Lidia Langkah kami semakin mendekat. Mama Anne mengenggam erat jemariku. Seakan-akan ingin menguatkan. Sementara Andre terlihat gelagapan menghadapi wanita cantik berambut merah itu. Wajahnya nampak kebingungan. Sudut matanya beberapa kali melirik ke arahku dan Mama. "Ehhemm." Mama Anne berdehem seraya mengangkat kedua alisnya dan menatap tajam pada Andre. Seolah ingin meminta sebuah penjelasan. Spontan perempuan itu menoleh pada pada kami. Astaga, kalung itu. Kenapa wanita itu juga memiliki kalung yang sama seperti yang mama berikan padaku. Hanya toko emas Andre satu-satunya yanng menjual kalung dengan desain seperti itu. "Siapa mereka, Ndre?" tanya wanita itu seraya melipat kedua tangannya di depan dada. "Hey ini rupanya artis yang terkenal itu?"ujarnya seraya tersenyum sinis padaku "Monica, tolong jaga sikapmu!" bentak Andre. "Untuk apa kau menemuiku?" tanyanya lagi. "Kamu kenapa berubah jadi dingin sih?" protes wanita itu. "Aku mencarimu karena ingin mengambil barangku
Andre Sepanjang perjalanan Mama hanya diam. Akupun tidak berani memulai pembicaraan. Bisa-bisa Mama akan semakin emosi. Lebih baik semua dibicarakan nanti di rumah. Sambil aku berpikir alasan apa yang akan kuberikan pada Mama nanti. Monica benar-benar pembuat sial. Aku tidak menyangka dia membongkar hubungan kami secepat ini. Padahal sudah kuberi penjelasan agar bersabar hingga aku bisa mendapatkan semua harta warisan Mama. Semoga kali ini mama mau mengerti dan memaafkanku. Tanpa terasa mobil sudah masuk ke dalam gerbang. Seorang security menghampiri kami ketika mobil sudah terparkir di depan teras, lalu membukakan pintu untuk Mama. "Setelah makan malam, temui mama di ruang keluarga!" pinta Mama tegas, seraya keluar dari mobil dan kemudian melangkah masuk ke dalam rumah. "Baik, Ma," sahutku. Kemudian juga beranjak menuju kamarku yang berada di lantai dua. ---------------- Aku pun segera membersihkan diri dan bersiap-siap untuk menemui Mama. Sejak tadi Monica terus saja mengu
Lidia Hatiku hancur untuk yang kedua kalinya. Namun kali ini aku lebih siap. Karena sejak awal memang tak ingin terlalu mencintai laki-laki itu. Ya, semua berawal dari permintaan Mama Anne. Wanita yang begitu dekat denganku selama lebih dari enam bulan tinggal di rumah pengobatan Jeng Putri. Mama Anne begitu ingin manjadikan aku sebagai menantunya. Lalu memohon agar aku mau menjadi kekasih Andre, anaknya yang sering mondar-mandir datang untuk mengurus dirinya. Andre, laki-laki sukses dan tampan. Sangat sulit jika seorang wanita menolak pesonanya Aku pun luluh oleh perhatian dan kasih sayangnya. Namun aku tak menyangka, Andre begitu menginginkanku seutuhnya sebelum adanya ikatan pernikahan. Tentu saja aku selalu menolaknya. Sejujurnya rasa ragu itu mulai muncul, sejak aku tau Andre sudah terbiasa dengan pergaulan bebasnya. Aku sangat bersyukur Allah memberiku petunjuk secepat ini. Entah apa yang terjadi jika aku mengetahuinya jika telah menikah dengannya. Tiba-tiba sebuah pes
Yess! Akhirnya si Andre bule sok ganteng itu ketahuan juga belangnya. Rasain! Lidia pasti minta putus. Dan kesempatan aku untuk dapat kembali bersama Lidia akan semakin besar. Aku akan menjaga sikap di depan Lidia, agar wanita itu kembali terpesona padaku. Tidak peduli saat ini aku hanya seorang supir. Toh dulu lidia jatuh cinta padaku saat aku masih belum punya pekerjaan tetap. Aku paham betul wanita itu. Lidia bukanlah wanita yang haus harta atau kedudukan. Tunggu Lidia, kamu pasti akan kembali luluh padaku. Aku nggak nyangka akan bertemu kembali dengan Rena, wanita gila harta itu. Untungnya Tante Anne sudah memanggil dua security untuk berjaga-jaga. Laki-laki raksasa selingkuhan Rena itu sampai diam tak berkutik. Tidak biasanya seperti itu. Ternyata hanya besar badannya aja, nyalinya cuma berani di kandang. "Sudahlah, Yusuf! ikhlaskan. Jadilah laki-laki yang bertanggung jawab dan bijak." Tante Anne menasehatiku. Ikhlas?? Mana bisa aku ikhlas untuk wanita yang sudah menghancur
Lidia "Maaf Nona! Anda baru akan jadi calon istri di sini. Belum sah, bukan? Jadi tolong yang sopan berada di Toko Mama saya! Paham?" Kak Fahri berkata tenang namun tegas. Ia berdiri tepat di sebelahku. "Hei, siapa kamu sebenarnya, berani-beraninya melarangku?" Wanita yang bernama Monica itu berbicara lantang. Kenapa dia suka sekali mencari perhatian dan ingin dihormati setiap orang? "Ada apa ini ribut-ribut?" Tiba-tiba Mama Anne keluar dari dalam ruang kantor diikuti oleh Andre. "Monica ...!!" panggil Andre. Lihatlah, tatapan mata Andre memang berbeda pada wanita itu. Sedikit ada rasa kecewa dan perih aku rasakan. Diam-diam aku melirik pada Andre yang langsung menghampiri wanita berambut merah itu. "Apa kabar, Tante?" Monica menyalami Mama Anne dengan hangat. "Sayang, para pelayan di sini tidak percaya kalau aku ini calon istrimu. Mereka semua sangat tidak sopan. Apalagi perempuan ini. Beraninya dia bentak-bentak aku tadi," Monica berkata dengan nada manja. "Benar itu, L
Lidia "Lidia ....kamu kenapa? Kok kelihatan lelah gitu?" Mama terlihat khawatir melihatku ketika aku baru saja menghampirinya. Memutuskan untuk duduk tepat di sebelah Mama, tanpa menjawab, aku tersenyum tipis pada wanita itu. Rasanya benar-benar lelah. Sepertinya badanku mulai terasa tidak enak. "Kamu lihat Fahri! Lidia sampai kelelahan seperti itu. Kamu apain, sih? tanya Mama mulai emosi. Kak Fahri melirikku. Sekilas nampak kekhawatiran di wajahnya. "Kamu capek, ya? Maafin aku ..." lirihnya seraya menatapku penuh penyesalan. Apaa? Dia minta maaf? Apa karena di depan Mama aja sikapnya jadi perhatian gini? "Halaah! Dasar manja!" Terdengar gerutuan Monica, membuat kami semua menoleh padanya. Mama hanya geleng-geleng kepala menatap Monica yang tanpa dosa terus saja menikmati makanan di hadapannya. Sementara Andre tampak salah tingkah, mungkin merasa serba salah dengan sikap Monica barusan. "Kamu mau makan apa, Sayang?" tanya Mama seraya memberikan daftar menu padaku. "Apa
"Nak Yusuf, ayo pulang!" Tante Anne tiba-tiba menghampiriku. Tapi kenapa wanita ini sendirian? Kemana Lidia dan kedua anaknya itu? "Nggak nunggu yang lain dulu, Tante?" tanyaku seraya melihat sekeliling Tante Anne, namun beliau benar-benar hanya sendiri. "Mereka sudah pulang. Tadi Lidia nggak enak badan. Pulang duluan pakai taksi." Apaaa? Lidiaku sakit? Kenapa Tante Anne nggak bilang sama aku? Malah menyuruhnya pulang sendirian naik taksi? Aku jadi makin khawatir. "Ayo pulang! Nunggu apalagi?" Wanita setengah tua di hadapanku itu langsung masuk ke dalam mobil, tanpa aku bukakan pintu terlebih dahulu untuknya. Pikiranku semakin tak tenang. Bagaimana keadaan Lidia saat ini? Rasanya aku ingin berlari menyusulnya dan menjaganya selalu. Dulu saat dia sakit aku malah menyia-nyiakannya. Lidia, tunggu aku akan kembali melamarmu. Aku tak akan pernah lagi menyia-nyiakanmu lagi. Aku akan menjagamu , merawatmu seumur hidupku. Aku harus memanfaatkan kesempatan ini. Lidia tidak akan mung
Lidia Apaa? Mas Yusuf melamarku lagi? Sungguh nekad sekali laki-laki ini. Tepatnya, tidak tahu malu. "Apa kamu bilang? Dasar laki-laki nggak tau malu!" teriak Bapak. Tuh kan! "Sudah kere begini ingin ngelamar anakku? Mau kamu kasih makan apa nanti anakku? Utangmu saja menumpuk di mana-mana," ketus Ibu. Mas Yusuf menoleh padaku. Tatapannya penuh harap. Sebenarnya aku kasian padanya. Tapi aku tak mungkin menerima lamarannya. Bukan karena sekarang Mas Yusuf sudah tidak punya apa-apa lagi. Tapi, memang sudah tidak ada cinta lagi di hati ini untuknya. "Lidia ..., Apa kamu bersedia menerima lamaranku?" Ya Tuhan. Mas Yusuf begitu memelas. Apa yang harus aku katakan untuk menolaknya. Kenapa aku jadi lemah seperti ini? "Lidia, Mas berjanji akan menjagamu dan mencintaimu selamanya." Mas Yusuf terus mencoba merayuku. "Hei! Apa kamu lupa ketika mengembalikan Lidia ke rumah ini? Kamu bilang bahwa anakku nggak becus jadi istri? Kamu kembalikan dia karena sakit," teriak ibu. Sontak wajah M