“Bagaimana keadaan istri saya Dok?”tanya Joan saat melihat Dokter ke luar dari ruang UGD. “Anda suaminya?” “Iya.” “Istri Anda mengalami keguguran. Sebenarnya bayinya tidak berkembang, terlihat dari ukuran atau berat dan umur janin di dalam rahim tidak sesuai. Kita harus menjalani kuretasi. Jika setuju bisa tanda tangan di bagian administrasi.” Penjelasan Dokter membuat pria tampan itu bimbang. Joan bingung harus melakukan apa, untung saja Bu Maria datang tepat waktu. Dia pun mengikuti apa yang disarankan ibu mertuanya. “Cepat tanda tangan saja.” Bu Maria menginterupsi sang menantu. Joan langsung menuju ruangan administrasi untuk mengurus semua kebutuhan Alexa. Lalu, setelah selesai ia kembali menemui ibu mertuanya. “Bagaimana bisa Alexa keguguran?”tanya Maria. “Saya tidak tahu, saat saya pulang, keadaan Alexa sudah pingsan dan berlumuran darah. Langsung saya bawa ke UGD.” Joan kembali menceritakan jika memang janin dalam rahim Alexa tidak berkembang. Bu Maria menyes
Bu Maria keluar dengan perasaan kesal, Joan berani sekali melawannya dan mengeluarkan kata-kata yang menyakitkan. Setelah sang ibu keluar, Alexa merasa tidak enak dengan Joan dan menghampiri suaminya. Berharap Joan tidak sakit hati dengan ucapan sang ibu. “Mama sedang emosi. Jangan masukan kehati, Jo.” Alexa sedikit berbicara untuk meredakan emosi sang suami. Joan mengusap wajah kasar, entah mengapa sikap sang mertua berubah drastis setelah ia menjadi menantunya. Sebelum menikah dengan Alexa, Bu Maria sangat baik sampai ia merindukan sosok ibunya. “Mungkin Mama kamu berpikir saya akan mengambil harta keluarga kamu. Demi Allah, saya tidak berniat sama sekali dengan harta kamu, Lex.” Joan menatap wajah sang istri, berharap wanita itu percaya dengan apa yang dikatakannya. Alexa percaya dengan penuturan Joan. Bahkan ia merasa memang Joan tulus menikahinya. “Saya mencintai kamu,” ujar Joan. “Tapi aku nggak cinta sama kamu, Jo.Aku nggak pantas untuk kamu,” tutur Alexa. Tidak a
"Kenapa Jo?" tanya Alexa. Joan tak menjawab, sebenarnya dia malas mengantar Alexa untuk ke kampus mengurus cuti kuliah. Dia berpikir pasti akan bertemu dengan Frans juga Bowo. Dia pria yang membuatnya jengkel. Yang satu mantan kekasihnya, yang satu sahabat yang sok jadi pahlawan kesiangan. Alexa menunggu jawaban pria itu, tapi Joan tetap saja tidak bergerak dari tempat duduknya. "Mau nganter enggak?" tanya Joan lagi. Walaupun dia mengatakan tidak akan mengantar, Alexa pun bisa nekad pergi sendiri. Hal itu tidak mungkin bisa dibiarkan olehnya. Bisa-bisa nanti Alexa terpengaruh oleh Frans lagi atau malah bersama Bowo. "Pak suami, jadi enggak atau ---" "Iya aku antar, tapi sebenarnya menurut saya kalau yang mengurus biar saya sendiri. Kamu kan baru habis kuret, dan harus banyak istirahat." Joan mencoba mencari alasan agar Alexa tak jadi pergi ke kampus. "Jo, jangan aneh-aneh deh. Aku sudah sehat, lagian naik mobilkan enggak motor. Ke kampus doang abis itu pulang. Ayo, Jo
Bowo menarik Frans menjauh dari Alexa. Di sebuah toilet dan dia pun memastikan tidak ada yang mendengar perdebatan mereka. Keduanya beradu argumentasi dan pada akhirnya hantaman keras mengenai perut Bowo. Frans begitu emosi dan tak bisa menahan kemarahannya. “Pukul aja sesuka lu! Tapi ingat, ada gua yang bakal melindungi Alexa dari manusia biadab seperti lu!” “Jangan jadi pahlawan kesiangan lu,Bow. Dia juga nggak akan suka sama lu,” ujar Frans. Bowo tersenyum sinis sembari mencoba bangkit. Pria itu memandang Frans dengan tatapan membunuh. “Setidaknya dia menikah dengan pria yang tepat,” ujar Bowo. “Lu jangan lupa, kalau di perutnya ada anak gua. Gua bisa saja mengambilnya.” Frans dengan percaya diri mengatakan hal itu. Bowo tidak lupa hal itu, tapi setidaknya keluarga Alexa pun tidak akan bodoh membiarkan Alexa memberikan anak mereka. “Terserah, lu!” Bowo beranjak keluar. Belum saja keluar di sudah di tunggu Seren. Seperti biasa, wanita itu selalu mencari alasan untu
Alexa menggigit bibir bawah, dia tahu sangat sakit pastinya saat Joan mendengar apa yang keluar dari mulutnya. Tapi, hanya itu yang bisa membuat Joan melepaskan dirinya. Sesampainya di rumah, Joan langsung masuk tanpa mengajak Alexa masuk. Sepertinya ia kecewa dengan sikap Alexa kali ini. Pria itu langsung memasuki dapur dan meminta dibuatkan kopi oleh Bi Rumin. Alexa melihat sang suami seperti itu merasa bersalah. Namun, ia pun tidak bisa memungkiri jika memang perkataan sang ibu benar. Alexa langsung masuk ke kamar tanpa menunggu Joan. Bi Rumin menyediakan kopi di meja Joan. Wanita yang sudah lama bekerja di rumah keluarga Alexa itu bisa membaca situasi tidak baik dengan hati suami anak majikannya. “Jo, eh Mas Joan kenapa suntuk?” tanya Bi Rumin. “Bi, panggil saya seperti biasa saja. Joan saja,” pinta Joan Joan langsung meminum kopi yang dibuatkan Bi Rumin. Sejenak ia melepaskan penat, tapi masih saja terbayang permintaan cerai dari Alexa. Menikahi Alexa adalah kebahagia
Frans kembali ke rumah dengan begitu kesal. Bisa-bisanya dia permalukan di depan orang banyak. Alexa dengan tegas menyatakan jika hubungan mereka sudah berakhir. “Berengsek!” Frans berteriak hingga membuat sang ibu menghampirinya.Ibunya melihat kamar sang putra sudah berantakan. Dia berpikir apa yang sebenarnya membuat Frans sampai begitu emosi. “Ada apa, Frans?” Sang ibu bertanya pada anaknya.Frans bingung menjawabnya, tidak mungkin dia mengatakan jika semua karena Alexa. “Nggak, Ma. Hanya lagi kesal aja.”Frans menjawab santai. “Frans kita bersiap, mau bertemu dengan teman Papa kamu. Cepat, mau dikenalkan dengan anaknya yang cantik,” ujar sang ibu. Frans mengernyitkan dahi, apa lagi pikirnya. Sebuah perkenalan atau sebuah pemberitahuan jika akan ada perjodohan. Frans mengusap wajah kasar, wanita seperti apa yang akan dikenalkan padanya. Kepala Frans masih sangat penting memikirkan masalah Alexa. Namun, apa salahnya menurut dia bertemu dengan keluarga teman sang ayah. Apala
Alexa tidak bisa menjawab pertanyaan sang ayah. Harusnya dia sadar. dirinya saja di permainkan oleh Frans tidak bisa memaafkan apalagi ingin bertemu. Apalagi Joan, mungkin dia pun sakit hati dengan perlakuannya."Kamu pikirkan baik-baik, jangan terbawa emosi. Cinta bisa datang nanti. Joan tidak jelek, lagi pula kamu tidak usah memikirkan masa depanmu. Joan akan bekerja di kantor papa dan berhenti menjadi sopir.""Apa iya?" tanya Alexa memastikan."Iy. sepertinya Joan cerdas." Sang ayah menepuk pundak sang anak. Mungkin hal itu yang dicemaskan Alexa. Joan tidak bisa menafkahinya. Sang ayah tak akan tinggal diam dan akan membantu menantunya karena dia sayang sekali dengan Joan. ** Sementara itu, Joan datang menemui keluarganya saat Pak Hardi meneleponnya. Perjodohan yang disiapkan oleh kedua orang tuanya kembali membuat ia pusing dan memutar otak untuk mencari alasan. Sesil menghampiri Joan yang baru saja datang. Wajah pria itu tidak bisa berbohong jika sedang mencemaskan sesuatu
Maaf, maksud Om, apa, ya?” Sesil bertanya karena memang ia tidak mengerti. Sementara, Pak Hardi menepuk pundak Sesil dengan lembut dan berbisik pelan di telinga gadis itu. “Nanti, Om jelaskan. Kamu berbincang sama Frans dulu, biar saling mengenal.” Seperti tidak bisa menolak, Pak Hardi mendorong pelan Sesil agar menghampiri Frans dan berbincang dengan pria yang baru saja ia kenal. Sedikit kecewa, Frans mencoba menutupi walau ia berharap yang dijodohkan dengannya adalah Felisia. Frans mengulurkan tangan dan menyebut namanya. Sesil terlihat gugup karena ia sama sekali tidak mengerti harus bagaimana. Sesil hanya gadis dari kampung yang tinggal bersama dengan keluarga Joan sejak lama. Semenjak kepergian adik perempuan Joan, ibu Joan merasa kesepian dan kebetulan Sesil mendapat bea siswa di Jakarta dan tinggal bersama mereka. “Sesil,” ujar gadis dengan gaun putih itu. Frans terpesona saat Sesil tersenyum.Ternyata gadis di hadapannya begitu cantik dan manis. Betapa senangnya dia saat m