Alasan kemarahanku begitu tahu pelakunya bukanlah sang pelaku yang memang menjadi dalang. Tapi ini soal memori itu yang sulit dihapuskan. Sebuah penghianatan yang membekas sampai ke relung jiwaku yang dilakukan Lucas. Lucas memang sudah tidak di perusahaan dan kabar terakhir yang kudengar ia tengah menjalani masa hukuman. Tapi saat ia keluar dari perusahaan ia meninggalkan racun yang bisa menggerogoti perusahaan dari dalam.
Pelaku dari kekacuan kemarin tak lain dan tak bukan adalah Rafles. Orang terdekat Lucas saat dia masih di sini. Ibarat Andrew denganku maka Rafles dengan Lucas. Sedikit banyak pasti dia menyerap siasat dan strategi licik Lucas yang diimplementasikan untuk menyusup dari dalam lewat projek-projek atau program kerja. Jika tidak jeli maka taktik dan pergerakannya tidak ketahuan.
Bagiku ia bermain kurang rapi. Mungkin ia belum lolos menyerap ilmu licik si Lucas yang berakibat ia jatuh terjerumus sendiri. Dan begitu aku mendekatinya rasanya ingin menghaja
Berbeda rasanya saat aku menemui Rafles pagi tadi yang dipenuhi perasaan emosi dan marah. Kali ini kebalikannya. Bahkan mendengar namanya saja disebut aku sudah sangat bahagia. Baru saja berpisah dan bersedih hati karenanya eh sekarang berjumpa. Tak ada perasaan lain yang mewakili selain bahagia.Aku menjumpai Bapak Komisaris berikut beberapa yang hadir. Kebanyakan memang tak kukenali tapi, aku tahu Pak Antonio ada di antara mereka dan gadis cantik jelita yang saat ini menjadi alasanku untuk bahagia juga ada di sana. Aku hanya menatap sekilas sekadar memberi isyarat alasan keberadaannya disini.Usai aku menyalami orang yang ada di meja itu satu persatu, Pak Komisaris memperkenalkan mereka satu persatu selain pak Antonio dan Shopia. Lalu sebaliknya, aku diperkenalkan ke mereka. Tak lama kemudian kami membahas hal-hal yang memang perlu dibahas.Singkatnya pertemuan itu adalah momen penting pertemuan antara pihak investor dan pemegang proyek. Pantas aku dan Shopia
Malam melarut. Tidak seperti di rumah yang diramaikan oleh binatang malam. Disini tenang dan sepi. Hanya satu dua petugas yang berjaga dan sesekali mondar-mandir entah apa yang dilakukan. Dari atas gedung, melalui jendela kaca aku sempat melihat keluar. Pemandangan kota di malam hari yang indah dan eksotik. Kerlap kerlip lampu kendaraan di tengah cahaya yang bersinar dari gedung-gedung dan lampu kota menambah keindahan malam di kota metropolitan ini.“Kok tidak pulang Bu? Menginap juga kah?” Tanyaku langsung.“Mungkin karena seharian kita belum banyak berbincang kali ya jadi saya memiliki firasat harus ke sini, eh ketemu. Atau jangan-jangan kita berjodoh? Hahahaha. Ah hanya bercanda jangan dimasukkan ke hati.”Aku tahu semua yang diucapkan hanya gurauan saja. Tapi gurauan itu terlanjur masuk ke hatiku. Dalam banget sampai-sampai aku ingin balik merespons dengan serius. Kalaupun jodoh tidak apa-apa, Sayang. Begitu kira-kira. Namun
Begitu terbangun aku melihat jam dinding dan sudah jam empat pagi. Aku mendapati tubuhku berselimut tebal dan kain kompres di jidatku. Lalu saat aku bangkit dan duduk di samping ranjang, mataku terbelalak kaget dengan pemandangan haru di depanku. Maria tertidur pulas menyamping di atas lantai dengan bantal tangan sekenanya. Kepalaku tidak sepusing sebelumnya namun badanku masih lemas dan energi seperti terkuras.Aku masih ingat dengan kejadian sebelum aku ambruk dan pingsan. Marialah satu-satunya orang yang ada di sampingku. Sudah tidak diragukan lagi ialah yang memakaikan selimut untukku dan kain dan air kompres itu. Lalu di meja dekat ranjang ada minuman dan beberapa obat tergeletak di samping gelas. Seinisiatif dan sepeduli itu ia terhadapku, tapi aku masih saja berusaha menyakitinya. Karena tak tega membangunkan dan melihat keadaannya yang memprihatinkan, aku raih selimut yang tadi kukenakan untuk menyelimut Maria.Aku memperhatikan rona indah wajahnya saa
Dengan pelan-pelan Shopia berusaha menjelaskan duduk perkaranya.“Beberapa menit setelah mendapat konfirmasi dari Pak David terkait acara lunch kita, Pak Antony mengajak saya untuk menemui investor yang kebetulan akan berkunjung ke sini. Sontak saya bingung untuk menentukan apakah saya harus menerimanya atau tidak.Karena saya sudah punya janji dengan Pak David di waktu yang bersamaan. Tapi mengingat ini adalah urusan penting yang juga melibatkan pemilik modal secara langsung, sementara acara kita bisa di tunda nanti-nanti saja, akhirnya saya putuskan untuk mengiyakan saja Pak David.”Sekarang jelas sudah. Bukan soal jelasnya ia beralasan sebagaimana yang disampaikan. Tapi sudah jelas aku bukan menjadi prioritasnya. Shopia belum menganggapku spesial seperti aku padanya. Tapi tunggu. Bukankah selama ini yang terjadi di permukaan memang demikian. Bukankah perasaanku belum aku utarakan pada Shopia, maka wajarlah jika Shopia tidak menganggapku s
“Jika lunch siang ini kita ganti menjadi dinner malam ini, bersediakan? Kita bisa mengobrol panjang sampai larut jika mau. Anggap saja ini sebagai ganti lunch hari ini yang gagal.”Mendadak hatiku berbunga-bunga. Dan bahagia yang seketika datang itu mampu menghilangkan rasa lemas yang tadi membuatku berat sekali berdiri. Apakah ini kesempatan yang lebih baik sebagaimana yang kusampaikan ke Shopia setiba di kantor tadi?Aku bingung harus meresponsnya bagaimana. Menerima atau menolak. Jika ditolak sayang sekali. Bukankah satu-satunya alasan aku tidak ambil cuti sakit hari ini dan memaksakan diriku kerja adalah pertemuanku dengan Shopia untuk lunch bareng?Meski tadi siang gagal tapi ia beritikad baik dengan menggantinya dengan dinner. Namun jika menerima, itu sama halnya aku mempermainkan Pak Komisaris. Lalu orang yang paling aku repotkan dan kecewakan adalah Maria yang sekarang tengah menuju ke ruangan ini
Shopia kikuk. Bingung harus bagaimana bersikap. Ragu mau menyuapiku kali kesekian atau membiarkanku meneruskannya sendiri. Sementara Maria yang masih terbengong dengan shock-nya melihat kejadian itu menatap kami aneh. Mungkin di dalam sana hatinya tengah bergejolak. Api cemburu sedang membakara dinding-dinding pertahanannya. Sementara Mpok Yanti bingung sendiri melihat pemandangan itu.“Permisi. Maaf mau lewat,” ucap Maria sopan dan bergegas menyalami Shopia tanpa menunjukkan sikap ketidakterimaannya. Shopia yang tadinya duduk, reflek bangkit begitu diajak bersalaman. Aku juga bangkit berdiri dan memperkenalkan keduanya.“Maria. Ini mitra kerjaku di kantor. Bu Shopia.”Maria menatap dengan tersenyum ke Shopia. Shopia membalas serupa.“Dan Shopia. Ini Maria. Adik sepupuku yang kebetulan main ke sini.”Shopia menatap Maria dan tersenyum tapi Maria terlihat memaksakan senyumannya sambil merunduk ke bawah. A
Tanpa diminta dan tanpa dipaksa Maria menawarkan sesuatu ke Shopia yang membuat Shopia semakin sungkan untuk berlama-lama di rumah.“Bu Shopia, apa tidak sebaiknya berteduh terlebih dahulu?”Shopia menolak halus dan bilang sedang buru-buru karena harus ke lapangan sekarang. “Bu Shopia tidak sendiri kan ke sana?” tanyaku memastikan.“Tentulah Pak. Selain Jarak ke lokasi lumayan jauh saya butuh tim untuk mengeksekusi banyak hal ketika di sana nanti. Saya mampir kantor terlebih dahulu untuk kemudian bersama-sama ke lokasi proyek,” paparnya.“Kalau memang harus berangkat sekarang sebentar saya ambilkan payung.” Maria bergegas ke belakang mengambil payung yang kami centelkan di dinding dekat dapur dan mudah dilihat. Beberapa saat kemudian Maria datang membawa payung dan menyerahkan ke Shopia untuk dikenakan menuju mobilnya.Shopia berterima kasih sungkan namun menjadi tidak enak hati jika menolak. Melihat
“Mpokkkkk …!!!Mpokk Yantiiii!! Ke sini Mpokkk cepetan…!!!!”Yang dipanggil bergegas menghampiriku. Sementara aku berusaha membopong Maria dari lantai tempat ia tersungkur ke atas ranjang. Darahnya mengalir ke sekitar wajahnya yang meski terbasuh darah tapi tetap cantik. Ini kali pertama aku merasakan kepanikan terhadapnya. Ia masih belum sadarkan diri. Dari suaranya hanya mengigau kesakitan memanggil-manggil ayahnya. Sebegitu besar cintanya pada ayahnya sampai dalam keadaan tak sadar begitu ia memanggil ayahnya.Tak lama kemudian Mpok Yanti datang dan terkejut melihat kondisi Maria. Ia dengan sigap mengambil tisu dan peralatan P3K di kotak yang berisikan obat-obatan, perban, dan lain-lainnya. Dibantu Mpok Yanti aku membersihkan darah di dahinya. Setelah bersih aku melihat ada macam benjolah yang tersayat. Mungkin ia habis kejedot atau terbentur sesuatu dan karena saking kencangnya membuat ia jatuh tersungkur lalu tak sadarkan diri.Sela