Neil pun membawa Shania menuju ke sebuah hotel yang biasa ia datangi setiap kali ia akan memberikan pelayanannya. Hotel ini bagus menurutnya, memiliki fasilitas yang lengkap dan juga ... nyaman!
Ya, bukan kah untuk memuaskan seorang wanita juga diperlukan sebuah kenyamanan, termasuk pemilihan tempatnya?
"Double room saja, aku harus membawa wanita ini, dia sudah sangat mabuk," ucap Neil pada seorang wanita yang berada di meja resepsionis. Wanita itu terus saja memperhatikan Neil, wajahnya terlihat muram, ada rasa iri di dalam hatinya setiap kali melihat Neil membawa perempuan ke hotel tersebut, ia berharap andai saja dirinya yang berada di dalam dekap hangat seorang Neil!
Padahal dia sendiri pernah merasakan kehangatan yang diberikan Neil sebelumnya.
"Lana?"
"Oh, ya ... double room?" ulang wanita itu. Keduanya memang sudah saling mengenal.
"Come on, Lana. Apa kamu tidak bisa bekerja lebih cepat, wanita ini mabuk, aku merasa kasihan padanya. Belum lagi tubuhnya cukup berat, aku pun harus membawanya sampai ke kamar menggunakan lift, jadi tolong percepat prosesnya," pinta Neil.
“Ini kartunya, apa kau tidak lelah berganti wanita setiap saat?” tanya Lana pada Neil seraya menyerahkan kartu yang berlaku sebagai kunci kamar di hotel.
Tidak lelah?
Lana sudah tahu pekerjaan apa yang dijalankan Neil dan bisa-bisanya dia masih bertanya seperti itu? Apakah Lana ikut-ikutan menjadi pelupa?
“Jika aku lelah, maka aku tidak bisa membiayai hidupku, Lana. Kamu seharusnya tahu itu. Aku akan berhenti menjadi seorang pelacur, di saat aku menemukan seorang wanita yang mau menerima keadaan dan juga profesi yang kukerjakan,” jawab Neil dengan tegas.
Sebuah jawaban yang membuat Lana terdiam sesaat, karena dia tahu, Neil tidak akan mungkin memilihnya, dia seorang wanita bersuami, dan lagi ... tidak mungkin dia bersama dengan Neil, meski dia setengah mati tertarik pada pemuda itu.
Belum lagi Neil tetaplah hanya seorang bocah yang belum dewasa, bagaimana bisa pemuda seperti Neil menjaga wanita? Lalu pekerjaan yang dilakukan Neil dianggap pekerjaan yang menjijikkan di mata orang lain, Neil itu pelacur!
“Sorry, jangan terlalu menganggap apa yang aku tanyakan barusan. Selamat bersenang-senang, Neil,” kata Lana, meski rasa cemburu itu ada pada dirinya, ia tidak akan pernah bisa berbuat apa pun.
“It;s okay, kamu tahu prinsipku, Lana. Sekali kamu tidur denganku, maka setelah kamu terbangun di pagi hari, maka transaksi usai, dan aku tidak akan pernah melakukannya dengan pelanggan atau wanita yang sama.” Kata-kata Neil terasa cukup tajam di telinga Lana, hanya saja ia berusaha untuk abai.
“I know, Neil. Sudahlah, segera pergi ke kamar kalian.”
“Thanks, Lana.” Meski Neil belum berpikir untuk memiliki hubungan yang terikat oleh komitmen dengan wanita mana pun, tetapi dia selalu menghargai mereka. Mungkin itu yang membuat dirinya menjadi salah satu favorit di bar. Perlakuannya yang lembut, tutur bicara, dan juga bahasa tubuh yang mampu membuat semua wanita tergila-gila, sulit untuk melupakan pemuda tampan itu.
Saat Neil mauk ke dalam lift, didengarnya suara Shania yang mengerang, sepertinya ia sudah mulai sadar?
“Dok?”
Shania terus menggeliat, lalu kedua matanya perlahan mulai terbuka, meski masih terlihat sayu. “Ini … turunkan aku.”
“Okay, sepertinya kamu sudah mulai sadar.” Neil menurunkan tubuh Shania, lalu wanita bersandar pada bahu Neil, “Kamu yakin mau berjalan sendiri, sedangkan tubuhmu saja masih sempoyongan seperti ini.”
Ditunjuknya wajah Neil, lalu Shania menjawab, “Berisik!”
“Dasar keras kepala, sudahlah, mari kugendong lagi tubuhmu. Jika tidak, kamu hanya akan merepotkan aku saja!” Dengan kesal, ia pun kembali mengangkat tubuh Shania, menuruti permintaan wanita mabuk sama saja dengan memberikan kesulitan pada diri sendiri. Kali ini Shania tidak berontak, ia diam saja saat Neil kembali menggendong tubuhnya lalu membawanya keluar dari dalam lift.
Pintu kamar terbuka, Neil segera meletakkan tubuh Shania di atas tempat tidur, lalu dirinya berdiri di ujung tempat tidur, memperhatikan Shania yang terlihat benar-benar kacau.
“Dok, kamu ingin melakukannya sekarang?” tanya Neil seraya mengangkat satu alisnya, kedua tangannya sibuk melepaskan kancing kemeja yang dikenakan. Setelahnya dia melempar secara sembarang kemeja tersebut.
Shania menggeleng lalu tertawa tanpa sebab. “Apa ... kamu pandai memuaskan wanita, hei Bocah?”
“Hah? Bocah?” Mendengar Shania memanggilnya bocah, Neil merasa kesal. Tadi Shania terus saja berceloteh seperti seekor burung kakaktua.
“Ya, kamu bocah. Apa kamu pandai membuat seorang wanita mencapai klimaks?” Ucapan Shania terdengar meremehkan Neil, pemuda itu mulai merayap naik ke tempat tidur.
“Hentikan memanggilku bocah. Aku bisa memberikanmu bocah, aku sudah dewasa, umurku mungkin jauh lebih muda darimu, tetapi ... untuk urusan ranjang, aku pastikan aku tidak akan membiarkanmu pergi sebelum kau mencapai klimaks, Dok,” jawab Neil setengah jengkel mendengar ejekan demi ejekan dari bibir mungil Shania.
Shania mencoba bangkit, meski tubuhnya masih terasa oleng, dia duduk di tepi ranjang, lalu menggerakkan tangannya ke arah Neil.
“Ada apa?”
“A-aku ... mual!”
Shania menarik pinggang Neil lalu ....
“Sial! Kau muntah mengenai celanaku, Dok!” Neil berjengit dan melompat ke belakang, dia takut jika Shania kembali memuntahkan isi perutnya. Celana jeans miliknya terkena muntahan Shania, begitu juga dengan gaun malam Shania yang terkena muntahannya sendiri.
“Hm, sekarang bagaimana?” tanya Neil.
Shania tidak menjawab, dia bangkit berdiri, lalu melangkah ke arah kamar mandi, dan melepaskan pakaiannya, tidak sadar jika di dalam ruangan bukan hanya ada dirinya sendiri.
“Hei, kau ....” Sulit untuk berkata-kata saat melihat keseluruhan bentuk tubuh Shania yang hanya tertutup oleh bra hitam, lalu bagian bawah yang hanya tertutupi celana dalam berwarna senada, terlihat begitu indah di mata Neil. Merasa salah tingkah, pemuda itu membalikkan badannya, jantungnya berdetak melewati ambang normal.
“Dok, tutup pintunya jika kau ingin membersihkan diri,” pinta Neil, “aku akan membersihkan bekas muntahanmu.”
“Tidak, aku saja ... yang melakukannya, hm.” Shania mendekap tubuh Neil dari arah belakang, dia masih belum sadar, dan menganggap Neil ada Thomas.
“Thomas,” lirih Shania, membuat Neil membeku di tempatnya.
“Thomas?” ulang Neil pada nama yang disebut Shania barusan.
“Kamu ... mengkhianatiku, lalu sekarang ... aku ingin membuktikan, aku ... pun bisa membuatmu senang,” ucap Shania sekali lagi.
“Aku bukan Thomas,” jawab Neil, wajahnya terlihat begitu dingin, dia tidak suka saat seorang wanita ketika bersamanya, menyebut nama pria lain. Dia memang pelacur, tetapi dia bukan pria pengganti!
Neil memegang kedua tangan Shania yang masih melingkar di pinggangnya, lalu dirinya berbalik, dan menghadap ke arah Shania. “Aku bukan Thomas.”
Tahu-tahu saja Shania mengeluarkan airmata, menangis sesegukan di hadapan Neil, membuat pemuda itu menjadi serba salah. Disentuh saja belum, dia sudah menangis?
“Kamu tidak menginginkanku, kan?” lirih Shania sekali lagi.
“Aku menginginkanmu, tapi kukatakan aku bukan Thomas, aku Neil,” jawab Neil, rasanya bodoh sekali melayani orang mabuk yang meracau tidak jelas, tetapi sudah membuat Neil menjadi sangat kesal karena Shania memanggilnya dengan nama pria lain.
Dia pun mengangkat tubuh Shania, wanita itu sempat meronta, tetapi Neil bergegas membanting tubuh Shania di atas tempat tidur, dan berkata, “Berhenti memanggilku Thomas, Dok! Aku tidak tahu siapa Thomas bagimu, tapi aku Neil!”
Shania memberontak, lalu berteriak, kemudian menangis. Neil menahan kedua pergelangan tangan Shania di kedua sisi tubuh wanita itu dan menekannya cukup kuat.
“Menangis lah, aku bukan Thomas. Aku Neil, pemuda yang kamu bayar untuk menuntaskan hasratmu, Dok!”
“Tidak, lepaskan aku, Thomas! Aku ... kamu mengkhianatiku! Kau bajingan!” teriak Shania, lalu berusaha melepaskan diri dari Neil, sia-sia karena tenaga Neil jauh lebih besar dari Shania. Neil menghimpit tubuh Shania, dan menatap kedua matanya dengan tajam.
Dia marah, tetapi karena apa?
“Kamu dikhianati? Kalau begitu aku akan membuatnya ... merasa menyesal karena telah mengkhianati wanita secantik dirimu, Dok,” bisik Neil di tengah teriakan Shania yang semakin menggila.
Bukannya diam, Shania justru semakin menangis kencang, membuat Neil meringis mendengar tangisan tidak jelas dari wanita di bawah tubuhnya itu.“Hei, Dok. Kalau kamu terus menangis seperti ini, lama-lama kamu bisa membuatku gila! Kamu ini menyewaku untuk mendengar tangisanmu atau kamu ingin aku memuaskanmu?” Neil mengusap airmata Shania dengan jempolnya, wajah Shania benar-benar telah memikat seorang bocah seperti Neil, iya bocah, bagi Shania dia adalah bocah menyebalkan!Shania terus saja menggerung, tanpa memedulikan pertanyaan Neil, karena kesal, Neil pun menutup mulut Shania dengan sebuah ciuman kasar, dia tidak bisa melihat seorang wanita menangis terlalu lama.“Ehmph! Hah!” Shania menggigit bibir Neil.“Aw! Kamu ... kenapa menggigit?”“Kamu ... kamu ingin memperkosaku?”“Hah? Kau gila? Dok, kamu yang membeli jasa, aku hanya memberikan apa yang kamu inginkan!” jawab Neil, sedikit merasa jengkel, lama-lama Shania yang malah semakin terlihat seperti anak kecil di mata Neil saat ini,
Shania merasa takut, tatapan Neil begitu dingin. Yang ada di dalam pikirannya, jika sampai Neil berbuat nekat dan menyentuhnya, maka bisa dikatakan ia benar-benar melakukan perselingkuhan dengan seorang pemuda yang jauh lebih pantas menjadi putranya."A-Aku sudah membayarmu?" Shania bertanya, berusaha memastikan apa memang dia benar-benar membayar Neil, "Katakan!""Ya, tadi saat kamu mabuk, kamu menyuruhku mengambil sejumlah uang di dalam dompet milikmu. Aku memberikannya pada Marion, pemilik klub malam.""Kamu baru memberikan uang muka," kata Neil. Tentu saja itu tidak benar, tadi Shania benar-benar tidak sadarkan diri dan belum memberikan apa pun pada Neil, itu hanya akal-akalan saja di kepala Neil. Ia tidak ingin melepaskan wanita cantik yang berada di bawah tubuhnya saat ini.Shania mendorong tubuh Neil menjauh darinya, tetapi rasanya sia-sia saja karena Neil tidak bergeser sedikit pun, "Urusan kamu dan aku seharusnya sudah selesai, Bocah. Aku ... aku tidak bisa melakukannya denga
Dari pada mendengar Shania terus merengek dan memohon agar Neil tidak melakukan apa pun, pemuda berinisiatif mengantarkan Shania kembali ke rumah, lalu dirinya pun akan kembali ke bar, menghilangkan penat.Taksi yang mereka tumpangi berhenti di sebuah rumah yang megah, “Jadi di sini rumahmu? Oh, maaf, maksudku, rumah suamimu?” Neil memperhatikan rumah Shania yang besar dan megah, tetapi sepertinya sepi, bahkan lampu taman pun tidak dinyalakan.Untuk kembali ke rumah tersebut terasa enggan bagi Shania, tapi apa yang bisa ia lakukan. Untuk sementara, mungkin ia akan tetap kembali ke sana sampai Thomas benar-benar menceraikan dan mengusir dirinya."Bukan rumahku, tapi calon mantan suamiku," jawab Shania. Ia keluar dari dalam taksi, Neil pun mengekor di belakangnya.“Kamu tidak mau mengundangku masuk?” tanya Neil seraya menarik pergelangan tangan Shania.“Bocah, sebaiknya kamu pulang. Anggap saja ... kamu dan aku tidak pernah saling mengenal. Apa yang aku lakukan malam ini adalah sebuah k
Marion bisa memahami apa yang dirasakan Neil saat ini, pemuda itu merasa kecewa dengan keluarganya. Menurut Neil, satu-satunya keluarga yang menyayangi dirinya hanyalah kakeknya. Neil kabur dari rumah karena perusahaan milik keluarga ingin diberikan padanya oleh Newton, kakek kesayangan Neil. Jika ia sampai menerima, tentu akan menyebabkan perselisihan besar di dalam keluarga."Ma'am, mungkin aku tidak akan pernah kembali ke sana. Aku merasa lebih nyaman berada di antara kalian," kata Neil, lalu meletakkan kepalanya di pundak Marion. Ya, ia merasa jauh lebih nyaman dan memiliki keluarga bersama Marion dan rekan-rekan seprofesinya. Paman dan ayahnya sama saja, semua ... menganggap Neil tidak berguna, tidak pantas untuk mendapatkan posisi yang diberikan Newton."Neil," ucap Marion dengan lembut sambil memandang wajah pemuda itu dengan penuh perhatian. "Aku mengerti betul perasaanmu. Merasa kecewa oleh orang yang seharusnya menjadi keluargamu bisa sangat menyakitkan. Aku bisa melihat b
"Ish ... aku sudah mengatakan padamu, Nona Carla. Aku tidak akan menuruti apa yang kamu inginkan, kenapa sulit sekali memberikan pemahaman kepadamu?" ucap Neil. Kesal, jengkel, dan berharap bisa menutup hubungan telepon secepatnya. Bukannya menyudahi pembicaraan, wanita itu justru tertawa, lalu ia berkata, "Aku sudah berada di bar, jadi apa aku harus pulang? Demi kamu, aku datang. Apa kah tidak ada pengecualian, Neil?" Neil memutar tubuhnya ke belakang, mencari sosok yang sedang berbicara di telepon dengannya. Benar saja, Carla sedang bersandar di dekat pintu masuk, begitu melihat Neil sedang memandang ke arahnya, wanita itu melambaikan tangannya. Menjengkelkan, kenapa wanita selalu saja sulit untuk diberitahu!"Awh ... jadi begitu? Aku tetap harus melayanimu? Atau begini saja, aku tahu siapa yang bisa melayanimu. Sama tampan dan menariknya dengan diriku," kata Neil. Ia berusaha mengalihkan perhatian Carla padanya, sungguh saat ini Neil sedang malas melakukan hal apa pun. Carla te
Jakun pria itu bergerak-gerak, terbakar sepenuhnya oleh gairah. Benar-benar sebuah suguhan yang begitu indah di matanya. "Don ... jangan hanya memperhatikan tubuhku saja, apakah kamu tidak ingin menikmatinya?" tanya Carla, kedua matanya mulai terlihat sayu, ia senang diperhatikan sedemikian rupa oleh Donovan. Donovan tertawa, lalu ia pun menarik tubuh Carla dan meletakkan secara lembut di atas tempat tidur. Tubuh indah tanpa cela itu kini telah berada di bawah kungkungan tubuh Donovan. “Kamu sudah membayarku, jadi biarkan aku menjadi pelayanmu, Nona Carla,” ucap Donovan, suaranya terdengar serak dan berat, tidak bisa dia pungkiri, dia pun mulai terbakar napsu yang membara di dalam dirinya.“Ahhh ... Don, jangan mempermainkan aku, sudah cukup kamu menggoda dengan sentuhanmu, aku menginginkan lebih,” pinta Carla, dan Donovan hanya mengangguk. Dia akan mengabulkan permintaan Carla, memberikan kenikmatan yang diinginkan oleh wanita cantik yang sudah tidak sabar untuk saling bertukar pe
Donovan mengangguk, setidaknya tidak ada ruginya bagi Donovan untuk tidak menolak keinginan Carla. Mereka berdua akan sama-sama puas, bukankah begitu?"Tapi di luar pekerjaan, aku bukan pria yang menyenangkan, Carla," kata Donovan, tidak ada lagi embel-embel 'Nona' yang dia pakai saat berbicara dengan Carla."Tidak masalah, kamu juga perlu tahu .... aku bukan wanita yang lemah lembut," balas Carla. Lalu keduanya hanya tertawa seusai percakapan aneh tersebut.Carla meminta Donovan mengambilkan tas miliknya di atas nakas tempat tidur, lalu wanita itu mengeluarkan sesuatu, selembar kertas cek kosong, "Kamu bisa mengisi sendiri nominalnya. Aku menyukai pelayananmu."Seketika Donovan menjadi semakin bingung, bukan kah Carla sudah melakukan pembayaran pada Marion?"Tapi, kamu sudah membayar pada Marion, lalu untuk apa cek ini?""Anggap saja yang aku bayarkan pada Marion adalah haknya, untukmu ...," Carla menarikan jari-jari lentiknya di dada Donovan, "kamu bisa mengisi berapa nominal yang
Begitu membaca isi pesan dari Neil, Shania kembali membelalakkan kedua matanya, bagaimana pemuda itu bisa mengetahui nomor handphone miliknya? Dia berpikir keras dari siapa bocah ingusan itu mendapatkan nomor teleponnya, sedangkan sewaktu dirinya bersama Neil, dia belum memberikan sama sekali apa-apa yang berhubungan dengan dirinya.Oh rasanya Shania ingin sekali memaki Neil, bocah tampan menyebalkan itu benar-benar membuat tensi darahnya meningkat drastis!"Sial, bocah tengik ini senang sekali mengejekku!" geram Shania. Dia merasa semenjak Neil mulai hadir di dalam kehidupannya, kenyamanannya sedikit terganggu dan ini sangat menyebalkan baginya.Shania sejenak berpikir, apakah perlu dia memblokir Neil atau tidak?Saat Shania sedang tertegun, seseorang mendekati Shania, "Hei, kenapa kamu bengong?""Oh, Misa. Maaf, aku hanya sedang memikirkan sesuatu," jawab Shania. Misa, rekan satu kerjanya, spesialis di bagian anastesi dan obat-obatan, mereka sangat dekat, wanita itu tahu apa pun kel