Warning 18+ (bijaklah dalam memilih bacaan) Lantaran sakit hati karena tiba-tiba diputus sang pacar yang ternyata selingkuh dengan sahabatnya sendiri, Kavia Roemani Jagland menyetujui tawaran pernikahan seorang pria yang baru dikenalnya beberapa jam. "Menikahlah denganku. Akan kubuat mantanmu menyesal sudah menyia-nyiakanmu." Siapa yang menduga jika pria yang akan menikahinya itu adalah pewaris tunggal dari keluarga konglomerat Wirahardja, Javas Rashaka Wirahardja yang kasak-kusuknya menyukai sesama jenis. Kavia kira menikah adalah solusi, tapi ternyata masalah yang jauh lebih besar datang. Apalagi ketika Javas menginginkan seorang anak dari rahimnya!
View MoreKavia agak kaget melihat apa yang Javas tunjukkan. Tanpa sadar dia menelan ludah melihat begitu besarnya milik pria itu. "Kenapa kamu diam saja? Tidak tertarik untuk menyentuhnya?" goda Javas. Dia menyentak satu tangan Kavia dan mengarahkan ke kejantanannya yang sudah mengacung sempurna. "Ja-Javas.""Kenapa kamu mendadak gugup? It's yours. Kamu bisa melakukan apa pun padanya." Kavia masih mematung saat sebelah tangannya berhasil menyentuh milik pria itu. Keras dan menantang, bahkan satu genggamannya pun tak cukup. "Yakin kamu nggak mau merasakannya?" Javas makin gencar menggoda. Dia menuntun tangan Kavia bergerak naik turun di sepanjang batang berotot miliknya. Sementara wajahnya kembali menunduk dan menyasar puncak dada Kavia yang memerah. "Ah—Javas." Refleks mata wanita itu terpejam kala Javas kembali memainkan puncak dadanya. Satu tangannya yang berada di bahu lebar pria itu meremas kencang. Dari dada, ciuman Javas kembali merambat ke pundak dan leher Kavia, lalu menggigit ba
"Aku pikir Kakek Javendra nggak kenal papi," bisik Kavia ketika memperhatikan interaksi antara Daniel dan Javendra. "Jangankan Kakek, aku aja tau papi kamu. Hanya saja aku nggak pernah berinteraksi dengan papi kamu. Papi itu.... Serius seumuran kakek?" Dengan mata mengerjap ragu Javas menoleh ke istrinya. Kavia terkekeh. Pertanyaan ini sudah sering Kavia dengar. Dilontarkan dengan kalimat lain, tapi isinya kurang lebih sama. Tidak ada yang percaya kalau Daniel itu sudah kakek-kakek. Meskipun sebagian rambutnya sudah memutih, tapi tubuhnya masih sangat fit dan tegap. Bahkan Dian membandingkan Daniel serupa Richard Armitage. Ngaco! (seketika pov readers searching Richad Armitage wkwk) "Tahun ini papi genap 76 tahun," jawab Kavia seraya menatap sang papi yang terlihat masih bercengkrama dengan Kakek Javendra. "What?" Javas benar-benar menunjukkan ekspresi tidak percaya yang begitu kentara. "I think he's in his 50s."Sekarang Kavia tergelak seraya menutup mulutnya. "Please, jangan ka
Dengan mantap Javas menyambut tangan Kavia. Bibirnya melengkung sempurna. Diiringi musik romantis, keduanya memasuki ballroom yang sudah disulap menjadi taman buatan penuh bunga yang sempurna. Di atas walkway yang terbuat dari kaca, mereka melangkah diiringi tepukan tangan para tamu undangan. Javas tidak main-main soal pernikahan mewah yang dia janjikan kepada Kavia. Hanya dalam dua minggu, dia bisa menyelesaikan segalanya. Kavia tampak puas dengan tema yang diusung. Jika menatap langit-langit, dia akan menemukan bergerombol bunga putih menggantung berhiaskan lampu strip yang unik. Meja-meja tamu undangan di-set mengelilingi sebuah pohon buatan yang sangat estetik. Candle light yang menyebar di segala penjuru membuat suasana makin romantis. Belum lagi pilar-pilar buatan berwarna putih di beberapa area. Semuanya membuat Kavia merasa sedang berada di negeri dongeng. Wedding cake di salah satu sudut walkway menjadi pelengkap yang sempurna. Cake itu bertingkat-tingkat dengan ukuran sanga
Asap putih baru saja Kavia embuskan dari mulut. Dia berusaha membuang pikirannya yang kacau bersama kepulan-kepulan asap yang dia buat. Meski belum sepenuhnya, beban dalam dirinya sedikit membaik. Dian juga beberapa kali meyakinkan wanita itu bahwa dirinya akan selalu ada. Wanita berbadan subur itu sempat menitipkan Kavia pada penjagaan Javas ketika dia pamit pulang lantaran harus ke rumah sakit untuk menjaga adiknya yang baru saja operasi usus buntu. Saat ini Kavia dan Javas ada di VVIP room salah satu kelab malam setelah berhasil pergi dari pesta pertunangan sialan itu. Mata biru itu melirik gelas bir yang Javas dorong ke dekatnya. "Bir?" Kavia mengangkat sebelah alisnya lalu terkekeh. "Ini nggak akan cukup. Aku butuh yang kadar alkoholnya lebih tinggi. Seenggaknya beri aku whiskey." Javas menggeleng, menautkan tangannya, dan menatap wanita itu. "Kita harus menjaga kesehatan untuk beberapa hari ke depan. Kamu butuh tubuh yang fit di pernikahan kita nanti." "Astaga, Javas. Itu han
Langkah Kavia terhenti saat mendengar tepuk tangan meriah dari arah dalam rumah Jemma. Refleks dia meremas lengan Javas. Dia tahu betul itu tepuk tangan apa. Pasti mereka sudah berhasil menyematkan cincin satu sama lain. "Kenapa berhenti?" tanya Javas menoleh. Dia melihat wajah cantik Kavia menegang. "Kavia, ingat kata-kataku. Kamu bisa lebih bahagia dari mereka. Angkat dagumu tinggi-tinggi. Tanamkan pada diri kamu bahwa kamu jauh lebih beruntung karena memiliki calon suami yang lebih segalanya dari mantan kamu. Dan kamu akan selalu menang dari bekas temanmu itu." Kata-kata Javas lagi-lagi berhasil menyuntikkan semangat di hati Kavia. Dia menatap ke depan. Wajah sedihnya berubah menjadi lebih angkuh. "Hm, ayo kita jalan." "Good. Kamu wanita paling beruntung malam ini," ucap Javas tersenyum sambil menepuk pelan tangan Kavia sesaat. Saat hendak mencapai pintu masuk seseorang terdengar memanggil. Keduanya kembali menghentikan langkah dan menoleh ke asal datangnya suara. Dari posisiny
Tisu di mobil Javas hampir habis. Kavia terus menggunakan itu untuk menyeka pipinya yang terus saja basah. Setelah meninggalkan restoran, dadanya yang terasa sesak meledak. Dia tidak tahan dan menangis kencang di dalam mobil. Memaki dengan berbagai macam umpatan. Rasa sakit itu bukannya hilang malah bertambah parah. "Sebenarnya apa yang kamu tangisi? Kamu sudah berhasil membuat mereka bungkam," ujar Javas sambil fokus ke jalan raya yang terpantau ramai lancar. "Aku, aku cuma nggak nyangka aja. Ternyata orang yang selama ini kuanggap teman baik, menyimpan benci sebegitu dalam. Aku pikir selama ini dia tulus. Sumpah, ini sakit banget." Kembali air mata Kavia menderas. "Jadi semua yang dia tunjukkan selama ini palsu. Aku bingung, sebagai teman aku berusaha bersikap baik, tapi ternyata dia menilai lain." Javas membelokkan kemudi memasuki sebuah gerbang kawasan perumahan elit dalam kota. Begitu melewati pintu gerbang yang dijaga ketat oleh dua sekuriti, pemandangan sekitar berubah menj
Mungkin ini berlebihan, tapi Kavia melakukannya. Siang ini dia berdandan habis-habisan lantaran ada janji temu dengan Fabby. Bahkan daripada lelaki itu, dia datang terlebih dulu ke tempat yang dijanjikan. Namun sudah sepuluh menit menunggu, batang hidung lelaki itu belum juga tampak. Kavia mulai gelisah di tempat. Beberapa kali dia menengok jam tangan, dan pintu masuk restoran secara berganti. Seharusnya memang tidak semudah ini dia membuat janji temu. Namun dia tidak memungkiri bahwa ada rindu yang menggebu pada lelaki itu. Suara dehaman membuat Kavia terkesiap. Dadanya mendadak berdebar kencang. Itu suara Fabby, dia yakin. Dan...benar. Sontak Kavia berdiri. "Hai, sori. Nunggu lama," ujar pria berambut ikal itu saat berada di depan Kavia. Dia bergerak mendekat, hendak mencium pipi Kavia, tapi secara refleks wanita itu menghindar. Pria itu sempat tertegun, sebelum mengucapkan maaf lagi. Sudah menjadi kebiasaan. Dia lupa kalau hubungan mereka sekarang sudah tidak seperti dulu lagi.
Yang paling menyeramkan saat ini adalah tatapan mata Gyan yang menghunus. Kavia tahu pria itu satu-satunya orang yang paling kesal di sini. Mungkin merasa rencana pernikahannya sudah disabotase. Tapi Kavia berusaha masa bodo. Javas di sisinya tampak tenang. Tangannya meletakkan cangkir ke meja kembali setelah berhasil menyesap isinya. Kembali pria itu menatap Daniel dan Delotta yang duduk tepat di seberangnya. "Maaf jika kedatangan saya begitu tiba-tiba. Tapi saya ke sini dengan niat baik." Dia menoleh ke sisi Kavia. "Dengan tulus, saya berniat meminang putri cantik Anda dan menjadikannya istri saya." Kembali matanya menatap Daniel. "Saya harap Pak Daniel dan Bu Delotta menyambut niat baik saya." "Kalian kenal di mana?" tanya Gyan menyambar. Sejak tadi dia terus mengawasi pria yang dibawa adiknya itu. Meski terdengar tidak sopan lantaran pertanyaan itu menyela proses pinangan itu, Javas tetap menjawab. "Kami mengenal di sebuah kafe." "Berapa lama kalian saling kenal?" Mendengar
Mungkin kakek tua itu seumuran Daniel, papinya. Atau bisa jadi lebih. Uban putihnya menutupi hampir semua kepalanya. Bahkan jambang dan kumisnya yang melintang pun berwarna putih. Mata legamnya yang terbingkai alis lebat itu menatap begitu tajam. Agak mengerikan seperti Tuan Takur Sing di serial India yang sering Bi Sari—asisten rumah tangga di rumah Kakek Ricko—tonton dulu jaman Kavia masih kecil. Malam ini Javas membawa Kavia ke rumah besar Kakek Javendra. Kakek yang menurut Javas sering berseberangan dengan dirinya. Dari sini Kavia tahu betapa kaya rayanya keluarga Wirahardja itu. Rumahnya serupa penthouse milik almarhum Nani di Florencia. Jika dibanding Fabby yang berasal dari keluarga biasa jelas mantannya itu kalah telak. Tapi Kavia mencintai pria biasa brengsek itu. Jujur dari lubuk hatinya yang paling dalam, dia masih ingin bersama Pria bedebah itu. Deheman keras membuat Kavia tersentak. Dia segera sadar dari kenyataan bahwa dirinya saat ini berada di ruang tamu besar keluar
Selamat datang di dunia fiksi kami - Goodnovel. Jika Anda menyukai novel ini untuk menjelajahi dunia, menjadi penulis novel asli online untuk menambah penghasilan, bergabung dengan kami. Anda dapat membaca atau membuat berbagai jenis buku, seperti novel roman, bacaan epik, novel manusia serigala, novel fantasi, novel sejarah dan sebagainya yang berkualitas tinggi. Jika Anda seorang penulis, maka akan memperoleh banyak inspirasi untuk membuat karya yang lebih baik. Terlebih lagi, karya Anda menjadi lebih menarik dan disukai pembaca.