Share

Penyesalan

Frans kembali menjadi perdebatan yang hangat, pria yang berhasil membuat putri kesayangan Pak Hanif jatuh cinta dan melakukan hal gila.

Bu Maria tidak banyak bicara lagi, ia tahu sikap sang suami yang tidak bisa di ganggu keputusannya. Hatinya hancur saat suatu hari ia menemukan tespack di kamar Alexa.

“Jawab, Lexa. Ini punya siapa?” Bu Maria bertanya dengan perasaan campur aduk.

Sementara itu, Alexa hanya bisa menangis dan berlutut di bawah kaki sang ibu. Gadis itu terus menangis karena kesalahannya. Hal yang membuatnya tidak bisa melanjutkan kuliah untuk masa depannya, sebuah dosa dan kesalahan yang tidak dapat di maklumi.

“Bangun, Lexa. Jangan membuat ibu semakin gagal mendidik kamu! Apa kata Papamu nanti?”

Bu Maria menangisi sang anak yang kini berbadan dua. Ia tidak membayangkan, Putri kesayangannya kehilangan masa depan. Apalagi pacarnya belum bekerja dan mengandalkan harta orang tua.

“Ma, maafkan aku. Aku nggak sengaja, Ma.” Alexa masih menangis di hadapan sang ibu.

Bu Maria bergeming, menyapu embun di pelupuk mata. Ia tahu kesalahannya yang tak bisa mendidik sang anak. Akan tetapi, semua terjadi memang sudah menjadi takdir.

“Sudahlah, aku mau tidur,” ujar Pak Hanif membuat lamunan Bu Maria buyar.

**

Pagi menjelang, Joan sudah rapi dengan pakaiannya. Seperti biasa, ia akan mengantarkan Pak Hanif untuk ke kantor. Setelah itu menunggu ke pulangan sang majikan. Pria itu melihat wanita yang kemarin dinikahinya.

“Anak manja, masih saja tidur sudah pagi menjelang.” Joan bergumam sembari membenarkan kancing kemeja di lengan. 

Alexa terbangun dan membulatkan mata saat melihat Joan berdiri menatapnya. 

“Kamu, ngapain di kamar aku?” Alexa sedikit berteriak dengan menutup tubuh kembali dengan selimut.

“Kamu amnesia? Kita kemarin menikah dan saya tidur di sini karena sudah sah menjadi suami kamu,” jawab Joan.

Alexa menepuk jidat. Bagaimana bisa ia  lupa dengan Joan yang menggantikan Frans menjadi suaminya kemarin. Wanita itu menarik napas panjang, setelah itu kembali merebahkan tubuhnya di kasur. 

“Hey, bangun. Kamu itu seharusnya meladeniku sarapan. Masa kamu mau tidur lagi?” 

“What? Melayani kamu sarapan? Tunggu, aku sudah katakan, jangan berpikir aku setuju dengan pernikahan ini. Kamu itu hanya pengganti,” ujar Alexa

“Ya, memang aku hanya pengganti. Tapi, jika tidak ada aku, apa kamu mau menjadi cibiran saat hamil tanpa suami?” 

Alexa bergeming dengan ucapan Joan yang tidak disangka membuat hatinya begitu miris. Kenyataan pahit yang seharusnya ia terima saat Frans memilih pergi dan tidak mau bertanggung jawab.

***

Joan mengambil jam tangan di meja dan memakainya. Sementara, Alexa masih bergeming di tempatnya. Penuturan Joan Membuat ia tidak bisa berkutik sama sekali. Memang, seharusnya ia berterimakasih dengan pria itu. Jika tidak, perut itu semakin membuncit dan menjadi cibiran jika tidak memiliki suami.

“Kamu pikir, aku bisa setuju begitu saja dengan pernikahan ini? Masa depanku masih bagus walau hanya seorang sopir.Kamu pikir di sini yang menjadi korban pernikahan paksaan ini adalah kamu?”Joan kembali bersuara. Kali ini nadanya sangat ketus saat menekan setiap ucapannya.

“Kalau kamu nggak mau, bisa menolak. Nggak Usah sok jadi pahlawan,” tutur Alexa.

“Harusnya kamu berpikir, dong, hidup dengan kekayaan malah membuat malu keluarga. Di luar banyak wanita hebat dan mandiri. Dan, jujur, kamu bukan levelku, Tuan putri.”

Alexa mengentakkan kaki mendengar ucapan Joan. Pria itu benar-benar pria bermulut kejam. Setiap ucapannya membuat hati terasa perih, bagaikan luka yang yang teriris.

Joan melangkah ke luar kamar, seperti biasa ia menuju halaman rumah untuk memanasi mobil. Namun, Bibi Rum Menghentikan langkah pria itu.

“Joan, eh, Tuan Joan. Ini kata Tuan Hanif kamu di suruh sarapan dulu di meja makan. Mereka sudah menunggu kamu,”ucap Bi Rumin.

“Loh, saya mau memanasi mobil,” tolak Joan.

“Jo, makan dulu. Kamu sekarang menantu saya, nanti saya akan mencari sopir baru untuk menggantikan kamu.Sementara, kamu bekerja saja sebagai administrasi di kantor saya atau bagian lapangan.” Pak Hanif merangkul Joan untuk sarapan bersama.

Bu Maria tidak suka melihat sang suami begitu percaya dengan Joan. Ia hanya takut sopir itu memanfaatkan Pak Hanif. Wajah wanita itu tidak menampakkan senyum pada menantunya itu.

Alexa menghampiri meja makan, masih dengan piyama tidurnya. Sesekali ia menguap tanda masih mengantuk.

“Alexa, suami kamu sudah sejak tadi bangun, masa istrinya malah langsung makan,” ujar Pak Hanif.

“Pa, nggak usah di permasalahkan,”timpal Alexa.

Pak Hanif begitu kesal melihat tingkah sang anak. Ia gegas menyelesaikan sarapannya, lalu beranjak ke kantor bersama dengan Joan.

***

Related chapters

Latest chapter

DMCA.com Protection Status