“Lagipula kamu lancang sekali, Aluna. Kamu mendatangi istri dari bos kamu sendiri. Kamu enggak takut ya? Kalau aku laporan ke Alvian dan buat kamu kehilangan pekerjaan.” Lanjut Chava.Chava tidak pernah membiarkan lawannya menang, dia akan terus menerus berbicara sampai lawannya tidak bisa berbicara lagi. Apalagi ini Aluna, perempuan yang sangat tidak Chava sukai. Perempuan ini saat Alvian kenalkan kepada Chava terlihat sangat baik.Namun hal itu berubah, saat Chava mendengar curhatan Alvian tentang Aluna yang seenaknya. Chava juga melihat sendiri bagaimana perilaku Aluna. Puncaknya saat Aluna hamil oleh orang lain dan mengaku dia hamil anak Alvian.Chava benar – benar sangat muak dengan perempuan bernama Aluna ini.“Jangan pernah kamu coba – coba laporan ke Alvian.” Ancam Aluna dengan tatapan sinisnya.Chava menaikan satu alisnya, “loh kenapa? Alvian kan suami aku, sudah seharusnya Alvian tahu tentang semua yang terjadi sama aku.”Chava bahkan berbicara dengan mempertegas kata “Suami
Alvian bangun lebih awal dari Chava, dia kini sedang menyiapkan sarapan untuk Chava dan dirinya. Hari kemarin, Alvian tidak berkesempatan untuk berbicara dengan Chava, karena saat Alvian pulang, Chava sudah tertidur.Biasanya Chava akan menunggu Alvian pulang, barulah dia akan tertidur. Bahkan istrinya itu kemarin malam tidur dengan memunggunginya, padahal Chava selalu tidur menghadap dirinya dan tidur di pelukan Alvian.Namun Alvian bisa memakluminya, Chava sedang marah padanya. Wajar jika Chava bersikap seperti kemarin. Maka dari itu, Alvian membuatkan sarapan untuk Chava, berharap Chava akan memaafkannya.Suara heels kini mulai terdengar mendekat ke arah ruang makan, tak lama muncul Chava dengan memakai pakaian berwarna biru.“Selamat pagi. Ayo sarapan dulu? Aku udah buatin kamu nasi goreng.” Sapa Alvian dengan senyuman yang melebar.Berbeda dengan ekspresi Alvian yang sumringah, ekspresi Chava terlihat datar, bahkan tatapan Chava yang penuh keceriaan itu berubah menjadi tatapan di
“Kamu ngapain ada disini?!” Teriak Joya saat melihat Alvian yang kini berada di rumah Binar.Chava mengeryitkan dahi, padahal Chava tidak memberitahu Alvian bahwa dia akan ke rumah Binar. Namun suaminya itu kini sedang duduk bersama Genta di ruangan tengah.“Aku mau jemput istri aku.” Jawab Alvian dengan santainya.Joya menghampiri Alvian, “kamu itu enggak ada malu – malunya, ya! Kamu udah menyakiti perasaan Chava, masih ada muka kamu muncul di hadapan kami?” berang Joya.Chava tidak berniat membuat Joya untuk berhenti memarahi suaminya. Rasa kecewa Chava sudah terlalu besar pada Alvian.“Saya yang kasih tahu Alvian untuk datang kesini.” Genta kini mulai membuka mulutnya.“Mas, kenapa harus kasih tahu dia sih?” Kini Binar ikut bertanya. Binar terkejut, bahwa suaminya ini ternyata ikut andil.“Iya, Mas. Mas kan juga tahu, kalau Chava ini sering banget disakitin sama dia,” Joya menunjuk Alvian, “Kenapa sih Mas?” Geram Joya.“Cukup, Joya.” Semua pasang mata kini tertuju pada seseorang y
Pagi ini tidak secerah pagi biasanya, hujan tidak berhenti dari semalam. Biasanya Chava enggan untuk turun dari ranjangnya jika hujan di pagi hari, dia akan terus berguling – guling disana dengan selimut yang melekat pada tubuh.Bahkan Chava juga akan membuat Alvian ikut bermalas – malasan dengan mendekap suaminya itu secara erat – erat, tidak memperdulikan Alvian yang merengek – rengek minta di lepaskan.Namun kali ini, Chava bahkan baru saja memarkirkan mobilnya di area parkir perusahaan milik ayahnya itu. Dia tidak langsung keluar, dia minum terlebih dahulu kopi yang dia beli tadi. Hangat, itu yang dia rasakan saat kopi itu melewati kerongkongannya.Chava menghela napas, kemudian membuka seatbelt yang melingkar pada dadanya, dia keluar dari mobil dengan membawa tas serta kopi yang dia genggam.“We need to talk.”Chava belum melangkahkan kakinya jauh dari parkiran, ketika ada seseorang yang menghadang jalannya.Chava mengeryitkan dahi, bahkan dia memutar bola matanya dengan malas. “
Chava menarik napas dalam – dalam kemudian mengeluarkan udara itu secara perlahan, dia sedang menyiapkan dirinya untuk mendengarkan cerita tentang Alvian beserta keluarganya dari Jane —ibu mertuanya.Chava memilih untuk menanyakan ke Ibu mertuanya, karena Chava yakin jika dia bertanya pada Alvian. Alvian pasti tidak mau menjelaskannya.“Maaf, buat kamu menunggu.” Jane kini mendudukan dirinya di sebelah Chava.Tadi Jane meminta Chava untuk duduk terlebih dahulu karena Jane ingin membawa air minum, berjaga – jaga jika dia dan Chava haus. Jane meletakan gelas berisi air itu di meja yang ada di hadapannya.“Waktu umur Alvian yang kedua tahun, Mama bercerai dengan Papa Kim, Papa kandung Alvian. Alasan kami bercerai karena Papa Kim berselingkuh dengan sekretarisnya dan dia mengaku jika perempuan itu sedang hamil.” Ucap Jane yang mulai bercerita tanpa diminta lagi oleh Chava.Dari awal Chava mendengar perkataan Jane saja, sudah membuat hatinya merasa sakit. Namun Chava sekali lagi menguatkan
“Will you marry me?” Ajakan pernikahan dari Alvian mampu membuat mata Chava melebar, terkejut bukan main, apalagi mengingat status hubungan Alvian dan Chava yang bukan sepasang kekasih. Namun di malam ini, bertepatan dengan tahun yang akan berganti, dengan pemandangan City light di depan sana, Alvian mengajak Chava untuk hidup bersama sebagai pasangan suami-istri. “Tunggu deh, Bang! Kamu pasti bercanda kan?! Masa seorang Aim tiba – tiba aja lamar aku?” Chava tertawa canggung. ”Abang, hubungan kita kan cuman adek – kakak an, kan abang sendiri yang bilang itu dari lama. Waktu aku bilang, ‘aku suka Abang’ juga, Abang tetap teguh sama pendirian Abang, bahwa Abang hanya sayang sama aku cuman sebatas adik.” Chava lagi – lagi tertawa hingga tidak memperhatikan pria yang ada di sampingnya kini.Memang akhir - akhir ini sifat Alvian mulai berubah menjadi lebih baik kepada Chava, Chava pikir malam ini Alvian akan mengajaknya berpacaran, sesuai dengan harapan Chava, karena tadi pagi Alvian
Jalan hidup Chava sedang dipenuhi oleh banyak bunga sekarang. Beberapa hari kemudian setelah malam dimana Alvian melamar Chava, Alvian datang dengan membawa keluarga besarnya ke rumah untuk melamar Chava secara resmi. Meski status Chava sekarang adalah tunangannya Alvian, Chava masih belum percaya dengan semua ini, bahkan setelah malam itu, Chava terus – terusan bertanya pada Alvian perihal lamaran itu, baik berupa pesan, telepon atau ketika mereka bertemu. Alvian yang memang diberikan anugerah stok kesabaran lebih, selalu menjawab Chava dengan baik. Chava sangat bahagia, Alvian seperti impian yang indah untuk Chava. Bahkan Chava tidak pernah berpikiran bahwa Alvian akan menjadi suaminya, mengingat dari dulu Alvian selalu terang-terangan bilang bahwa dia hanya menganggap Chava sebagai adiknya. Namun takdir tidak ada yang tahu, tidak ada angin, tidak ada hujan, Alvian sekarang menjadi tunangan Chava. Sekarang Chava tidak henti-hentinya memandangi Alvian yang kini duduk di sebelahny
Chava tersenyum mendengar jawaban - jawaban Alvian yang memuaskan dan tanpa ia pikir terlebih dahulu sudah menjawab. Memang tidak salah Chava menerima Alvian sebagai calon suami. Chava tiba – tiba saja mendekatkan tubuhnya kepada Alvian. Alvian mengerutkan matanya, memundurkan badannya dari Chava. “Aku boleh cium kamu sekarang, gak sih?” Tanya Chava tanpa merasa malu. Alvian terkekeh, kemudian menempelkan telapak tangannya di dahi Chava. “Gak boleh. Belum muhrim.” Chava mendengus sebal mendengar jawaban Alvian. Orang lain ketika di lamar, akan berakhir berpelukan dan berciuman. Tapi Chava dan Alvian hanya berpelukan saja tanpa ada adegan cium – cium. Sekarang juga, Chava ingin cium Alvian tapi dilarang oleh Alvian dengan alasan belum muhrim. Bukan karena Alvian sangat taat agama, ibadah saja masih bolong - bolong, mabuk juga masih suka. Cuman Alvian sangat memperlakukan Chava dengan berbeda. “Dih padahal dulu, aku tuh sering lihat ya kamu di cium – cium sama mantan kamu, tapi man