“Bagaimana rasanya Kak, enak tidak?”
Lagi-lagi aku kaget. Kenapa ia masih ada di sini? Alasan apalagi yang buat ia tinggal di rumahku lebih lama lagi. Perjodohan yang berhasil? Kalau itu jangan harap.
“Kamu?? Kenapa masih disini? Bukannya kamu seharusnya ada di rumah sakit?”
“Benar Kak. Seharusnya ada di sana tapi, ibu dan ayah Kakak memaksaku untuk tetap di sini. Tambah lagi ayahku yang mendesak. Tadinya aku sudah tidak mau karena takutnya Kakak kurang nyaman selama aku disini tapi apa boleh buat. Ini bukan permintaanku,” Maria berusaha menjelaskan duduk perkaranya.
“Tapi meski tidak permintaanmu tapi ini keinginanmu bukan?” Seketika ia berusaha menyembunyikan wajah malunya yang tetap cantik.
“Dari pada kamu berdiri dan bengong di sana mendingan kamu bantu aku deh habisin makanan ini.”
“Semua makanan ini buat Kakak. Aku masakin spesial buat Kakak. Karena Kakak letih seharian
Sosok cantik yang tak henti-hentinya dan selalu ada cara untuk mengejarku itu tengah menangis dengan suara tangisan yang membuat iba dan terharu siapapun yang mendengarnya. Aku yang mendengarkannya dengan seksama sampai terhanyut dan terenyuh.Dengan balutan mukena putih di atas sajadah menghadap ke kiblat ia mengadu berdoa dengan isak tangis kepada Tuhan. Begitu aku dengarkan dengan seksama aku paham maksud doa itu. Membuatku berpikir dua kali dan menjadi tidak tega jika harus membatalkan perjodohan itu mengingat perjuangan yang dilakukannya dan kesungguhannya serta ketulusannya mengejarku. Namun logisnya, aku tidak mencintainya. Aku hanya tidak ingin membuatnya nanti semakin menderita karena hidup dan bersama serta mencintai orang yang sama sekali tidak mencintainya.Agar keberadaanku tidak diketahui olehnya aku segera masuk ke kamar dan melanjutkan tidurku yang perlu ditambah. Keesokan harinya seperti biasa aku bersiap berangkat sebelum melakukan rutin
Pada akhirnya aku harus memilih karena hidup adalah pilihan. Pilih yang resikonya paling kecil dan manfaatnya jauh lebih besar. Setidaknya itulah prinsip dalam memilih. Dan pilihanku kali ini pada keluarga. Aku sudah mengorbankan waktu kerjaku untuk menyempatkan ke sini. Jadi jika mundur rasanya sia-sia aku ke sini.Kutelepon ibu untuk menanyakan bagaimana keadaan yang sebenarnya. Rupanya ayah masih di rumah sakit dan tidak melakukan seperti yang kusangkakan yaitu diam-diam memberi surprise di rumah. Ayah hanya dipindahkan ke ruang lain karena kondisinya sudah membaik. Ibu segera memberitahu kamar yang sekarang. Bergegas aku menuju kesana.Di sana aku disambut hangat oleh semua yang berjaga. Ibu tentu saja, salah satu kakakku yang senang akhirnya bisa bertemu denganku. Aku dirangkulnya sayang. Erat sekali. Pak Herman yang masih setia menunggu dan ayah. Dengan ekspresi bahagianya ia tersenyum dan tampak senang lantaran kehadiranku.Aku menanyakan ke ibu
Alasan kemarahanku begitu tahu pelakunya bukanlah sang pelaku yang memang menjadi dalang. Tapi ini soal memori itu yang sulit dihapuskan. Sebuah penghianatan yang membekas sampai ke relung jiwaku yang dilakukan Lucas. Lucas memang sudah tidak di perusahaan dan kabar terakhir yang kudengar ia tengah menjalani masa hukuman. Tapi saat ia keluar dari perusahaan ia meninggalkan racun yang bisa menggerogoti perusahaan dari dalam.Pelaku dari kekacuan kemarin tak lain dan tak bukan adalah Rafles. Orang terdekat Lucas saat dia masih di sini. Ibarat Andrew denganku maka Rafles dengan Lucas. Sedikit banyak pasti dia menyerap siasat dan strategi licik Lucas yang diimplementasikan untuk menyusup dari dalam lewat projek-projek atau program kerja. Jika tidak jeli maka taktik dan pergerakannya tidak ketahuan.Bagiku ia bermain kurang rapi. Mungkin ia belum lolos menyerap ilmu licik si Lucas yang berakibat ia jatuh terjerumus sendiri. Dan begitu aku mendekatinya rasanya ingin menghaja
Berbeda rasanya saat aku menemui Rafles pagi tadi yang dipenuhi perasaan emosi dan marah. Kali ini kebalikannya. Bahkan mendengar namanya saja disebut aku sudah sangat bahagia. Baru saja berpisah dan bersedih hati karenanya eh sekarang berjumpa. Tak ada perasaan lain yang mewakili selain bahagia.Aku menjumpai Bapak Komisaris berikut beberapa yang hadir. Kebanyakan memang tak kukenali tapi, aku tahu Pak Antonio ada di antara mereka dan gadis cantik jelita yang saat ini menjadi alasanku untuk bahagia juga ada di sana. Aku hanya menatap sekilas sekadar memberi isyarat alasan keberadaannya disini.Usai aku menyalami orang yang ada di meja itu satu persatu, Pak Komisaris memperkenalkan mereka satu persatu selain pak Antonio dan Shopia. Lalu sebaliknya, aku diperkenalkan ke mereka. Tak lama kemudian kami membahas hal-hal yang memang perlu dibahas.Singkatnya pertemuan itu adalah momen penting pertemuan antara pihak investor dan pemegang proyek. Pantas aku dan Shopia
Malam melarut. Tidak seperti di rumah yang diramaikan oleh binatang malam. Disini tenang dan sepi. Hanya satu dua petugas yang berjaga dan sesekali mondar-mandir entah apa yang dilakukan. Dari atas gedung, melalui jendela kaca aku sempat melihat keluar. Pemandangan kota di malam hari yang indah dan eksotik. Kerlap kerlip lampu kendaraan di tengah cahaya yang bersinar dari gedung-gedung dan lampu kota menambah keindahan malam di kota metropolitan ini.“Kok tidak pulang Bu? Menginap juga kah?” Tanyaku langsung.“Mungkin karena seharian kita belum banyak berbincang kali ya jadi saya memiliki firasat harus ke sini, eh ketemu. Atau jangan-jangan kita berjodoh? Hahahaha. Ah hanya bercanda jangan dimasukkan ke hati.”Aku tahu semua yang diucapkan hanya gurauan saja. Tapi gurauan itu terlanjur masuk ke hatiku. Dalam banget sampai-sampai aku ingin balik merespons dengan serius. Kalaupun jodoh tidak apa-apa, Sayang. Begitu kira-kira. Namun
Begitu terbangun aku melihat jam dinding dan sudah jam empat pagi. Aku mendapati tubuhku berselimut tebal dan kain kompres di jidatku. Lalu saat aku bangkit dan duduk di samping ranjang, mataku terbelalak kaget dengan pemandangan haru di depanku. Maria tertidur pulas menyamping di atas lantai dengan bantal tangan sekenanya. Kepalaku tidak sepusing sebelumnya namun badanku masih lemas dan energi seperti terkuras.Aku masih ingat dengan kejadian sebelum aku ambruk dan pingsan. Marialah satu-satunya orang yang ada di sampingku. Sudah tidak diragukan lagi ialah yang memakaikan selimut untukku dan kain dan air kompres itu. Lalu di meja dekat ranjang ada minuman dan beberapa obat tergeletak di samping gelas. Seinisiatif dan sepeduli itu ia terhadapku, tapi aku masih saja berusaha menyakitinya. Karena tak tega membangunkan dan melihat keadaannya yang memprihatinkan, aku raih selimut yang tadi kukenakan untuk menyelimut Maria.Aku memperhatikan rona indah wajahnya saa
Dengan pelan-pelan Shopia berusaha menjelaskan duduk perkaranya.“Beberapa menit setelah mendapat konfirmasi dari Pak David terkait acara lunch kita, Pak Antony mengajak saya untuk menemui investor yang kebetulan akan berkunjung ke sini. Sontak saya bingung untuk menentukan apakah saya harus menerimanya atau tidak.Karena saya sudah punya janji dengan Pak David di waktu yang bersamaan. Tapi mengingat ini adalah urusan penting yang juga melibatkan pemilik modal secara langsung, sementara acara kita bisa di tunda nanti-nanti saja, akhirnya saya putuskan untuk mengiyakan saja Pak David.”Sekarang jelas sudah. Bukan soal jelasnya ia beralasan sebagaimana yang disampaikan. Tapi sudah jelas aku bukan menjadi prioritasnya. Shopia belum menganggapku spesial seperti aku padanya. Tapi tunggu. Bukankah selama ini yang terjadi di permukaan memang demikian. Bukankah perasaanku belum aku utarakan pada Shopia, maka wajarlah jika Shopia tidak menganggapku s
“Jika lunch siang ini kita ganti menjadi dinner malam ini, bersediakan? Kita bisa mengobrol panjang sampai larut jika mau. Anggap saja ini sebagai ganti lunch hari ini yang gagal.”Mendadak hatiku berbunga-bunga. Dan bahagia yang seketika datang itu mampu menghilangkan rasa lemas yang tadi membuatku berat sekali berdiri. Apakah ini kesempatan yang lebih baik sebagaimana yang kusampaikan ke Shopia setiba di kantor tadi?Aku bingung harus meresponsnya bagaimana. Menerima atau menolak. Jika ditolak sayang sekali. Bukankah satu-satunya alasan aku tidak ambil cuti sakit hari ini dan memaksakan diriku kerja adalah pertemuanku dengan Shopia untuk lunch bareng?Meski tadi siang gagal tapi ia beritikad baik dengan menggantinya dengan dinner. Namun jika menerima, itu sama halnya aku mempermainkan Pak Komisaris. Lalu orang yang paling aku repotkan dan kecewakan adalah Maria yang sekarang tengah menuju ke ruangan ini