Share

Pesona Bos Galak
Pesona Bos Galak
Penulis: Yuli F. Riyadi

1. Mulut Besar

Gyan melirik tajam saat seseorang dengan kencang mengempaskan diri tepat di belakang kursinya. Matanya menyipit ketika kemudian sebuah suara dengan nada kesal terdengar.

"Sumpah ya, gue udah mikirin ide setengah mampus buat promosi malah proposal ditolak mentah-mentah. Nggak dilirik sama sekali lagi."

Itu suara wanita yang barusan duduk tepat di belakang meja Gyan. Gyan tidak bisa melihatnya secara langsung karena posisinya memunggungi si pemilik suara.

"Proposalnya kurang menarik?" tanya wanita lain, lawan bicara wanita tukang ngomel tadi.

"Kalau nggak menarik ngapain diajuin. Ini sudah terhitung dua kali proposal gue kena tolak. Direktur Keuangan baru kita beneran medit. Dulu kayaknya Pak Bambang nggak gini deh."

Telinga Gyan langsung tegak. Dia bergerak sedikit, memperbaiki posisi duduk. Pembahasan dua wanita itu terdengar menarik. Bukan bermaksud menguping, tapi obrolan mereka terdengar jelas dari posisinya duduk.

"Mungkin bagi dia ide lo nggak berpotensi menarik konsumen."

Diam-diam Gyan tersenyum mendengar si wanita kedua berpendapat.

"Enak aja!" Wanita pertama langsung membantah. "Ide gue selama ini berlian semua ya. Dan Pak Bambang dulu nggak pernah kecewa menggelontorkan dana perusahaan buat promosi yang tim marketing B buat."

Gyan melengkungkan bibir seraya menaikkan alis. Dengan santai tangannya kembali berkutat dengan garpu dan piring.

"Emang pada dasarnya aja itu direktur baru pelitnya nggak ketulungan. Ya kali budget segitu aja nggak di-acc. Nggak bakal bikin bangkrut Blue Jagland juga kan? Bahkan dua tahun belakangan marketing ngajuin budget lebih dari itu. Eh, si sok paling hebat itu malah minta dipangkas lagi."

Kepala Gyan meneleng mendengar lagi-lagi wanita pertama ngatai si direktur.

"Jangan kencang-kencang. Nanti ada yang denger terus tembus ke telinga orang keuangan. Urusannya berabe," ujar wanita kedua pelan. "Lo udah denger kan gosip yang beredar?"

"Apaan?" Suara wanita pertama terdengar tidak tertarik.

"Katanya direktur keuangan kita anak pertama presdir yang terkenal killer dan dingin di Blue Jagland Kanada. Lo mending nggak usah berurusan sama petinggi kalau masih mau kerja di sini."

Gyan mengangguk-angguk, lantas meraih gelas. Baru saja bibirnya menyentuh pinggiran gelas, dia dikejutkan suara cempreng wanita pertama lagi.

"Huh, gayanya killer tapi masih berlindung di ketiak bapaknya. Buat jadi orang killer gue juga bisa kalau ada backingan."

Dengan kasar Gyan mengembuskan napas, tidak jadi meneguk minumannya.

"By the way lo udah pernah liat dia belum?"

"Nggak tertarik liat. Apa sih menariknya anak yang aslinya manja tapi sok killer di depan para bawahannya?"

Kali ini Gyan menarik napas panjang, dan tidak berniat melanjutkan makan. Selera makannya raib seketika.

"Jangan sekata-kata. Gue jadi pengin tahu reaksi lo kalau liat atau ketemu direktur baru itu."

"Kalau gue ketemu dia gue bakal protes habis-habisan soal proposal gue yang dia tolak. Kalau perlu gue suruh dia tanda tangan langsung."

Wanita kedua tertawa geli mendengar kesongongan wanita pertama.

Sementara itu, Gyan yang masih diam-diam di belakang kursi mereka melempar tisu ke atas piring setelah mengelap mulutnya. Dia tak bernafsu lagi melanjutkan makan dan memilih berdiri, meninggalkan meja.

***

"Sella, tolong suruh orang marketing bawa kembali proposal mereka ke meja saya," pinta Gyan sambil lalu saat melewati meja sekretaris.

"Baik, Pak." Wanita yang bernama Sella pun menelepon orang marketing. Namun, baru saja mengangkat gagang telepon, Gyan yang akan menekan handle pintu berbalik, membuat Sella mendongak lagi.

"Pastikan yang bawa proposal itu ke depan saya adalah orang yang bikin proposal tersebut. Kalau nggak salah dari tim B," ujar Gyan sebelum benar-benar menekan handle pintu dan masuk ke ruangannya.

"I-iya, Pak."

Tidak lama setelah panggilan Sella berakhir, salah satu staf marketing datang. Sella mendongak dan melihat Resta nongol di depan. Dia agak sedikit terperanjat melihat wanita itu.

"Resta, jadi lo yang bikin proposal?" tanya Sella tampak kaget. Resta masuk ke perusahaan ini berbarengan dengan Sella. Tapi Sella lebih beruntung karena bisa lolos seleksi sekretaris. Sementara Resta harus puas hanya menjadi staf marketing.

Resta mengangguk sambil mendekati meja Sella. Dia memeluk sebuah dokumen. "Jadi, kenapa proposal diminta lagi?" tanya Resta kepo. Dan yang mengherankan dia sendiri yang disuruh langsung membawa ke depan direktur keuangan.

"Gue nggak tau, Res. Mungkin Pak Gyan berubah pikiran," ucap Sella sambil tersenyum penuh arti, yang mau tak mau membuat Resta ngeri sendiri.

"Ini nggak buat bantai gue, kan?"

Sella meringis. Ekspresinya bikin Resta bisa menebak kemungkinan buruk yang akan dia hadapi. Menurut Joana—teman sesama staf marketing—direktur baru keuangan itu killer dan berhati dingin. Apa mungkin dia akan selamat setelah masuk kandangnya?

"Pak Gyan itu kayak gimana sih? Denger-denger dia—" Resta menghentikan pertanyaannya saat Sella tiba-tiba mengibaskan tangan.

"Udah nggak usah dipikirin. Mending lo temui Pak Gyan sekarang keburu dia ngamuk. Gue yakin lo bisa hadapi dia. Lo kan terkenal pemberani." Sella berdiri, mendorong bahu Resta menuju pintu ruangan. Terakhir dia menepuk pundak Resta. "Semangat, ya," ucapnya sebelum balik ke mejanya lagi.

Ucapan semangat Sella malah bikin nyali Resta menciut. Namun sebelum mengetuk pintu dia menguatkan hati bahwa semua akan baik-baik saja. Bukankah ini waktunya membeberkan semua kreativitasnya—yang sempat dilepeh—di depan direktur keuangan itu? Resta jelas tidak suka diremehkan. Selama ini ide-ide promo yang dia lontarkan selalu menarik, dan perusahaan menerima dengan baik.

Resta mengangkat tangan, brakelet yang dia pakai terlihat ketika tangannya mengetuk pintu. Anyway, dia juga penasaran rupa direktur keuangan yang tega menolak proposalnya. Benarkah seperti yang dihebohkan orang-orang di perusahaan ini?

Suara dalam seseorang yang menyuruhnya masuk terdengar. Dia lantas mendorong knop pintu setelah sebelumnya menarik napas panjang. Dan begitu masuk ke ruangan itu dia tertegun di tempat. Mata bulatnya refleks mengedar takjub melihat interior luar biasa ruangan itu.

Ruangan direktur saja bisa sebesar dan semewah ini, lalu bagaimana ruangan milik pucuk pimpinan tertinggi ya?

Tidak ada meja kerja kecil dan satu kursi putar seperti yang ada di kubikelnya. Saat Resta masuk dia malah menemukan sebuah ruangan dominasi warna putih dengan satu set sofa abu-abu yang bagian bawahnya terhampar karpet senada dengan warna sofa. Dinding di sisi kiri terdapat lukisan abstrak besar yang Resta tidak tahu maknanya. Melirik sedikit ke depan ada rak partisi yang—

"Kamu di sini bukan untuk mengagumi ruang kerja saya."

Resta terkejut bukan main saat seseorang tiba-tiba muncul di depannya. Tatapannya yang tadi sempat berkeliling ruangan berpusat pada satu sosok menjulang dengan iris mata yang menarik.

Untuk beberapa saat Resta terbengong menyaksikan manusia berwujud malaikat itu di depan matanya. Tunggu, mungkin dia bidadara dari surga yang datang untuk menyuburkan bumi?

Pria di depannya mengerutkan kening, lalu menjentikkan jari ke depan muka Resta hingga wanita itu tersadar.

Resta gelagapan sendiri. Kesadarannya yang sempat terbang kini kembali lagi. "Se-selamat siang, Pak. Saya dari marketing un—"

"Mana proposal itu?" tebas Gyan langsung. Mata birunya diam-diam memperhatikan wajah wanita yang sudah berani menjelekkannya di kantin perusahaan.

"Hm, ternyata biasa saja. Tapi mulutnya benar-benar tidak bisa dikendalikan," ujarnya membatin.

"Ini, Pak." Wanita dengan kucir rambut ekor kuda itu menyerahkan proposalnya dengan sopan. "Kalau ada hal yang ingin Bapak tanyakan, silakan."

Gyan membawa proposal itu ke mejanya, dan mulai membuka isinya. Sesekali dia melirik Resta yang masih berdiri dengan kepala menunduk. Daripada proposal itu, Gyan lebih tertarik melihat wajah Resta yang sudah mirip tikus kejepit itu. Mulut besar wanita itu ke mana?

Dia melempar proposal itu ke meja, membuat Resta terperanjat. Mata bulat wanita itu langsung melirik proposalnya yang teronggok seperti barang tak berguna.

"Tolong jelaskan ke saya apa menariknya ide di dalam proposal itu hingga saya perlu menandatanganinya?" tanya Gyan retorik. Dia dengan jelas melihat wajah gugup Resta yang masih bertahan berdiri.

"Ide yang saya buat belum pernah dipakai perusahaan mana pun untuk promosi, Pak. Ide saya fresh dan mudah menarik perhatian," jawab Resta lantang. Meski sempat terintimidasi akhirnya dia bisa kembali mendapatkan rasa percaya dirinya.

"Fresh?" Gyan menarik salah satu sudut bibir. Terlihat meremehkan. "Kamu tahu alasan kemarin proposal itu bisa balik lagi ke marketing?"

"Anda bahkan belum melihat isinya kemarin."

"Siapa bilang?"

Tatapan mereka bertemu. Sejenak Gyan bisa melihat mata bulat itu bersinar terang. Dari sana pria itu bisa menebak selain bermulut besar, wanita itu sepertinya pantang menyerah. Gyan ingin tahu seberapa hebat wanita itu bisa berjuang.

_______

Hay, Om Daniel lovers. Om Daniel udah punya anak gede loh. Gyan Jagland yang bakal mewarisi Blue Jagland. Jangan lupa simpan di library dan tulis ulasan di sampul depan ya.

Komen (1)
goodnovel comment avatar
Oppo A712018
hadeuh ketinggalan aku,untung blm jauh...
LIHAT SEMUA KOMENTAR

Bab terkait

Bab terbaru

DMCA.com Protection Status