"Maaf ya, Bu. Hari ini kayaknya Mas Zaydan nggak pergi ke kampus lagi. Ada hal penting yang ingin dikerjakannya di rumah." Qiara mengirimkan pesan kepada Bu Jamilah dengan harapan Bu Jamilah mengerti bahwa dia dan Zaydan sedang ingin melewati waktu bersama.Bu Jamilah yang membaca pesan dari Qiara sedikit mengernyitkan keningnya. Perempuan paruh baya itu sudah teramat sangat merindukan Zaydan karena selama 3 hari, Qiara mengatakan ingin bepergian dengan Zaydan sehingga mereka tidak berada di rumah."Apa mungkin Qiara sekarang sudah mulai menyadari bahwa kehadiranku hanya akan membuat kasih sayang Zaydan terbagi dua?" Bu Jamilah bergumam di dalam hati.Perempuan paruh baya itu terus-terusan memikirkan Zaydan yang begitu dirindukannya. Namun dia sendiri tidak mungkin mendatangi rumah Zaydan seorang diri tanpa persetujuan dari Qiara dan Zaydan karena dia tidak ingin jika sampai anak mantunya itu merasa tidak nyaman dengan kehadirannya."Mbok hari ini nggak ke Pemayung?" Rangga bertanya k
"Makasih, ya. Kamu bersedia datang ke sini. Aku kesepian banget loh." Qiara menggandeng Sayyidah masuk ke rumahnya. Perempuan itu merasa senang karena sahabatnya Sayyidah bersedia menemaninya di rumah.Hari itu Qiara mengajak Sayyidah untuk membuat rujak jambu air dan mangga muda. "Sebenarnya aku pengen banget curhat sama Pak Zaydan. Tapi malu takut ditertawakan sama beliau." Sayyidah berkata sambil mencocol mangga muda ke dalam bumbu rujak yang cukup pedas.Qiara sedikit mengernyitkan keningnya mendengar ucapan Sayyidah. Dia yang memang sudah lama tidak berkomunikasi dengan sahabatnya itu tidak tahu jika sahabatnya ternyata menanggung beban yang cukup berat sehingga ingin menceritakan apa yang terjadi kepadanya dengan Zaydan."Emangnya kamu mau curhat apa?" Tanya Qiara penuh selidik."Akhir-akhir ini aku cukup dekat dengan Mas Azzam. Aku ngerasa kalau Mas Azzam memiliki rasa kepadaku. Tapi aku takut salah mengartikan perasaannya itu." Sayyidah memutar-mutar irisan jambu di dalam ado
Bu Jamilah menepis tangan Qiara yang hendak menjelaskan duduk persoalannya. Perempuan paruh baya itu pergi meninggalkan Qiara begitu saja tanpa peduli Qiara yang terus mengejarnya.Sementara itu, Sayyidah yang berada di dalam rumah seketika mengejar Qiara yang berlari mengejar Bu Jamilah di halaman rumah."Ada apa, Qi? Kenapa kamu kayak ketakutan seperti itu?" Sayyidah yang tidak tahu apa-apa langsung bertanya kepada Qiara dengan tatapan penuh selidik."Aku harus segera menemui Bu Jamilah. Aku harus bicara padanya karena aku tidak mau ada kesalahpahaman antara kami." Qiara berusaha melepaskan diri dari cekalan tangan Sayyidah.Sayyidah benar-benar ketakutan melihat Qiara yang berlari membawa perutnya yang buncit. Perempuan itu pun menahan pergerakan Qiara dan memeluk sahabatnya itu dari belakang."Aku nggak tahu masalah kamu dan Bu Jamilah apaan. Tapi yang harus kamu ketahui, kamu harus menjaga bayi yang berada di dalam kandunganmu." Sayyidah berkata sambil menuntun tangan Qiara untuk
"Hhhh ...." Qiara semakin merasa gelisah menanti kepulangan Zaydan. Bagaimanapun juga, Qiara tidak ingin jika sampai kesalahpahaman antara dia dan Bu Jamilah terus-terusan berkepanjangan."Kamu harus tenang, Qi. Kamu nggak boleh terus-terusan gelisah seperti ini." Sayyidah menghibur Qiara agar sahabatnya itu tidak begitu gelisah.Namun Qiara tidak bisa menampik perasaannya yang benar-benar terasa kacau karena memikirkan Zaydan yang tidak tahu bahwa Bu Jamilah adalah ibu kandungnya.Qiara berjalan mondar-mandir di depan pintu rumahnya. Dia tidak berani menghubungi Zaydan dan meminta suaminya itu pulang cepat karena khawatir Nanti Zaydan akan mempertanyakan Apa yang terjadi dan Qiara takut keceplosan menceritakan kebenaran yang selama ini dia sembunyikan dari suaminya."Aku sudah berjanji pada Bu Jamilah untuk tidak menceritakan kepada Mas Zaydan tentang statusnya sebagai orang tua kandung Mas Zaydan. Aku khawatir semua ini akan menjadi kacau jika aku menceritakannya." Qiara kembali dud
"Sayang."Qiara sedikit terkejut ketika dia yang tengah membawa semangkuk buah anggur dipeluk oleh Zaydan dari belakang. "Kamu tuh kebiasaan banget deh Mas." Qiara menepuk lengan Zaydan yang melingkar di perutnya."Kamu lagi ngapain sih?""Aku mau cuci buah anggur ini. Kebetulan sejak dibeli kemarin belum dicuci sama sekali." "Mas temenin ya?" Zaydan mengangkat tubuh Qiara tinggi-tinggi sehingga perempuan itu berada tepat di atas dadanya."Kamu apa-apaan sih Mas? Turunin aku dong." Qiara memukul bahu Zaydan yang saat itu sejajar dengan perutnya.Zaydan terkekeh melihat sikap Qiara yang malu tapi mau. Mereka memang sudah cukup lama tidak melewati momen mesra seperti itu di pagi hari ini dikarenakan biasanya setiap pagi Bu Jamilah sudah datang ke rumah mereka."Pokoknya kita harus sama-sama melakukan apapun di rumah ini." Zaydan menurunkan Qiara dari gendongannya dan dia pun meminta Qiara untuk menginjak kakinya."Aku tuh berat Mas. Nanti kamu pasti capek kalau aku berjalan dengan men
"Mereka kok lama banget sih?"Bu Jamilah teramat sangat gelisah karena Zaydan dan Qiara tak kunjung keluar dari kamar."Maaf menunggu lama Bu." Zaydan menggandeng tangan Qiara keluar dari kamar. Sepasang suami istri itu berpakaian rapi."Loh kok kalian berpakaian rapi?" "Iya Bu. Hari ini kebetulan Qiara ada acara di rumah temannya. Makanya tadi pagi dia mengirimkan pesan kepada Ibu agar ibu tidak datang ke sini. Saya yang memintanya untuk mengirimkan pesan tersebut." Zaydan tersenyum kepada Bu Jamilah dan langsung mengajak Bu Jamilah untuk sarapan bersama di dapur.Bu Jamilah kembali merasa kecewa saat mengetahui hari ini dia tidak bisa lagi bersama-sama dengan Zaydan. Dia sangat paham bagaimana Qiara yang jika pulang ke rumah ayahnya atau ke rumah teman-temannya di Kota Muara Bulian maka akan lama kembali pulang ke rumah di Pemayung."Qiara pulang ke rumah Pak Bustomi? Kalau begitu biar Ibu ikut Qiara saja." Ucapan Bu Jamilah tentu saja membuat Zaydan semakin merasa tidak nyaman."N
Bu Jamilah hanya mengusap kasar wajahnya. Perempuan itu memang sudah mengenal Qiara sejak lama dan dia tahu bahwa Qiara adalah seorang perempuan yang baik. Namun tetap saja dia merasa jika sikap Zaydan yang saat ini berubah kurang baik padanya dikarenakan dicuci otak oleh Qiara."Qiara dan Zaydan sama-sama anak yang baik. Sebaiknya Ibu segera memberitahukan kepada Zaydan tentang Siapa ibu sebenarnya, agar Qiara tak lagi merasa bingung bagaimana mengambil sikap di depan ibu dan juga Zaydan." Pak Budi memberi wejangan kepada Bu Jamilah.Bu Jamilah berpamitan masuk ke dalam kamarnya. Dia masih merasa kacau tentang sikap Zaydan dan Qiara yang tiba-tiba menghindar darinya. Betapa dia ingin mengutarakan kepada Zaydan tentang jati dirinya, tapi rasa takut jika Zaydan akan membencinya mengalahkan keberanian itu."Aku belum siap untuk memberitahukan kepada Zaydan tentang jati diriku. Tapi tidak seharusnya Qiara bersikap ingin menjauhkan Zaydan dariku." Bu Jamilah yang sudah menyandarkan punggu
"Apa maksudmu berbohong pada ibu tentang hari ini?" Bu Jamilah menatap tajam pada Qiara yang tengah duduk di pinggir danau letang."Aku tidak berbohong apa-apa Bu. Memang pada kenyataannya kamu ingin pergi kok.""Bohong. Kamu baru akan pergi setelah melihat ibu datang ke rumahmu kan? Diam-diam kamu tidak mau jika Zaydan berbagi kasih dengan ibu?" Bu Jamilah tetap menatap tajam pada Qiara membuat Qiara benar-benar salah tingkah."Aku tidak pernah sedikitpun menganggap kalau Ibu akan mengambil cinta dan kasih sayang Mas Zaydan dariku. Justru aku ingin selalu mendekatkan ibu dengan Mas Zaydan, tapi aku harus apa jika Mas Zaydan sendiri merasa tidak nyaman dengan kedatangan Ibu di rumah.""Itu tidak mungkin Qiara!" Bu Jamilah terbelalak mendengar Qiara yang menceritakan tentang ketidaknyamanan Zaydan dengan kedatangannya ke kediaman anaknya itu."Ibu tahu sendiri bagaimana karakter Mas Zaydan. Dia adalah lelaki alim yang menjunjung tinggi perempuan dan berpegang teguh pada kesetiaan. Mas