Mobil sedan hitam milik Haltz yang membawa Ika dan Iki terus melaju dan mulai memasuki daerah netral. Daerah yang merupakan daerah tanpa kekuasaan, dan siapa pun berhak melewatinya tanpa terkecuali. Namun, karena tujuan Ika dan Iki adalah Raltz, mereka perlu menunjukkan surat pengantar sebelum memasuki wilayah tersebut.
"Apa Anda membawa surat pengantarnya, Tuan Riki dan Nona Rika?" tanya prajurit yang duduk di samping kemudi melalui kaca yang memisahkan ruang kemudi dengan kursi penumpang.
"Ya," balas Iki singkat lalu merogoh saku jasnya dan memberikan surat yang dimaksud ke prajurit tersebut.
"Saya mohon izin untuk mengantarkan surat ini," ucap si pengawal dan mendapatkan anggukan dari Iki.
Prajurit tersebut membuka moon roof, dan dalam sekejap meloncat keluar dari dalam mobil. Setelahnya, dia langsung berlari menembus gelapnya malam menuju ke wilayah perbatasan Raltz.
Ika menghembuskan napasnya, ia sangat tegang namun I
Diana terus saja berlari tanpa henti ke arah utara, menembus Hutan Silver. Ia berlari menuju ke wilayah Lefko Chioni atau tepatnya tempat Raltz berada. Napasnya mulai terdengar putus-putus, ia kemudian memutuskan untuk berhenti sejenak lalu menarik napasnya dalam-dalam, dan memandang hutan yang seperti tidak berujung.Diana terus saja berlari dan berlari. Di perbatasan utara Hutan Silver, ia berhenti kembali. Langit yang mulai berubah terang menarik perhatiannya. Kepalanya mengarah ke atas, memandang langit yang kini tidak lagi terhalangi oleh daun-daun ataupun ranting pohon.Manusia ini menghela napasnya dalam, “Mereka pasti ketakutan," batinnya. "Aku benar-benar tidak mengerti apa yang vampir bodoh itu pikirkan. Terlihat jelas dia menyayangi adik-adiknya. Tapi kenapa...? Kenapa dia terus saja mendorong mereka pergi?"Diana menurunkan pandangannya dan menatap tajam ke depan. "Ini bukan waktunya untuk memikirkan alasan yang dia p
Haahhh... haahhh... haahhh...Deru napas terdengar saling bersahutan. Peluh keringat terus mengalir dari kening Diana dan menuruni wajahnya. Petang mulai beranjak ke senja. Sejak tadi, matahari sudah menurunkan dirinya, memulai pertukaran posisinya dengan rembulan. Sedangkan, Diana masih saja berlari dan terus berlari.Sshhh...!Sebuah tangan terulur ke arahnya, membuat Diana langsung menghentikan larinya. Diana terdiam, namun sosoknya yang terlihat misterius karena mantel panjang yang menutupi tubuhnya dan juga tudung yang menyembunyikan wajahnya, membuatnya dicurigai."Siapa kau?" tanya seorang pria pemilik tangan terulur ini dengan suara besarnya.Diana tidak menjawab, ia memperhatikan dirinya yang kini sudah dikelilingi oleh lima pria dewasa dengan tubuh yang cukup besar. Tentu saja jika dibandingkan dengan ukuran tubuh, ia sudah kalah telak."Aku bertanya, siapa kau!?" ulang si pria seraya memperkeras
"Vin...?" tanya Pine bingung melihat hadirnya dua anak kecil di hadapannya. "Apa maksudnya ini?" Tapi Kevin mengabaikannya, dia malah bertanya ke si kembar, "Ada apa dengan wajah tegang kalian? Apa si arogan ini mengatakan sesuatu yang tidak-tidak? Iki menjawabnya dengan menempelkan tangan ke dada dan membungkuk hormat. "Perkenalkan saya adalah Riki Harrison de Haltz, dan di belakang saya adalah adik kembar saya, Rika Harrison de Haltz. Kami berada di sini sebagai utusan Klan Haltz yang diutus langsung oleh Yang Mulia Raizel Harrison de Haltz.” Kevin menyunggingkan salah satu sudut bibirnya, "Apa-apaan ini? Kenapa formal sekali?" Kevin beralih ke Pine yang melihatnya penuh kebingungan, "Pine... Seperti yang kau dengar mereka adalah Riki dan Rika, mereka adalah anggota keluarga utama Klan Haltz dan adik-adik dari pemimpin Haltz—Raizel.” "Hmm... baik...? Lalu?" tanya Pine yang tidak mengerti. "Mereka adalah pengawalmu mu
Haahhh... haahhh... haahhh...Terdengar napas yang saling memburu, kemudian menguap menjadi asap berwarna putih transparan. Diana beberapa kali menarik napasnya dalam-dalam lalu mengembuskannya perlahan, ia berusaha untuk menormalkan frekuensi bernapasnya.Di sisi lain, hamparan salju luas dengan tanpa adanya pepohonan menyambut dirinya. Diana berdiri memandang ke arah kastel yang cukup besar di hadapannya. Seraya memegang tangannya yang mulai membeku kedinginan, ia mengedarkan pandangannya ke sekeliling."Apa ini Raltz...?" tanyanya dalam hati.Diana mulai melangkahkan kakinya melewati tebalnya salju, membuat jejak-jejak langkahnya tercipta dengan jelas. Selain itu, Diana juga kesulitan melewatinya karena tinggi salju ini sudah menyentuh betisnya, tapi ia terus menggerakkan kakinya. Rasa dingin yang menusuk tubuhnya sama sekali tidak ia rasakan.Sesampainya di depan gerbang yang tidak ad
Al mendengus keras lalu melihat ke arah Diana yang tadi sedang berdiri diam, "Huh...? Ke mana dia?"Rai bukannya menjawab, ia malah memberikan pertanyaan. "Bukankah dia semakin aneh, Al?""Tentu saja. Sejak awal pun dia juga sudah aneh, itu sebabnya aku menyuruhmu untuk membunuhnya," jelas Al, “Tapi ke mana dia?”"Dia mirip seseorang," ujar Rai berusaha mengingat sesuatu hingga kedua alisnya menekan ke dalam."Hah...? Maksudmu?" Namun, Rai malah membungkam mulutnya.Al akhirnya menyerah dengan pertanyaan keberadaan Diana karena dia rasa vampir di sebelah ini memang benar-benar sudah gila, dan bertanya pertanyaan normal padanya hanya membuang-buang energi."Entah, aku juga tidak yakin. Tapi kepribadiannya dan juga sikapnya. Dia seperti orang yang aku kenal," jawab Rai kemudian.Al menarik napasnya dalam-dalam, "Baiklah... wanita itu aneh, kau juga aneh. Hanya aku yang normal di sini," ujarnya tidak peduli l
Raja berbalik dan melihat ke sudut ruangan, di sana terdapat dua orang prajurit bersandar ke dinding dengan penuh darah hitam di tubuhnya. Tidak ada rasa bersalah yang tergambar di wajahnya, ia malah terlihat sangat tenang."Maksudnya mereka?" tanya Dominic. "Atau mereka?" lanjutnya melihat ke arah luar jendela dan menatap para prajurit yang terkapar di salju dengan kondisi yang mengenaskan."SEMUANYA!" teriak Kevin.Dominic hanya tersenyum, "Siapa yang menyangka mereka akan tumbang hanya dengan beberapa kali serangan? Kau memberontak, tapi hanya ini kemampuanmu?""DIAM!" teriak Kevin tidak bisa lagi menahan emosinya.Dominic tidak merespons, ia malah berbicara pada Rena, memberikannya perintah. "Bereskan semuanya.”Rena mengangguk dan langsung mengarahkan prajurit. Para pasukan prajurit khusus Raja kemudian mulai menerjang maju, berniat menahan semuanya. Namun mereka tiba- tiba saja terdiam, seraya memegang leher yang
Ssrrkk... Ssrrkk... Ssrrkk...Suara langkah kaki terdengar. Manusia ini—Diana terus menjejakkan kakinya ke tumpukan salju-salju yang sekarang tingginya hanya semata kaki di balik gerbang yang telah ia lewati.Sejenak ia berhenti lalu kembali mengedarkan pandangannya ke seluruh penjuru arah. "Terlalu senyap...” batinnya. “Ini benar-benar senyap. Bahkan Haltz tidak sesenyap ini."Diana mengingat bahwasanya Haltz tidak memiliki suasana seperti ini, mereka memiliki penjagaan di sudut mana pun, dan juga pelayan yang terkadang hilir mudik di luar kastel.Wanita ini kemudian kembali berjalan diiring sikap waspada. Diana berjalan memutari kastel ini melalui sisi kanan. Namun, ia langsung merapatkan tubuhnya ke tembok secara tiba-tiba, bersembunyi dari bayangan seseorang yang tertangkap oleh kedua matanya.Tik. Tok. Tik. Tok.Hening…
Sementara itu, mantel Diana terus menerus ia sobek hingga akhirnya mantel ini berubah bentuk menjadi sebuah tudung. Diana terus melakukan apa yang ia bisa sampai ke pria terakhir.Diana menerawang, "Apa yang terjadi di sini? Kenapa mereka semua seperti ini? Ika... Iki... aku harap kalian baik-baik saja."BRAK...! BAM!!!Baru saja Diana menyelesaikan kata-katanya. Suara barang pecah dan barang terjatuh, cukup keras terdengar. Tepat setelah ia selesai mengobati pria yang terakhir. Refleks, Diana langsung menolehkan kepalanya ke arah sumber suara dengan ekspresi cemas. Diana kemudian langsung bangkit dan berlari ke arah suara.Larinya cukup kencang hingga tidak butuh waktu lama untuknya sampai tepat di bawah jendela tempat Kevin melemparkan kursi yang sebelumnya diduduki oleh Dominic. Namun, dibandingkan kursi ini. Diana lebih terkejut dengan apa yang dilihatnya.Di hadapannya terdapat hamparan para pria--vampir yang jumlahny