"Kamu tuh seharusnya berbicara dulu dengan kami, jangan langsung membawa perempuan itu," kata Mama Laras dengan emosi. Tadi Damar mengantar Jihan pulang, setelah itu ia datang lagi ke rumah orang tuanya. Untuk menjelaskan segala rencananya."Dasar kamu nggak punya otak. Kamu laki-laki tidak bertanggung jawab. Apa kamu tidak pernah memikirkan anak dan istrimu? Kamu itu masih berstatus suami orang, jangan seenaknya saja kamu bertindak." Mama Laras masih mengomel, "Apa kamu tidak ingin bertemu dengan anakmu? Jangan sampai kamu menyesal nantinya." "Damar, apa salahnya kamu temui orang tua Viona. Bicara baik-baik kalau memang kamu mau menceraikannya. Apa kamu memang nggak punya nyali bertemu dengan orang tua Viona?" Pak Yuda ikut bersuara."Jarak usia kalian tujuh tahun, dan sepertinya perempuan itu masih ingusan dan manja. Apa kamu sanggup memenuhi segala keinginannya yang masih remaja? Apa yang membuatmu memutuskan untuk menikahinya? Apa kamu sudah menodainya? Apa kamu nggak bisa cari
"Sepertinya Damar menggugat cerai, karena surat itu merupakan surat panggilan menghadiri sidang. Nanti sidang pertama ini berupa mediasi. Mendamaikan kedua belah pihak." Pak Baskoro menjelaskan.Viona masih termangu, ia memang sudah siap untuk berpisah dari Damar. Tapi surat panggilan ini membuatnya sedikit bersedih. Ia tidak menyangka kalau ia akan segera menyandang status janda. Viona pun berusaha untuk menetralkan suasana hatinya. "Kalau kamu nggak mau datang ya nggak apa-apa. Nanti akan ada panggilan lagi, biasanya sampai tiga kali panggilan. Tanpa kehadiranmu, sidang akan semakin cepat menghasilkan keputusan." "Viona akan datang, Pak." Viona berkata dengan pelan."Kamu nggak apa-apa datang kesana?" tanya Bu Paramita. Ia agak mengkhawatirkan kondisi mental anaknya."Apa perlu Ibu temani?" lanjut Bu Paramita."Nggak usah, Bu. Biar Viona dan Arka yang datang ke sana. Sudah saatnya Arka bertemu dengan Opa dan omanya." Viona berkata dengan tegas."Kamu siap lahir batin?" tanya Pak B
"Ma, Mbak Viona diajak masuk, dong. Masa berdiri di depan pintu," kata Danish pada mamanya. Mama Laras sedang berpelukan dengan Viona sambil menangis haru, sedih dan bahagia."Eh, iya. Ayo masuk." Mama Laras melepas pelukannya dan menarik tangan Viona untuk masuk ke dalam rumah. Danish membantu Rudi dan Iwan menurunkan barang yang dibawa oleh Viona. "Ayo, masuk," ajak Pak Yuda pada Rudi dan Iwan."Terima kasih, Pak. Kami mau langsung pulang," sahut Iwan."Apa kalian nggak capek?" "Enggak, Pak. Kamu sudah biasa, lagipula kami bergantian menyetir.""O, iya. Terima kasih ya sudah mengantarkan cucu saya kesini. Sampaikan salam untuk Baskoro dan Paramita.""Baik, Pak."Rudi dan Iwan berpamitan pada Viona dan mereka pun segera masuk ke mobil. Mobil pun melaju dan pergi meninggalkan rumah Pak Yuda. Pak Yuda masih menggendong Arka, Arka tampak nyaman digendong sang opa. Padahal mereka baru pertama kali bertemu.Pak Yuda masuk ke dalam rumah, menemui Viona. Viona sedang ngobrol dengan Mama
Viona ingin menyapa Damar, tapi ia urungkan, malu kalau nanti Damar tidak meresponnya. Akhirnya Viona tetap pura-pura sibuk dengan ponselnya. Cukup lama Viona menunggu panggilan, biasalah, jamnya ngaret alias molor. Ia merasa bosan, ia menjadi gelisah memikirkan Arka yang ia tinggal tadi."Mama pasti sudah sangat ahli menangani bayi, kalau aku gelisah takutnya Arka ikut gelisah," kata Viona dalam hati, ia berusaha menenangkan diri sendiri.Terdengar suara panggilan untuk Damar dan Viona. Viona beranjak dari duduknya, melewati Damar. Ia menoleh ke arah Damar."Mas Damar, sudah dipanggil tuh," kata Viona menyapa Damar. Damar dari tadi tidak menyadari keberadaan Viona, begitu melihat Viona ia tampak kaget. Viona sudah banyak berubah."I-iya," sahut damar dengan gugup, ia pun beranjak dari duduknya dan mengikuti langkah kaki Viona menuju ke ruang mediasi."Apa kabar, Mas?" tanya Viona ketika Damar duduk di sebelahnya."Kabar baik." Damar menjawab singkat sapaan Viona."Syukurlah, semoga M
Sidang perceraian pertama ini tampak agak alot, karena Damar mengajukan hak asuh anak. Ia didampingi oleh kuasa hukumnya, sedangkan Viona hanya sendirian."Pak Hakim, ada upaya Bu Viona ingin memutuskan hubungan darah antara Pak Damar dengan anaknya. Karena sampai sekarang, Pak Damar belum pernah dipertemukan dengan anaknya. Jadi kami mohon nanti hak asuh anak jatuh ke tangan Pak Damar," kata kuasa hukum Damar.Viona sangat terkejut mendengar kata-kata pengacara itu. Hakim kemudian mempersilahkan Viona untuk mengungkapkan pendapatnya. "Selama ini saya sendirian mengurus anak saya. Ayahnya sendiri tidak pernah mau tahu mencari keberadaan saya." Viona membela diri."Kamu menghilang tanpa kabar, bagaimana aku bisa mencarimu?" protes Damar."Kamu memang sengaja tidak mau berusaha. Buktinya Papa dan Danish bisa tahu kondisiku."Mereka berdua tampak berdebat, tidak mencapai titik temu. Akhirnya hakim menutup sidang dan akan melanjutkan lagi Minggu depan. Viona sangat kesal, ia keluar dulu
"Itu akun Viona, Ma." Viona menjawab dengan pelan."Hah? Yang benar? Kenapa kok sudah lama nggak upload video masak? Kemarin ada upload video quote gitu!" Mama Laras langsung mencecarnya dengan banyak pertanyaan."Lagi nggak punya ide, Ma.""Followers kamu sudah banyak, juga sering dapat endorse. Sudah menghasilkan uang ya?""Alhamdulillah sudah, Ma. Lumayan untuk beli Pampers Arka.""Lakukan apa yang menurutmu baik, bisa menghasilkan uang dan tentu saja waktunya fleksibel." Mama Laras menyemangati Viona."Iya, Ma. Terima kasih untuk supportnya.""Kok kamu tahu, Danish? Terus kamu nggak ngasih tahu Mama sih?" tanya Mama Laras dengan kesal."Mbak Viona pernah cerita kok. Mama kan nggak pernah nanya, biar Mama tahu sendiri, jadi heboh, kan?" Danish tertawa."Adel harus tahu ini," kata Mama Laras sambil membuka ponselnya untuk menghubungi Adel."Tuh lihat, Oma heboh sendiri ya?" celetuk Pak Yuda sambil menciumi Arka.***"Kamu nggak usah datang di sidang hari ini. Semua sudah diwakilkan
"Jadi ini yang kamu kerjakan? Mengasuh anak? Siapa anak yang kamu gendong ini? Terus perempuan tadi siapa?" cecar Sarah."Apa perlu aku jawab?" tanya Danish sambil bermain dengan Arka."Kok anak ini mirip denganmu? Apakah…." Sarah tidak meneruskan ucapannya."Memangnya kenapa?" "E-enggak apa-apa." Sarah berkata seolah-olah tidak apa-apa, padahal hatinya merasa sangat kecewa dengan sambutan Danish yang tidak ramah."Ada apa kamu kesini?""Mau mengajak kamu pergi, teman-teman sudah berkumpul di rumah Nora." Sarah menjawab dengan pelan."Acara apa?""Makan-makan ulang tahun Nora. Kamu mau pergi kan?" pinta Sarah."Maaf, aku sudah bilang kalau aku nggak bisa.""Apa karena bayi ini dan perempuan tadi?""Iya." Danish menjawab dengan pelan.Sarah tampak kecewa. Tak lama kemudian Lina datang membawa minuman dan makanan ringan."Terima kasih, Lin," ucap Danish."Iya, Mas." Lina pun beranjak pergi dari ruang tamu itu."Kok kamu tahu rumahku?" tanya Danish."Mudah bagiku mencari rumahmu. Aku ak
"Damar," gumam Mama Laras. Damar sangat shock melihat orangtuanya sedang asyik bermain dengan bayi yang mirip dengannya."Siapa itu Ma?" tanya Damar, yang kemudian duduk mendekati orang tuanya."Anakmu, lihatlah wajahnya mirip denganmu. Namanya Arka." Pak Yuda menjawab dengan singkat."Sayang ganti baju dulu, ya?" kata Viona yang baru keluar dari kamar. Langkahnya langsung terhenti melihat Damar duduk bersama dengan orang tua dan anaknya. "Eh, Mas Damar, apa kabar?" tanya Viona untuk mengurangi rasa gugup dan kecanggungannya."Ba-baik." Damar menjawab dengan gugup.Viona kemudian mendekati Arka dan memakaikan baju. Semua mata tertuju pada Viona dan Arka. Danish dari tadi hanya sebagai pengamat saja. Ia mengamati ekspresi semua orang di ruangan ini."Sejak kapan Viona ada disini?" tanya Damar dengan pelan."Sejak ada panggilan dari pengadilan agama," sahut Mama Laras."Kenapa Mama nggak bilang kalau Viona ada disini?""Apa pentingnya bagimu? Toh kamu tidak mempedulikannya." Mama Lara