"Terima kasih atas niat baik ...." Queen merasa sulit untuk melanjutkan kalimat, tampak dia masih enggan untuk menyebut wanita di hadapannya dengan sebutan mama.“Aku mamamu Queen, aku yang melahirkanmu.” Rani terlihat sangat bersedih saat menyadari Queen tidak ingin memanggilnya Mama lagi.Ternyata begitu dalam luka yang telah dia torehkan di hati putrinya, hingga membuatku ingin tidak mau lagi memanggilnya mama. Jika boleh jujur, Rania sangat merindukan panggilan itu dari Rey dan Queen, anak-anak yang dia tinggalkan sejak mereka masih kecil.Sudah Wijaya bergegas menghampiri Rania saat melihat istrinya mengalami sesak nafas. Melihat keadaan Rania yang sepertinya mulai kehilangan kesadaran membuat Ari Nugraha tidak tinggal diam. Pengacara muda itu segera membantu Surya Wijaya untuk membawa Rania ke kamar tamu.Queen dan Kartika yang awalnya merasa belum bisa memaafkan Rania sepenuhnya tampak turut panik keadaan tersebut. Bagaimanapun di antara mereka ada hubungan darah yang tidak aka
“Yang ditunggu-tunggu akhirnya datang juga,” ucap Adi Nata dengan senyum lebar saat melihat melihat Arum dan Danu berjalan bersisihan.Adik kandung Arya Suta itu langsung menghampiri Danu lalu memeluk dan menepuk punggungnya beberapa kali, seolah memberikan semangat dan dukungan. Sementara itu, Arum mengalihkan pandangannya karena merasa tidak nyaman dengan kedekatan suami dan pamannya. Dia merasa tidak ada lagi yang mendukungnya saat ini.“Ada yang datang rupanya, sepertinya aku harus menambah piring lagi.” Istri Adi Nata yang berada di pantry tampak sedang mempersiapkan makan malam.“Ya Ma, sepertinya dia juga baru datang dari perjalanan jauh,” sahut Adi Nata yang sejak tadi senyumnya belum hilang.“Bagaimana kabar di Indonesia?” tanya Niken sambil memeluk Danu.“Baik Tante,” jawab Danu sekenanya.“Syukurlah,” ucap Niken kala melepas pelukannya. “Masih mual? Masih kram?” tanya Niken yang ditujukan kepada Arum karena saat ini tatap matanya telah beralih ke arah keponakannya tersebut.
Seperti apa yang sudah diucapkan oleh Adi Nata sebelumnya, setelah makan malam selesai, dia dan istrinya segera meninggalkan Danu dan Arum berdua. Dan kini tinggallah Arum dan Danu berdua di dalam apartemen mewah milik keluarga Wardana tersebut.Tidak bisa dipungkiri, prahara yang menerjang rumah tangga membuat adanya dinding tak kasat mata yang terasa memisahkan Arum dan Danu. Keduanya hanya terdiam saling memandang seolah tidak tahu apa yang harus mereka lakukan.“Kau tidak rindu Ardan?” tanya Danu memulai pembicaraan, berharap membicarakan anak mereka akan mampu meluluhkan hati Arum.“Sangat,” jawab singkat Arum yang tanpa dia sadari sudah meneteskan air matanya kala mengingat putra pertamanya yang dia tinggalkan begitu saja karena marah kepada Danu.“Dia terus menanyakanmu.” Merasa ada tanggapan yang positif dari Arum membuat Danu memberanikan diri untuk melangkah semakin mendekat ke arah istrinya. “Dia … sangat merindukanmu.”Sedikit demi sedikit jarak antara Danu dan Arum semaki
“Sejauh ini pengobatan yang telah dilakukan oleh Rania sudah menunjukkan perkembangan yang cukup bagus.” Surya Wijaya menghela napas dalam-dalam, terlihat ada beban yang begitu berat menghimpit dadanya. “Saya yakin ini bukan karma, karena jika ini karma … seharusnya saya yang menderita penyakit ini, karena saya yang bersalah, saya yang berdosa.”Surya Wijaya yang biasanya tegas dan berwibawa kini terlihat sangat lemah dan rapuh. Sakit yang diderita oleh Rania terasa bagai pukulan berat. Sejak awal pertemuan, sejak dia merasakan cinta yang begitu mendalam kepada Rania, hanya kebahagiaan yang ingin dia persembahkan untuk wanita yang dia cintai tersebut. Tetapi sampai saat ini hanya luka dan penderitaan yang bisa dia berikan.Selama ini Surya Wijaya mengira dengan harta melimpah yang dia berikan kepada sang istri akan membuatnya bahagia. Tetapi tampaknya kerinduan yang mendalam kepada kedua anak yang dia lahirkan dari pernikahan terdahulu menjadi beban dan luka yang Rania pendam sendiri.
Tidak ada puasnya, seolah ingin mengulangi lagi dan lagi. Seandainya tidak mengingat jika saat ini telah tumbuh janin kecil buah hati mereka, mungkin Arum dan Danu masih melanjutkan pergumulan panas mereka."Aku takut, jika tiba-tiba Rahma datang lagi." Masih terekam jelas dalam ingatan Arum saat kedatangan Rahma, saat itu dia dan Danu baru saja memadu kasih, melepas kerinduan setelah Danu kembali dari Kalimantan.Danu semakin mempererat pelukannya, seolah jika longgar sedikit saja, Arum akan kembali meninggalkannya. Berulang kali dia mencium punggung mulus sang istri, tidak bisa dipungkiri jika dia juga merasakan ketakutan yang sama."Rasanya tidak mungkin dia datang ke sini," sahut Danu berusaha meyakinkan Arum. Meskipun dirinya sendiri tahu jika Rahma memiliki sumber uang yang sangat melimpah. "Lupakan Rahma, aku akan menyelesaikan semua masalah dengannya.""Bukan hanya papa dan Ageng yang menghubungiku untuk memberi penjelasan tentang Rahma tapi Mas Sel juga ikut-ikutan memberi pe
Surya Wijaya memandang Ari Nugraha dengan serius, pria paruh baya itu mengerutkan dahinya hingga membuat kedua alisnya hampir beradu."Jadi, Queen sudah memilihmu untuk menjadi pengacaranya?" tanya Surya Wijaya dengan suara yang berat dan penuh tekanan. Mereka duduk di bangku taman yang dikelilingi bunga-bunga yang bermekaran, suasana asri dan sejuk terasa kontras dengan topik percakapan mereka yang serius dan berat.Ari Nugraha, menatap balik Surya Wijaya dengan tenang. Pengacara muda yang juga merupakan sepupu Queen itu meletakkan kopi panas yang baru saja dia sesap."Sebenarnya saya mendampingi Queen lebih sebagai keluarga, daripada pengacara," jawab Ari Nugraha, suaranya terdengar lembut namun tegas. "Karena saya rasa sepertinya perceraian ini tidak akan pernah terjadi." Bukan hanya dugaan tetapi itulah harapan Ari Nugraha.Surya Wijaya terlihat kaget mendengar pernyataan Ari Nugraha. Tentu hal ini tidak sesuai dengan apa yang dia harapkan. Meskipun dia melakukan semua ini untuk R
Rania harus menelan rasa kecewa saat Queen bersikap dingin saat mengiring kepulangannya. Sebenarnya Rania ingin lebih lama lagi menikmati waktu bersama Queen, tetapi dia harus segera kembali untuk melanjutkan pengobatannya.Sangat di luar dugaan, kebersamaan yang diharapkan akan mampu membuat hubungan antara ibu dan anak membaik, justru terasa semakin mempertebal jarak tak kasat mata di antara Queen dan Rania. Sampai saat ini pun Rania belum mengetahui penyebab perubahan sikap Queen yang terasa semakin menjauh.Perjalanan pulang terasa panjang dan sepi bagi Rania. Sopir pribadi yang sudah lama bekerja kepada mereka menjalankan mobil dengan kecepatan sedang, karena mengetahui Kesehatan Rania yang kurang baik.Selama perjalanan Rania hanya diam, mencoba mengingat di mana lagi letak kesalahannya, hingga membuat Queen kembali bersikap dingin kepadanya. Padahal setelah mengetahui penyakit yang dideritanya saat ini Queen sudah menunjukkan perhatiannya. Rania memandang keluar jendela tanpa b
Sejak kepulangannya yang berpamitan hanya dengan secarik kertas, Ageng belum sekali pun menghubunginya, padahal Queen sudah membuka blokir pada nomor ponsel lelaki yang masih sah berstatus sebagai suami tersebut. Mungkin karena kesibukkannya Ageng jadi tidak sempat untuk menghubunginya, sedangkan untuk lebih dahulu menghubungi Queen merasa malu dan gengsi.Pada saat Queen sangat menantikan panggilan dari Ageng, justru Mike yang menghubungi. Sudah sejak tadi ponsel Queen meraung-raung berharap untuk segera diangkat tetapi Queen masih terlihat enggan. Ingin rasanya Queen mengabaikan panggilan dari Mike, tetapi sisi hatinya yang lain juga ingin mengetahui keadaan sang mama saat ini.“Halo!” Meskipun dengan berat hati, akhirnya Queen menjawab panggilan dari Mike.“Halo Queen,” jawab Mike melalui sambungan ponselnya. “Ternyata sudah lama kita tidak bertemu, kalau tidak salah sejak kamu resign dari percetakan waktu itu.”Queen menarik napas dalam-dalam berusaha untuk menenangkan diri.“Baga