Joan terpaksa keluar menemui sang ibu yang sudah tahu jika dirinya berada di Viila itu. Dengan wajah gelisah, pria itu menghampiri ibunya. "Ma, lagi apa di sini?" “Kamu bilang mama ngapain ke sini?Hah, kamu lupa kalau sebagian modal usaha ini ada uang mama?” Joan terkesiap saat wanita dengan blezer hitam itu sudah berada di hadapannya. Tidak menyangka jika liburannya harus seperti itu, bertemu dengan Frans juga sang ibu. Joan mengusap wajah kasar dan tak henti bergumam sendiri. Rasanya ia ingin berlari dan langsung membawa Alexa pergi menjauh dari tempat itu. Harusnya ia tidak datang dan berlibur di vilanya. Namun, karena sudah hampir sebulan dia tidak mengecek, akhirnyaia memutuskan untuk datang ke sana. “Jadi, saat pertemuan itu kamu kabur ke sini?” Lagi sang ibu tak henti berbicara. “Hai, Ma.” Joan mencium punggung tangan sang ibu dan mencoba mengalihkan apa yang sedang dibahas. Repot sudah jika semua terbongkar sebelum waktunya. Apalagi jika sang ayah tahu, semua akan beran
Sejak tadi Alexa gelisah menunggu Joan datang setelah sang suami pamit mencari makan. Wajahnya sudah masam saat berulang kali ia menghubunginya juga tidak ada jawaban. Ponsel itu menjadi sasaran saat untuk ke sekian kali ia mencoba menghubungi Joan. Benda dilempar ke ranjang. “Argh! Buat apa coba ngajak aku kesini kalau di tinggal kaya gini. Memang aku nggak bosan?” Alexa duduk menyenderkan tubuh. Tangannya meraih remot dan menyalakan TV yang sejak tadi hanya ia pandangi. Villa itu terlihat begitu megah untuk mereka berdua dan sejak datang Alexa pun sudah mencari tahu di pencarian ponsel jika harganya pun cukup mahal. Sejenak ia berpikir dari mana Joan memiliki uang untuk membayarnya. Alexa menoleh saat pintu terbuka dan muncul Joan dengan senyum khasnya. Gigi putihnya terlihat jelas saat ia melebarkan bibir. Alexa kembali menatap TV dan mengabaikan sang suami. Joan gegas menghampiri Alexa dan duduk sengaja di samping sang istri. Pria itu tahu kalau dia sedang marah. Terlihat
Frans sejak tadi sudah uring-uringan, dirinya merasa sangat cemburu dengan Joan. Alexa, wanita benar-benar membuat dirinya menyesal. Tapi, bagaimana bisa dia mendekatinya lagi sedangkan Joan pasti berada di garda depannya. "Sial!" ungkapan kesal Frans di dengan Deri. Deri menghampiri Frans, apa yang terjadi dengan Frans memang sudah sewajarnya. Dia yang membuang tapi malah seperti yang tersakiti. "Lu nyesel kan?" Deri bertanya tanpa melihat situasi."Lu nyalahin gue?" Frans menarik kerah baju Deri. "Santai Bro, bukannya lu ya g ninggalin. Jangan lupa kalau Lo juga mempermalukan dia di depan semua orang."Deri tersungkur saat Frans memberinya bogem mentah pada perutnya. Hampir saja Deri kembali menerima pukulan dari Frans jika Julius tidak datang. "Lu, kenapa sih Frans?" Julius menahan tubuh Frans yang hampir saja meluapkan kekesalannya Pada Deri. Sementara, Deri mencoba bangkit, dia tahu jika di balas pun Frans akan lebih parah. Bisa saja dia membalas ,hanya saja dia tak mau mem
Joan menghampiri Alexa yang sudah memendam bara api sejak tadi. Cemburu? Tentunya iya, tapi apa pun yang dirasanya. Dia mencoba menghilangkannya."Kamu sejak kapan di sana?" tanya Joan yang takut jika sang istri mengetahui apa yang dibicarakan olehnya. "Kenapa? Takut ketahuan kalau lagi berduaan sama perempuan lain? Lupa kalau sudah punya istri?" Marahnya Alex membuat Joan terkekeh, bukan marah tapi lebih tepat cemburu dengan keadaan. Namun, bagiamana pun bukan Alexa namanya jika mengakui hal itu. "Aku enggak takut ketahuan, malah seneng melihat kamu cemburu. Tandanya kamu sudah mulai cinta kan sama aku?" Joan menggoda Alexa, lalu menariknya pergi dari tempat itu dan masuk ke kamar lagi. Joan sebisa mungkin menjauhkan dirinya dari ibu kandungnya. Alexa merasa sakit saat Joan menariknya kencang. "Joan sakit tahu!" "Maaf, kita harus pergi dari hotel ini. Aku tidak mau bertemu dengan Frans, kamu mau aku kembali baku hantam dengannya?" tanya Joan."Bukan karena wanita itu?" "Wanita
“Sana, tidur di bawah!” Alexa dengan kasar melempar bantal pada Joan yang baru saja masuk ke kamar. Joan keheranan melihat kelakuan anak majikannya, baru saja mereka sah menjadi suami istri karena pengantin pria tiba-tiba pergi dari acara. Pihak wanita kebingungan, untuk menutup rasa malu dengan terpaksa Joan menerima membantu keluarga itu karena jika tidak, ia akan kehilangan pekerjaan sebagai sopir pribadi keluarga Raharja. “Jangan pernah berpikir, kamu menikah sama aku dan berpikir aku istri kamu! Aku nggak pernah akan menganggap kau suami aku, ngerti?” Joan tidak mendengarkan perkataan sang istri. Ia memilih merebahkan tubuh di sofa yang ada di kamar. Pikirannya sekarang begitu kacau saat ia kembali mengingat pernikahan pagi tadi. Alexa merasa kesal saat pria hadapannya, Joan malah memejamkan mata tanpa menjawab sepatah kata pun darinya. Ia kembali jengkel saat Joan seolah-olah tidak mau mendengarkan ucapannya dengan menutup seluruh tubuh dengan selimut. Alexa naik ke ranja
Frans kembali menjadi perdebatan yang hangat, pria yang berhasil membuat putri kesayangan Pak Hanif jatuh cinta dan melakukan hal gila. Bu Maria tidak banyak bicara lagi, ia tahu sikap sang suami yang tidak bisa di ganggu keputusannya. Hatinya hancur saat suatu hari ia menemukan tespack di kamar Alexa. “Jawab, Lexa. Ini punya siapa?” Bu Maria bertanya dengan perasaan campur aduk. Sementara itu, Alexa hanya bisa menangis dan berlutut di bawah kaki sang ibu. Gadis itu terus menangis karena kesalahannya. Hal yang membuatnya tidak bisa melanjutkan kuliah untuk masa depannya, sebuah dosa dan kesalahan yang tidak dapat di maklumi. “Bangun, Lexa. Jangan membuat ibu semakin gagal mendidik kamu! Apa kata Papamu nanti?” Bu Maria menangisi sang anak yang kini berbadan dua. Ia tidak membayangkan, Putri kesayangannya kehilangan masa depan. Apalagi pacarnya belum bekerja dan mengandalkan harta orang tua. “Ma, maafkan aku. Aku nggak sengaja, Ma.” Alexa masih menangis di hadapan sang ibu.
Alexa masih berada di meja makan bersama sang ibu. Maria sedang merapikan makanan yang tersisa, sedangkan Alexa menunggunya untuk bicara. “Ma, aku mau bicara,” ujar Alexa. “Bicara apa?” tangan Bu Maria masih sibuk merapikan meja makan di bantu Bi Rumin. “Jangan di sini, di dalam saja,”pinta Alexa. “Mama bersihkan sebentar ini,” ujar sang ibu. Alexa menunggu dengan malas sang ibu merapikan meja makan. Ia berpikir untuk apa sang ibu repot-repot merapikan meja makan toh sudah ada pembantu di rumahnya. Bu Maria memang rajin dalam merapikanrumah. Walau ia sudah memiliki asisten rumah tangga, ia masih mau mengerjakan semua sendiri. Berbeda dengan Alexa yang tanpa mau mengerjakan sesuatu dirumahnya. Selesai merapikan meja makan, BuMaria langsung ke ruang TV mengikuti Alexa yang sudah berada di sana. Wanita dengan wajah cantik itu sepertinya sudah tahu apa yang akan dikatakan sanganak. “Ma, tolong bicarakan dengan Papa,aku nggak suka pernikahanku dengan Joan. Masa ia aku menik
Alexa merasa mual, ia berlari ke kamar mandi dan memuntahkan semua makanan yang tadi di makannya. Ia memegangi kepalanya yang terasa nyeri, begitu juga perut yang semakin menjadi. Ia mencoba melangkah ke luar perlahan.Bu Maria menghampiri sang anak karena mendengar suara muntah Alexa. Wanita berbaju hitam itu mengelus pundaknya. Tidak seharusnya Alexa mengalami hal yang belum waktunya. Namun, karena kesalahannya dan membuat Alexa harus menerima konsekuensi atas perbuatannya.“Kamu sudah minum obat mualnya belum?” tanya Bu Maria.“Aku nggak mau minum obat, Ma. Nggak suka, Ma.” Alexa kembali berbaring dengan membalurkan minyak gosok di perutnya.Bu Maria bingung harus berbuat apa untuk membuat Alexa meminum obat. Ia kasihan melihat calon cucunya jika tidak ada asupan vitamin.Bu Maria meninggalkan Alexa di kamar, ia lalu menelepon Joan untuk pulang. Selanjutnya ia ke halaman di rumah untuk menyirami beberapa bunga dan tanaman yang ditanamnya.“Bu, Non Alexa bagaimana keadaannya?” tanya