Share

Bab 43.b

Aku mendekati Aisha. Menuangkan susu cair ke gelas. Lalu mengambil kursi dan duduk di dekatnya. Aku merebut roti dari tangan Aisha. Lalu menyuapinya dengan roti ini.

Dia diam. Tanganku melayang di udara cukup lama. Ayolah Aisha jangan membuatku marah.

“Adik tahu tak. Kalau jam segini perut burung pipit sudah penuh semua?” Aku menggunakan cara Alina untuk menggoda. Ternyata harus merendahkan diri untuk melakukan ini.

“Mak, ayo. Bapak sudah baik tuh!” pinta anak kami.

Tangan kanan Aisha memegang tanganku, tangan kirinya mengangkat cadar. Lalu menyuap perlahan. “Tidak. Setahuku burung pipit tak pernah penuh perutnya.”

“Kenapa?” Aku mengernyit. Ada rasa bahagia dia mau menerima suapanku.

“Karena petani selalu kerepotan dari pagi sampai sore hanya untuk mengurus burung pipit.” Aku tersenyum. Dia memang selalu cerdas.

“Burung pipit seperti kamu.” Aisha melihat pada anaknya. “Tak ada kenyangnya.” Anak itu tertawa, Aisya tersenyum—terlihat dari matanya yang menyipit. Terima kasih Alina
Bab Terkunci
Membaca bab selanjutnya di APP

Bab terkait

Bab terbaru

DMCA.com Protection Status