Share

7. Topeng

Mungkin ini berlebihan, tapi Kavia melakukannya. Siang ini dia berdandan habis-habisan lantaran ada janji temu dengan Fabby. Bahkan daripada lelaki itu, dia datang terlebih dulu ke tempat yang dijanjikan. Namun sudah sepuluh menit menunggu, batang hidung lelaki itu belum juga tampak. Kavia mulai gelisah di tempat. Beberapa kali dia menengok jam tangan, dan pintu masuk restoran secara berganti. 

Seharusnya memang tidak semudah ini dia membuat janji temu. Namun dia tidak memungkiri bahwa ada rindu yang menggebu pada lelaki itu. 

Suara dehaman membuat Kavia terkesiap. Dadanya mendadak berdebar kencang. Itu suara Fabby, dia yakin. Dan...benar. Sontak Kavia berdiri. 

"Hai, sori. Nunggu lama," ujar pria berambut ikal itu saat berada di depan Kavia. Dia bergerak mendekat, hendak mencium pipi Kavia, tapi secara refleks wanita itu menghindar. Pria itu sempat tertegun, sebelum mengucapkan maaf lagi. 

Sudah menjadi kebiasaan. Dia lupa kalau hubungan mereka sekarang sudah tidak seperti dulu lagi.

Kavia meneguk ludah sambil tersenyum kaku. Rasanya aneh bersikap canggung begini. "Silakan duduk," ucapnya, yang lantas mendapat anggukan dari Fabby. 

"Apa kabarmu?" tanya pria itu, menatap lekat Kavia. Di mata dan hatinya Kavia selalu istimewa. Tidak ada yang berubah sedikit pun. 

Sudut bibir Kavia sedikit terangkat. Kalau boleh, dia ingin memaki lagi seperti malam itu. Bisa-bisanya lelaki itu menanyakan kabar setelah membuatnya hancur. Seandainya bisa, Kavia ingin berteriak : Aku berantakan! Dan gara-gara kamu, aku akan menikah dengan pria yang tidak aku cinta! Dasar Bedebah!

Tapi Kavia tidak akan bertindak bar-bar lagi. Dia ingin main cantik sekarang. 

"Very well," sahutnya mengangkat dagu. Dia ingin menunjukkan pada Fabby bahwa dirinya bisa bertahan. Ya, meskipun mati-matian dia menahan diri untuk tidak memeluk pria itu. Demi Tuhan! Dia rindu. 

"Kamu udah pesan?" tanya Fabby sembari menarik buku menu. "Aku pesenin matcha latte ya." 

Sial! Di bawah meja tangan Kavia mengepal. Dalam hati terus merapal doa agar dirinya tidak baper dengan perlakuan lelaki itu, tapi.... 

"Kasih ekstra topping mozzarella ya selain wortel. Matcha lattenya normal sugar. Sekalian minta air mineralnya." 

Si brengsek itu paling tahu dan paling mengerti tentang dirinya. Itulah sebabnya Kavia susah melupakan. Seandainya kesalahan yang Fabby lakukan tidak sefatal itu, Kavia akan ikhlas memaafkannya. 

"Baik, ditunggu sebentar ya, Kak." Pelayan yang mencatat pesanan mereka pun berlalu. 

Fabby memusatkan perhatian sepenuhnya pada wanita di depannya. Dia menghela napas sejenak, sebelum membuka mulut lagi. "Aku minta maaf untuk semuanya." 

"Aku ke sini bukan untuk mendengar permintaan maaf kamu." 

"Iya, tapi aku merasa perlu melakukannya lagi sebelum kamu benar-benar memberiku maaf." 

"Aku nggak semurah hati itu memaafkan kalian. Kesalahan kalian fatal!"

"Aku tau, Vi. Ya, aku memang bodoh. Aku sebenarnya nggak mau begini, tapi..." Fabby hendak meraih tangan Kavia, tapi dengan segera wanita itu menjauhkan diri. Raut kecewa kontan tercetak jelas di wajahnya. "Vi, andai aku—" 

Ucapan lelaki itu terhenti saat tiba-tiba Kavia menaruh sesuatu ke atas meja dan mendorong ke dekatnya. Fabby terkesiap saat tahu benda itu. "Ini..." 

Bukan cuma Fabby yang bisa memberinya undangan pertunangan, Kavia juga bisa melakukan hal sama. Malah selangkah lebih maju karena yang dia beri adalah undangan pernikahan langsung. 

"Sabtu nanti. Aku harap kamu bisa datang." 

Kavia bisa mendengar ada umpatan kecil yang keluar dari bibir pria itu. Wajah Fabby tampak syok menatap undangan berbentuk persegi berhias bunga kering yang direkat wax stamp gold dengan inisial dua huruf. 

Tangan Fabby bergetar meraih benda bertema vintage itu. Bibirnya terkunci rapat. Dengan pelan dia membuka lipatan kertas bertekstur tersebut. Di halaman pertama Fabby disambut foto mesra Kavia dan seorang pria tampan. Rahangnya mengeras, terlebih ketika membaca isi undangan itu. 

Dia kembali menatap Kavia. Tatapannya tajam namun menyiratkan luka. "Are you kidding me?" desisnya tak percaya. Dia melempar undangan itu seraya menggeleng. "That's impossible."

"Why?" respons Kavia heran. "Kamu bahkan memberiku undangan lebih dulu." 

"Itu persoalan lain, Kavia." 

"Persoalan lain apa?" 

Fabby mengusap wajah. Dia sudah tidak bisa terlihat santai. "Kavia, listen to me. Aku dan Jemma—"

"Kalian menusukku dari belakang," potong Kavia cepat. "Lukaku belum kering tapi kalian sudah melempar luka lagi dengan memberiku undangan pertunangan. Apa yang sekarang aku lakukan salah?" 

"Kamu sedang berusaha membalas kami?" 

"Kalau iya kenapa? Tindakanku benar kan?" 

"Astaga, Kavia." Kembali Fabby mengusap wajah. "Aku dan Jemma nggak seperti yang kamu pikir. Aku hanya—"

"Permisi, pesanannya, Pak." 

Fabby membuang napas. Sejenak dia berusaha menenangkan diri selagi pelayan menyajikan pesanan ke meja. Setelah mengucapkan terimakasih, dia kembali fokus pada wanita yang sebenarnya masih dia cinta itu. 

"Kamu nggak serius kan?"

"Aku nggak pernah seserius ini." 

Fabby membenarkan posisi duduk. Wajahnya terlihat serius dengan mata menatap lurus. "Kavia, asala kamu tau, aku—" 

"Sayang, sori aku lama." 

Seorang wanita datang menginterupsi percakapan mereka. Dia bahkan langsung mengecup pipi Fabby tanpa peduli dengan keberadaan Kavia. 

Fabby yang kaget langsung salah tingkah. Apalagi ketika melihat reaksi Kavia. 

"Eh?! Ada my bestie, sori tadi aku nggak liat," seru wanita itu saat menemukan Kavia. Wajahnya tampak terkejut, entah itu beneran atau hanya pura-pura.

Kavia berdecih. Reaksinya benar-benar terlihat palsu. Wanita itu Jemma. Si pagar makan tanaman. Pengkhianat, pelakor, musang berbulu domba, dan masih banyak lagi sebutan yang Dian sematkan untuk wanita itu. 

Jemma memasang wajah sedih lalu mendekati Kavia. "Vi, gue beneran minta maaf. Gue nggak bermaksud merebut Fabby dari lo, gue—" Jemma terkejut saat Kavia menyentak tangannya yang akan menyentuh wanita itu. Dia spontan menunduk. "Lo pasti benci banget sama gue." 

"Menurut lo? Nggak usah berdrama deh." 

Tepat dugaan Kavia. Setelah pura-pura minta maaf, Jemma tampak menyeringai. Benar-benar musang!

"Tapi lo emang pantes sih ditinggalin," ujar Jemma lalu bergerak mundur dan beranjak duduk di sisi Fabby. Raut sedihnya hilang tak berbekas. Berganti dengan raut kebencian yang kental. "Gue muak jadi kacung lo selama ini. Gue benci selalu berada di belakang lo. Kalau bukan karena keluarga lo yang kaya, lo itu nothing! Lo hanya lebih beruntung soal itu." 

Mata biru Kavia melebar. Dia tidak menyangka kalimat itu keluar dari mulut orang yang selama ini dia anggap sahabat. 

"Lo selalu saja merebut apa yang gue punya. Semua orang sayang sama lo, perhatian sama lo, peduli sama lo yang sebenarnya nggak butuh apa-apa lagi, bahkan orang yang gue sayang pun lo ambil. Kurang apa gue selama ini ke lo sampai lo berlaku nggak adil gini ke gue?" 

"Jemma, cukup. Tenangin diri kamu." Fabby di samping wanita itu kembali gusar. 

"Lo itu manusia teregois yang pernah gue kenal! Gue benci sama lo, gue muak jadi temen lo! Manusia sombong kayak lo nggak pantas dijadikan teman." 

Seperti dihantam kenyataan pahit, Kavia terhenyak. Dia tidak bisa merespons lantaran terlalu syok. Dia tidak menyangka sahabat yang dia sayang dengan tulus ternyata bukan hanya menikamnya dari belakang, tapi juga sudah menyimpan kebencian sejak lama. 

Jadi, yang dia lihat selama ini apa? Sikap baik Jemma padanya, dukungan wanita itu selama ini. Semua itu apa? 

"Jangan salahin gue kalau akhirnya Fabby lebih pilih gue dibanding lo. Lo itu memang toxic!" 

Kavia tertegun. Toxic dia bilang? Matanya membayang, tapi dia tidak ingin menangis. Setidaknya bukan di tempat ramai begini. Baiklah, sekarang sudah jelas. Dia cukup tahu. 

"Siapa yang berani mengatai calon istriku toxic?" 

Suara bariton itu! Mata biru Kavia kontan bergerak cepat. Dia baru sadar kalau pengunjung restoran hampir semua menatap ke arahnya. Ya wajar sih, dia kena labrak di depan umum begini. 

Javas kemudian muncul. Sosoknya yang dominan dengan cepat menyedot perhatian semua mata yang ada di sana. Dia masih mengenakan setelan jas lengkap. Auranya benar-benar menyihir tiap pengunjung tak terkecuali Jemma dan Fabby. 

"Javas, kamu kenapa ada di sini?" Tanya Kavia bingung dengan pria itu yang tiba-tiba saja muncul. 

"Mau jemput kamu dong, Sayang," sahut pria itu seraya mengusap kepala Kavia. "Jadi, Sayang. Apa ada yang membuat masalah denganmu di sini?" 

"Uhm...." Kavia melirik sedikit ke arah Jemma yang melongo dan Fabby yang tampak kesal. "Nggak ada kok." 

Kavia segera berdiri dan menyampirkan tas ke bahu. Dia kembali menangkat dagu. "Dia Javas, calon suami gue. Gue ke sini sebenarnya cuma mau kasih undangan, eh nggak taunya malah ada yang buka topeng di sini. Whatever sih, gue nggak peduli," ujarnya mengangkat bahu. "Jangan khawatir gue pasti datang ke acara pertunangan kalian kok, ya meskipun nanti pasti acaranya biasa aja." Kavia berdecap meremehkan. 

Dia puas melihat wajah Jemma yang merah padam, tapi dia tak peduli.

"Udah kan, Sayang? Yuk! Kita pergi. Nggak baik bergaul lama-lama sama mereka. Beda level," ujar Javas tersenyum lebar. Matanya sempat melirik sepasang sejoli yang tampak tidak bisa berkutik itu. 

Kavia langsung merangkul lengan Javas, lalu melenggang meninggalkan meja itu. 

Demi apa pun! Hatinya saat ini tidak setegar ucapannya.

Yuli F. Riyadi

Halo! Masih di Pesona series keluarga Jagland. Kali ini giliran anak kedua Papi Daniel ya yang kubikin cerita. Semoga bisa menghibur teman-teman semua. Jangan lupa tambahkan cerita ini ke library dan pastikan tinggalin ulasan bintang lima teman-teman di cover depan. Happy reading!

| 4
Comments (3)
goodnovel comment avatar
Rahmalia Namaku
waduhh...kena mental tu 2 penghianat. silahkan ambil barang bekas, soalnya udah punya yg baru yg lebih kece badai. hehehe good job Thor, SEMANGAT!!!
goodnovel comment avatar
Anies
gak diragukan lagi sih dari sang papi sampe turun ke anak²nya semua punya Pesona yang gak biasa² aja semua istimewa dengan segala ke ajaibannya. makasih thor di tinggu keseruan cerita KaJav nya..
goodnovel comment avatar
Mahendra Sari Anwar
aku tunggu lanjutan ceritanya thor🫰...
VIEW ALL COMMENTS

Related chapters

Latest chapter

DMCA.com Protection Status