng?" sapa Pak Baskoro pada Arka yang sedang digendong oleh Bu Paramita."Bapak, baru nyampe kok langsung deketin Arka. Cuci tangan dan cuci muka dulu, biar bersih, kan dari perjalanan jauh," sahut Bu Paramita. Pak Baskoro hanya senyum-senyum saja."Iya, Bu. Akung kangen sama Arka."Pak Baskoro memang baru saja datang dari rumahnya. Perjalanan ditempuh dalam waktu empat jam. Beda kabupaten antara rumah dengan tempat tinggal Viona sekarang.Viona memilih tinggal di daerah sini karena tempatnya yang cukup nyaman. Sebuah kabupaten yang terletak di dataran tinggi, jadi suhu udara cukup sejuk dan dingin pada malam hari. Untuk sampai disini, akan melewati jalan yang berkelok-kelok yang sering menyebabkan orang mengalami mabuk perjalanan. Di daerah ini ada saudara angkat Pak Baskoro, yaitu Rusman yang memiliki hubungan baik dengannya. Yang mencarikan rumah ini juga Rusman. Rumah pedesaan yang sederhana dengan tiga kamar dan halaman yang cukup luas
Viona memiliki hobi baru, memasak membuat konten MPASI dan makanan sederhana lainnya. Konten-konten itu ia upload di kanal YouTube dan TikTok. Tentu saja ia tidak pernah menampakkan wajahnya. Banyak komentar dari followersnya, ada komentar membangun ada juga komentar yang mengkritiknya. Semua itu ia tanggapi dengan santai dan tidak membuatnya patah semangat. Tujuannya hanya untuk berbagi.Viona tidak tahu, bahwa dari sekian banyak followersnya ada Adel dan Mama Laras yang selalu mengikuti kontennya. Hari ini Viona dan Rekha sedang pergi kepasar untuk berbelanja. Ada beberapa bahan yang akan dibeli untuk kebutuhan dapur dan tentu saja untuk membuat konten memasak. Rekha adalah anak dari Rusman yang masih SMA kelas sepuluh. Rekha cukup akrab dengan Viona. "Mampir ke toko Delima ya, mau beli jajanan," kata Viona pada Rekha. "Oke, Mbak." Rekha pun membelokkan motor ke toko yang dimaksud.Sebuah toko pusat oleh-oleh yang selalu ramai. Kebetulan hari ini ada banyak mobil yang parkir di
"Kamu tuh seharusnya berbicara dulu dengan kami, jangan langsung membawa perempuan itu," kata Mama Laras dengan emosi. Tadi Damar mengantar Jihan pulang, setelah itu ia datang lagi ke rumah orang tuanya. Untuk menjelaskan segala rencananya."Dasar kamu nggak punya otak. Kamu laki-laki tidak bertanggung jawab. Apa kamu tidak pernah memikirkan anak dan istrimu? Kamu itu masih berstatus suami orang, jangan seenaknya saja kamu bertindak." Mama Laras masih mengomel, "Apa kamu tidak ingin bertemu dengan anakmu? Jangan sampai kamu menyesal nantinya." "Damar, apa salahnya kamu temui orang tua Viona. Bicara baik-baik kalau memang kamu mau menceraikannya. Apa kamu memang nggak punya nyali bertemu dengan orang tua Viona?" Pak Yuda ikut bersuara."Jarak usia kalian tujuh tahun, dan sepertinya perempuan itu masih ingusan dan manja. Apa kamu sanggup memenuhi segala keinginannya yang masih remaja? Apa yang membuatmu memutuskan untuk menikahinya? Apa kamu sudah menodainya? Apa kamu nggak bisa cari
"Sepertinya Damar menggugat cerai, karena surat itu merupakan surat panggilan menghadiri sidang. Nanti sidang pertama ini berupa mediasi. Mendamaikan kedua belah pihak." Pak Baskoro menjelaskan.Viona masih termangu, ia memang sudah siap untuk berpisah dari Damar. Tapi surat panggilan ini membuatnya sedikit bersedih. Ia tidak menyangka kalau ia akan segera menyandang status janda. Viona pun berusaha untuk menetralkan suasana hatinya. "Kalau kamu nggak mau datang ya nggak apa-apa. Nanti akan ada panggilan lagi, biasanya sampai tiga kali panggilan. Tanpa kehadiranmu, sidang akan semakin cepat menghasilkan keputusan." "Viona akan datang, Pak." Viona berkata dengan pelan."Kamu nggak apa-apa datang kesana?" tanya Bu Paramita. Ia agak mengkhawatirkan kondisi mental anaknya."Apa perlu Ibu temani?" lanjut Bu Paramita."Nggak usah, Bu. Biar Viona dan Arka yang datang ke sana. Sudah saatnya Arka bertemu dengan Opa dan omanya." Viona berkata dengan tegas."Kamu siap lahir batin?" tanya Pak B